Tuesday, April 17, 2018

Pentingnya Pemenuhan Kebutuhan Spiritual pada Pasien Kritis di Ruang ICU

Pentingnya  Pemenuhan Kebutuhan Spiritual pada Pasien Kritis di Ruang ICU
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Tingginya prevalensi spiritualitas antar responden memvalidasi pentingnya spiritualitas sebagai kualitas potensial. Penelitian yang dilakukan oleh Ristianingsih, Septiwi dan Yuniar tahun 2014 tentang gambaran motivasi perawat dalam pelaksanaan tindakan keperawatan spiritual. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya motivasi baik sebanyak 1 responden (8.3%), motivasi cukup sebanyak 7 responden (58.3%), dan motivasi kurang sebanyak 4 responden (33.3%) yang dilakukan di Ruang ICU RS PKU Muhammadiyah.1
            Penelitian lain yang dilakukan oleh Gordon dkk, tahun 2018, mengidentifikasi dua tema dalam literatur terkini yang tidak secara langsung ditangani oleh rekomendasi Task Force 2004-2005. Tema-tema tersebut membahas pengaruh spiritualitas dan religiusitas terhadap persepsi dan pengambilan keputusan sur-rogate, dan pengalaman pasien dan keluarga. Bidang penelitian ini memberikan pemahaman yang lebih besar tentang peran spiritual yang kompleksitas dan religiusitas dalam perawatan kritis. Informasi yang diperoleh melalui penelitian ini dapat menginformasikan rekomendasi tugas akhir untuk perawatan pasien dan keluarga di persepsi pengganti dan pengambilan keputusan.2
            Mayoritas pasien mengandalkan pengganti untuk mengungkapkan preferensi mereka dan membuat keputusan perawatan medis yang diperlukan saat mereka menderita penyakit kritis. Keyakinan agama dan spiritual Surrogates telah terbukti mempengaruhi proses pengambilan keputusan mereka, serta pemahaman mereka tentang prognosis. Tanggapan berkisar antara 69 sampai 94% pengganti yang melaporkan agama atau spiritualitas sangat penting dalam kehidupan sehari-hari mereka di delapan studi.2
            Adapun penelitian yang dilakukan oleh Aslakson dkk, 2017. Hasil penelitian tersebut dari  sekitar 2/3 pasien ICU memenuhi syarat selama masa studi. Alasan yang luar biasa untuk tidak memenuhi syarat adalah bahwa pasien diberi obat penenang dan / atau tidak responsif karena penyakit kritis. Terdapat 83 responden yang memenuhi syarat pasien, semua kecuali dua setuju untuk berpartisipasi dan mereka memiliki 61 anggota keluarga yang juga setuju untuk berpartisipasi, kembali mengumpulkan maksimal 144 responden. Setengah adalah perempuan dengan mayoritas responden adalah orang Kaukasia atau Afasia Amerika (68% dan 21%), berusia di atas 50 (72%), dan mengidentifikasi sebagai orang Kristen (76%). Delapan puluh lima persen responden (123/144) melaporkan bahwa spiritualitas atau agama '' penting bagi mereka pada masa krisis.3
            Ada juga peneliti lain yang mengangkat tema mengenai pemenuhan spiritual pada pasien kritis. Hasil dari penelitian Sadeghi, dkk tahun 2016 berdasarkan 25 wawancara mendalam yang dilakukan, populasi penelitian meliputi orang tua dan orang tua-tua (60%), perawat (36%), dan dokter (4%). Penelitian tersebut dilaksananakn 15 wawancara dengan anggota keluarga dan 10 wawancara dengan para profesional. Kebutuhan spiritual dikategorikan ke dalam dua kategori: 1) kepercayaan akan kekuatan supranatural, 2) kebutuhan akan jiwa. Keyakinan akan kekuatan supranatural adalah kepercayaan religius terhadap kekuatan supernatural untuk menyembuhkan dan untuk menghidupkan kembali dan kehendak Tuhan. Salah satu kebutuhan spiritual keluarga adalah kebutuhan aka jiwa adalah kebutuhan akan harapan, kebutuhan akan kedamaian, dan kebutuhan akan pemahaman dan empati.4
            Selain itu juga ada penelitian tentang pengaruh pengetahuan perawat terhadap pemenuhan perawatan spiritual pasien di ruang intensif yang dilakukan  oleh Wardah, Febtrina, dan Dewi pada tahun 2017. Hasil penelitian tersebut menunjukkan nilai rata-rata skor pengetahuan responden sebelum intervensi adalah 5,41 dan mengalami peningkatan setelah intervensi menjadi 7,14. Intervensi yang diberiian berhasil meningkatkan skor pengetahuan perawat tentang kebutuhan aspek spiritual pada pasien. Pemenuhan kebutuhan perawatan spiritual pasien oleh perawat di ruang intensif nilai rata-rata sebelum intervensi 55,23 dan mengalami peningkatan setelah intervensi menjadi 57,18 artinya peningkatan skor pengetahuan di ikuti oleh peningkatan pemenuhan kebutuhan spiritual pasien walaupun selisih angka terpaut tidak terlalu besar meskipun dalam penelitian ini ditemukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara ke dua variabel (p = 0,372>α=0,05.) Perlu dikaji lebih lanjut faktor lain yang mungkin berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan spiritual pasien di ruang intensif.5


DAFTAR PUSTAKA

1.      Ristianingsih D, Septiwi C, Yuniar I. Gambaran motivasi dan tindakan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien di ruang icu pku muhammadiyah gombong. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. Juni 2014; 2(10), 91-99.
2.      Gordon BS, Keogh M, Davidson Z, Griffiths S, Sharma V, Marin D, Mayer S A, Dangayach NS. Addressing spirituality during critical illness: a review of current literature. Journal of Critical Care. 2018; (45): 76-81.doi.
3.      Aslakson RA, Kweku J, Kinnison M, Singh S, Crowe II TY, & the AAHPM Writing Group. Operationalizing the measuring what matters spirituality quality metric in a population of hospitalized, critically ill patients and their family members. Journal of Pain and Symptom Management. March 2017; 3(53): 650-655.
4.      Sadeghi N, Hasanpour M, Heidarzadeh M, Alamolhoda A, Waldman E. Spiritual needs of families with bereavement and loss of an infant inthe neonatal intensive care unit: a qualitative study. Journal of Pain and Symptom Management. July 2016; 1(52): 35-42.
5.      Wardah, Febtrina R, Dewi E. Pengaruh  pengetahuan perawat terhadap pemenuhan perawatan spiritual pasien dii ruang intensif. Jurnal Endurance. Oktober 2017; 2(3): 436-443.


Sunday, March 11, 2018

ETIK LEGAL DALAM PROSES PENDIDIKAN KESEHATAN

ETIK LEGAL DALAM PROSES PENDIDIKAN KESEHATAN


Dosen Pembimbing :
Ns. Devi Nurmalia, S.Kp.,M.Kep.



Disusun Oleh :
1.      Eli Ermawati                                           (22020117120034)
2.      Siti Khumaeroh                                       (22020117120036)
3.      Khansa Rafi Ashila                                 (22020117130060)
4.      Zulfa Qothrun Nada                               (22020117130052)


A17.1




DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO

2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan paper yang berjudul “Etik Legal dalam Proses Pendidikan Kesehatan”.
Paper ini kami susun dalam rangka untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Kesehatan. Dalam penyusunan paper ini tentunya tidak lepas dari bimbingan, arahan, koreksi, saran, dan dukungan dari berbagai pihak. Unuk itu kami ucapkan terimakasih kepada  Ns. Devi Nurmalia, S.Kp., M.Kep., selaku dosen koordinator mata kuliah Pendidikan Kesehatan, Ilmu Keperawatan, Universitas Diponegoro.
Semoga paper yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi penulis dan dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat memberi informasi mengenai etik legal dalam proses pendidikan kesehatan . Kami menyadari bahwa paper yang kami buat masih kurang sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami perlukan dari  Ibu dosen serta dari pembaca untuk menjadikan paper ini lebih baik.

Semarang, 10 Februari  2018


Penyusun









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI                                                                                                    ii

BAB I
 PEMBAHASAN
1.1  Definisi Etika.................................................................................. 1
1.2  Definisi Etiket ................................................................................  2
1.3  Definisi Moral................................................................................ 2
1.4  Definisi Hukum............................................................................... 3
1.5  Prinsip-prinsip Etik......................................................................... 4
1.6  Penerapan Prinsip Etis dan Hukum pada Pendidikan
Kesehatan...................................................................................... 5
1.7  Legalitas Pendidikan Kesehatan dan Informasi bagi
Pasien............................................................................................ 7
BAB II
PENUTUP
            2.1 Kesimpulan.................................................................................... 9
            2.2 Saran............................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 10




 BAB I
PEMBAHASAN
1.1  Definisi Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno “etos” yang berarti kebiasaan tingkah laku manusia, adat, akhlak, watak, perasaan,sikap, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak “ta etha” mempunyai arti adat kebiasaan (Wahyuningsih, 2005 : 1). Etika yang berasal dari bahasa Inggris “ethics” artinya pengertian, ukuran tingkah laku atau perilaku manusia yang baik, yakni tindakan yang tepat yang harus dilaksanakanoleh manusia sesuai dengan moral pada umumnya (Wahyuningsih, 2005 :2). Etika yang beasal dari bahasa latin “mos” atau “mores” artinya moral adat, kebiasaan, sehingga makna kata moral dan etika adalah sama, hanya bahasa asalnya berbeda (Wahyuningsih, 2005 :2).
Menurut KBBI (Poerwadarminta, 1953) etika dijelaskan sebagi ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Menurut KBBI yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), etika dijelaskan dengan tiga arti: (1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak),(2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, (3)Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat (Bertens, 2004 :5).
 Aristotelian dalam Shomali (2005) menjelaskan tentang etika bahwa segala hal yang tercakup dalam gagasan tentang apa yang sebenarnya baik atau dikehendaki oleh manusia yang buruk yang harus dihindari, segala hal yang secara sadar dipilih atau tidak dipilih untuk mencapai tujuan tersembunyi baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Etika merupakan studi kajian tentang sesuatu yang dapat dijadikan rujukan (reference) bagi sesesorang atau sekelompok orang untuk bertindak serta dijadikan sebagai ukuran perilaku (performance index) dan sistem kontrol (Martin, 1993).
Etika sebagai suatu disiplin ilmu yang menafsirkan prinsip dasar perilaku secara lebih luas dan melakukan diskusi argumentatif mengenai sikap tertentu (Susan B. B., 1999).
1.2  Definisi Etiket
Etiket berasal dari bahasa Inggris “etquette”. Etiket berarti sopan santun (Bertens, 2004 : 8). Etis mengacu pada norma atau standar perilaku. Persamaan etiket dan etika : (1) Sama-sama menyangkut perilaku manusia, (2) Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan (Wahyuningsih, 2005:3).Perbedaan etiket dan etika :
Etiket
Etika
1)      Menyangkut cara suatu perbuatan yang harus dilakukan.
2)      Hanya berlaku dalam pergaulan, bila tidak ada orang lain tidak berlaku.
3)      Bersifat relatif, tidak sopan dalam satu kebudayaan lain.
4)      Memandang manusia dari segi lahiriah.
1)      Tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan, memberi nilai tentang perbuatan itu sendiri.
2)      Selalu berlaku tidak tergantung hadir atau tidaknya seseorang.
3)      Bersifat absolut, contoh jangan mencuri, jangan berbohong.
4)      Memandang manusia dari segi batiniah.
(Wahyuningsih, 2005:3).
1.3  Definisi Moral
Moral adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompokdalam mengatur tingkah lakunya. Moral juga berati mengenai apa yang dianggap baik atau buruk dimasyarakatdalam suatu kurun waktu tertentu sesuai perkembangan atau perubahan norma atau nilai (Wahyuningsih, 2005:2-3). Moralitas berasal ari bahsa latin “moralis” yang artinya : (1) Segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya, (2) Sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik buruk (Wahyuningsih, 2005:3). Moral mengacu pada sistem nilai internal (“struktur moral” tertentu)byang diperlihatkan melalui perilaku yang etis (Susan B. B., 1999).
Moralitas merupakan suatu gambaran manusiawi yang menyeluruh, moralitas hanya terdapat pada makhluk lain selain manusia. Moralitas pada dasarnya sama dengan moral, moralitas suatu perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya (Wahyuningsih, 2005:10). Moralitas adalah sifat moral atau seluruh asas dan nilai yang menyangkut baik dan buruk. Kaitan etika dan moralitas adalah bahwa etika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku moral atau ilmu yang membahas tentang moralitas (Wahyuningsih, 2005:10).
1.4  Definisi Hukum
Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak mempunyai arti kalau tidak dijiwai oleh moralitas. Sebaiknya moral juga berhubungan erat dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang abstrak saja tanpa adanya hukum. Contohnya, mencuriadalah moral yang tidak baik, supaya prinsip etis ini berakar di masyarakat, maka harus diatur dengan hukum (Wahyuningsih, 2005:4). Hukum mengacu pada peraturan yang mengatur perilaku atau perbuatan yang diberlakukan dibawah ancaman hukuman, seperti denda, kurungan penjara atau keduanya (Susan B. B., 1999).
Perbedaan hukum dan moral menurut Bertens (2004):
Hukum
Moral
1.      Hukum ditulis sistematis, disusun dalam kitab UU, mempunyai kepastian lebih besar dan bersifat objektif.
2.      Hukum membatasi pada tingkah lakulahiriah saja dan hukum meminta legalitas.
3.      Hukum bersifat memaksa dan mempunyai saksi.
4.      Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan negara, masyarakat dan negara dapat merubah hukum. Hukum tidak menilai moral.
1.      Moral bersifat subjektif, tidak tertuis dan mempunyai ketidakpastian yang lebih besar.
2.      Moral menyangkut sikap batin seseorang.
3.      Moral tidak bersifat memaksa, sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang, sanksi dari Tuhan.
4.      Moral didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi masyarakat dan negara, tidakdapat merubah moral. Moral menilai hukum.

1.5   Prinsip- Prinsip Etik
Prinsip-prinsip etis berkaitan dengan nilai-nilai moral, tidak dilaksanakan melalui hukum dan prinsip ini pun dengan sendirinya  bukanlah hukum atau undang-undang (Susan B. Bastable, 1999). Prinsip etik merupakan beberapa elemen dasar (basic truth)  yang dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan karakteristis etis. Karakteristik etik terdiri dari otonomi (autonomy), nonmaleficience, beneficence dan justice (Madya S.,2009).
a.      Autonomy
Manusia mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri, terkait pemenuhan kebutuhan termasuk kebutuhan perawatan diri pada pasien. Prinsip autonomy menjelaskan bahwa setiap pasien mempunyai kebebasan mempertimbangkan dan bertindak. Implikasi pemberian pelayanan :
-          Meningkatkan kemampuan klien untuk mengambil keputusan sendiri
-          Mendukung hak-hak pasien melalui “informed consent” atau persetujuan tindakan.
-          Mendampingi klien dan memberikan arahan apabila klien belum mampu mengambil keputusan sendiri sehingga terhindar dari keputusan dan tindakan yang justru merugikan dirinya sendiri.
-          Setiap tenaga kesehatan harus mengetahui  dan menyadari bahwa otonomi klien adalah hak, kemudian tenaga kesehatan melatih untuk melakukan prinsip otonomi tersebut.
b.      Nonmaleficence
Prinsip nonmaleficence adalah kewajiban untuk melakukan asuhan jauh dari hal-hal yang dapat membahagiakan klien. Tenaga kesehatan harus selalu menghindari tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan efek negatif bagi klien. Sangat tidak dibenarkan baik sengaja atau tidak melakukan hal-hal yang membahayakan bagi klien. Oleh karena itu tenaga kesehatan harus membekali diri pengetahuan, ketrampilan,dan sikap agar dapat melaksanakan prinsip nonmaleficence.
c.       Beneficence
Prinsip beneficence adalah melakukan hal yang baik.
d.      Justice
Perlakuan yang adil terhadap individu atau kelompok. Keadilan merupakan prinsip dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan etik di dalam pelayanan. Tidak membeda-bedakan suku, golongan, warga negara, status ekonomi dan sebagainya.

1.6  Penerapan Prinsip Etis dan Hukum pada Pendidikan Kesehatan
a.       Otonomi
Hukum dibuat untuk melindungi hak-hak pasien dalam membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Hukum menetapkan sebelum dimulainya perawatan atau pengobatan di rumah sakit, hosplace, atau program perawatan dirumah, “bahwa setiap orang yang menerima perawatan kesehatan wajib diberitahu secara tertulis mengenai hak-hak mereka yang dilindungi oleh hukum negara bagian guna membuat keputusan mengenai perawatan yang akan diterima, termasuk hak untuk menolak perawatan medis dan bedah serta hak untuk meminta lebih banyak penjelasan” (Mezey et al., 1994, p. 30).
Prinsip ini memberikan rasional etis mengenai sesi-sesi pendidikan kesehatan yang terbuka bagi umum, seperti sesi penyuluhan persalinan, sesi penghentian kebiasaan merokok, sesi penurunan berat badandiskusi tentang permasalahan kesehatan wanita, intervensi positif terhadap penganiayaan anak dan sebagainya. Meskipun pendidikan kesehatan itu sendiri bukan interpretasi dari prinsip otonomi, pendidikan tersebut sudah pasti dipercaya memberikan gagasan etis yang membantu publik untuk memperoleh otonomi yang lebih luas menyangkut peningkatan kesehatan dan kesejahteraan ke jenjang yang ebih baik. Model Nurse Practice Art menyebut pendidikan kesehatan sebagai tugas dan tanggung jawab resmi dari perawat terdaftar yanng diterbitkan ANA di tahun 1978.
b.      Kebenaran
Kebenaran yaitu memberitahukan hal yang sebenarnya, yang berkaitan erat dengan pembuatan informed decission dan informed consent. Keputusan mengenai hak-hak pokok individu untuk membuat keputusan mengenai tubuhnya sendiri memberikan suatu landasan hukum bagi pendidikan atau pengajaran pasien mengenai prosedur medis yang melanggar hukum, termasuk kebenaran mengenai risiko atau manfaat yang ada dalam prosedur tersebut (Whittman et al., 1992).
c.       Tidak Melanggar
Tidak melanggar prinsip “tidak melakukan hal yang membahayakan” adalah struktur etis pada ketetapan hukum yang mencakup malpraktik atau kesalahan. Menurut Lesnik dan Anderson (1962) stilah kelalaian mengacu pada tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukannya sesuai dengan tugas oleh orang yang berakal sehat dalam situasi yang sama, dan tindakan tersebut menjadi penyebab tindakan cedera pada orang lain. Sedangkan istilah malpraktik mengacu pada sekelompok kegiatan lalai tertentu yang dilakukan dalam lingkup pekerjaan oleh mereka yang mengemban profesi tertentu yang memerlukan pelayanan dan keterampilan teknis yang tinggi (Lesnik & Anderson, 1962).
Kasus tuntutan hukum memakai prinsip operasional sebagai kuncinya yang artinya perawat tidak diukur berdasarkan standar kinerja profesi yang optimal atau maksimal, melainkan menggunakan tolak ukur berdasarkan pada praktik yang berlaku yang akan dilakukan perawat dengan bijaksana  dan berakal sehat dalam keadaan yang sama di kalangan masyarakat tertentu. Dengan demikian, tugas perawat dalam pendidikan pasien (atau tanpa pendidikan) diukur tidak hanya berdasarkan kebijakan yang berlaku pada institusi yang mempekerjakannya tetapi juga berdasarkan praktik yang berlaku di dalam masyarakat.

d.      Kerahasaiaan
Kerahasiaan mengacu pada semua informasi yang menjadi hak istimewa  seseorang atau pada perjanjian sosial atau kesepakatan yang bersifat resmi.Perawat tidak boleh membocorkan informasi yang diperoleh dari pasien  secara profesional tanpa persetujuan pasien “... kecuali pasien sebagi subjek atau korban tindak kejahatan, maka dapat diajukan ke pengadilan di mana perawat akan menjadi  saksinya” (Lesnik dan Anderson, 1962).
e.       Kebajikan
Prinsip kebajikan (berbuat baik) disahkan dengan mematuhi tugas, tanggung jawab, prosedur, dan protokol yang ditetapkan oleh fasilitas perawatan kesehatan, serta mematuhi kode etik perilaku yang ditetapkan dan diberlakukan oleh organisasi keperawatan profesional. Kepatuhan terhadap berbagai kriteria dan prinsip kinerja profesional,termasuk pendidikan pasien yang memadai dan sesuai dengan kemajuan, menyinggung tentang komitmen perawat untuk bertindak demi kepentingan pasien. Perilaku yang demikian lebih menekankan kesejahteraan pasien, dan tidak menekankan tentang penyampaian perawatan berkualitas di bawah ancaman hukum.
f.       Keadilan
Keadilan merupakan kejujuran dan pendistribusian barang dan jasa secara merata. Fokus hukum pada perlindungsn masyarakat, sedangkan fokus hukum kesehatan adalah perlindungan konsumen (pasien). Tidak diperbolehkan adanya diskriminasi saat memberikan perawatan ataupun kurangnya pendidikan kesehatan, misalnya tentang risiko dan manfaat prosedur medis yang invasif. Oleh karena itu jika terjadi kegagalan dalam memberikan asuhan termasuk jasa pendidikan kesehatan yang didasarkan pada diagnostik pasien dapat mengakibatkan pemutusan kontrak dengan institusi yang mempekerjakan perawat.
1.7 Legalitas Pendidikan Kesehatan dan Informasi bagi Pasien
Hak- hak pasien untuk memperoleh informasi yang cukup mengenai kondisi fisiknya, pengobatan, risiko dan akses untuk informasi tentang pengobatan alternatif diuraikan secara jelas dalam AHA’s Patient’s Bill of Rights (1975). Hak tersebut sebagai bagian dari kode etik kesehatan sehingga dilaksanakan sesuai dengan hukum. Hak pasien untuk memperoleh pendidikan  dan pengajaran juga diatur dalam dalam standar yang diberlakukan oleh badan pemberi akreditasi, seperti Joint Commission on Accredition of Healthcare Organizations (JCAHO), namun standar tersebut tidak diberlakukan seperti hukum.

     


BAB II
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Etika sebagai suatu disiplin ilmu yang menafsirkan prinsip dasar perilaku secara lebih luasdan melakukan diskusi argumentatif mengenai sikap tertentu. Etiket berarti sopan santun. Etis mengacu pada norma atau standar perilaku. Moral mengacu pada sistem nilai internal (“struktur moral” tertentu)byang diperlihatkan melalui perilaku yang etis. Hukum mengacu pada peraturan yang mengatur perilaku atau perbuatan yang diberlakukan dibawah ancaman hukuman, seperti denda, kurungan penjara atau keduanya. Hukum berhubungan erat dengan moral. Prinsip etik merupakan beberapa elemen dasar (basic truth)  yang dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan karakteristis etis. Karakteristik etik terdiri dari otonomi (autonomy), nonmaleficience, beneficence dan justice. Etik legal dalam proses pendidikan kesehatan meliputi aplikasi prinsip etik tersebut dalam melakukan pendidikan kesehatan.
2.2 Saran
            Hendaknya sebagai tenaga medis khususnya perawat memahai etika, etik, moral, hukum ( secara umum etik legal keperawatan) dalam keperawatan yang diaplikasikan dalam setiap tindakan asuhan keperawatan seperti dalam melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien.


DAFTAR PUSTAKA

Bastable, B.S.1999. Perawat sebagai Pendidik Prinsip-prinsip Pengajaran &
            Pembelajaran. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Ristica, O. D., &Widya,J.2014. Prinsip Etika dan Moralitas dalam Pelayanan
            Kebidanan. Yogyakarta: Deepublish.
Sulisno, Madya.2009.Dasar-dasar Etika dalam Praktik Keperawatan dan
            Kebidanan.Semarang: Hasani.



PERBEDAAN PROSES INFEKSI BERBAGAI AGEN INFEKSIUS

TUGAS MATA KULIAH
ILMU DASAR KEPERAWATAN 2
PERBEDAAN PROSES INFEKSI BERBAGAI AGEN INFEKSIUS


Dosen Pengampu :  Ns. Ahmad Pujianto, S.Kp.M.Kes
Kelompok 3 :

Eli Ermawati                22020117120034      
Prita Tiara Febriani     22020117130089
Salsabila Suci P.          22020117140038       
Yuliana Novitasari      22020117140020
Titi Setiyowati            22020117120039        
Anisa Salsabila R.       22020117130065
Risdeninta Alisya P.   22020117130054        
Banatus Sholihah        22020117140008
Suryani Ningsih          22020117130077        
Adinda Dewi S.          22020117140026
Khairul Fata                22020117120010       
Noor Khasanah           22020117130047
Tamara Bella S.           220201171200


A 17.1
DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO



2018Infeksi merupakan peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di dalam tubuh pejamu (Pronggoutomo, 2002). Sedangkan agen infeksius adalah mikroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi. Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain virus, bakteri, jamur, parasit, riketsia, dan clamidia. Masing-masing mikroorganisme memiliki proses infeksi yang berbeda-beda.

A. Proses Infeksi Virus
Proses infeksi virus pada sel dimulai dengan menempelnya virus infektif pada reseptor yang ada di permukaan sel. Ada tidaknya reseptor tersebut pada sel tertentu ditentukan oleh faktor genetik, tingkat diferensiasi sel dan lingkungan sel. Virus poliomielitis misalnya hanya mampu menginfeksi sel hewan primata. Tidak semua sel primata dapat terinfeksi, sel-sel ginjal dan sel-sel otak dapat terinfeksi sementara sel-sel epitel tidak.
            Selanjutnya virus atau genomnya msuk ke dalam sel. Dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen antara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen- komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangbiakan virus ini terjadi pada sitoplasma, inti sel, ataupun membran sel, tergantung pada jenis virusya. Secara umum interaksi sel dan virus dapat diringkas dan digolonkan sebagai berikut :
-          Virus yang akibat efek sitosidalnya atau efek toksisnya menimbulkan banyak kematian sel,
-          Virus yang proses berkembangbiaknya tidak menimbulkan kematian sel langsung tetapi hanya menimbulkan kematian sel langsung tetapi hanya menimbulkan kelainan kecil,
-          Virus yang proses infeksinya mengubah tumbuh kembang sel sehingga sel tumbuh kembang berlebihan, pada keadaan terkhir seringkali proses infeksinya pada mas aawalnya tidak mengganggu fungsi-fungsi sel,


Infeksi Oleh Virus :
a.       Saluran Pernapasan
Banyak virus penyebab penyakit seperti, virus influenza, parainfluenza, virus rubeola dan coronavirus (bersifat setempat). Gejala ditempat lain seperti virus variola, virus varicella bahkan ada yang bersifat tumorik seperti virus papilloma. Pada influenza, proses infeksinya dimulai dari virus yang masuk harus berhadapan dengan Ig A yang mampu menetralisir dan glikoprotein yang mampu menghambat perlekatan virus pada reseptornya Virus-virus yang mampu melampauinya akan berkembangbika pada sel dan merusaknya. Virus-virus yang baru dilepaskan selanjutnya menyerang sel epitel lainnya. Penyebaran ini dibantu cairan transudat. Proses kematian sel menyebabkan saluran napas menjadi lebih rentan terhadap infeksi bakterial.
b.      Saluran Pencernaan
Hanya virus tak berselubung yang masih infektif setelah lewat cairan empedu dan lambung. Virus tersebut hanya menyebabkan penyakit setempat seperti; rotavirus, Norwalk agent, Hawaii agent, pararotavirus. Adapula yang menyebar ketempat lain seperti virus hepatitis dan virus imunodifisiensi manusia. Pada kasus infeksi rotavius, gejala timbul akibat kerusakan sel-sel velii. Akibat kerusakan tersebut terjadi defisiensi enzim-enzim penting seperti disakarida dan gangguan absorpsi garam-garam dan air.
Perkembangbiakkan virus sering juga disebut dengan istilah replikasi. Untuk berkembangbiak, virus memerlukan lingkungan sel yang hidup. Oleh karena itu, virus menginfeksi sel bakteri, sel hewan, sel tumbuhan dan sel manusia. Ada dua macam cara virus menginfeksi bakteri, yaitu secara litik dan secara lisogenik. Pada infeksi secara lisogenik, virus tidak menghancurkan sel, tetapi berintegrasi dengan DNA sel induk. Dengan demikian, virus akan bertambah banyak pada saat sel inang membelah. Pada prinsipnya cara perkembangbiakan virus pada hewan maupun tumbuhan mirip dengan yang berlansung pada bakteriofag seperti yang diuraikan berikut ini.
1.      Infeksi secara litik melalui fase-fase berikut ini:
a.       `Fase Absorpsi
Pada fase Absorpsi, fage melekat di bagian tertentu dari dinding sel bakteri dengan serabut ekornya. Daerah perlekatan itu disebut daerah reseptor, daerah ini khas bagi fage sehingga fage jenis lain tidak dapat melekat di tempat tersebut.
b.       Fase Penetrasi
 Meskipun tidak memilki enzim untuk metabolisme, bakteriofage memiliki enzim lisosom yang berfungsi merusak dinding sel bakteri. Setelah dinding sel bakteri terhidrolisi, maka DNA fage masuk ke dalam sel bakteri
c.        Fase Replikasi dan Sintesis
Pada fase ini, fage merusak DNA bakteri dan menggunakannya sebagai bahan untuk replikasi dan sintesis. Pada fase replikasi, fage menyusun dan memperbanyak DNAnya. Pada fase sintesis, fage membentuk selubung-selubung protein (kapsid) baru. Bagian-bagian fage yang terdiri dari kepala, ekor dan serabut ekor telah terbentuk.
d.      Fase Perakitan
Komponen-komponen fage akan disusun membentuk fage baru yang lengkap dengan molekul DNA dan kapsidnya
e.       Fase Pembebasan atau lisis
Setelah fage dewasa, sel bakteri akan pecah (lisis), sehingga fage yang baru akan keluar. Jumlah virus baru ini dapat mencapai 200 buah. Pembentukkan partikel bakteriofage melalui siklus litik ini memerlukan waktu 20 menit.
2.      Infeksi secara lisogenik Infeksi secara lisogenik melalui fase-fase berikut ini:
a.       Fase Absorpsi dan Infeksi
Pada fase absrpsi dan infeksi peristiwa yang terjadi sama halnya dengan fase absropsi pada infeksi secara litik. Fage menempel di tempat yang tepat yang spesifik pada sel bakteri.
b.      Fase Penetrasi
Pada fase ini, fage melepas enzim lisozim sehingga dinding sel bakteri berlubang. Selanjutnya, DNA fage masuk ke dalam sel bakteri.
c.        Fase Penggabungan
DNA virus bergabung dengan DNA bakteri membentuk profage. Dalam bentuk profage, sebagian besar gen berada dalam fase tidak aktif, tetapi sedikitnya ada satu gen yang selalu aktif. Gen aktif berfungsi untuk mengkode protein reseptor yang berfungsi menjaga agar sebagian gen profage tidak aktif.
d.       Fase Replikasi
Saat profage akan bereplikasi, itu artinya DNA fage juga turut bereplikasi. Kemudian ketika bakteri membelah diri, bakteri menghasilkan dua sel anakan yang masing-masing mengandung profage. DNA fage (dalam profage) akan terus bertambah banyak jika sel bakteri terus menerus membelah. Bakteri lisogenik dapat diinduksi untuk mengaktifkan profagenya. Pengaktifan ini mengakibatkan terjadinya siklus litik.
Perbedaan siklus litik dan lisogenik
No.
Variabel pembeda
Siklus litik
Siklus lisogenik
1.
Kondisi awal bakteri (sel inang)
Non virulen
Virulen
2.
Jumlah tahapan
5 tahapan: adsorbsi, penetrasi, replikasi, perakitan, lisis
lisis 4 tahap: adsorbsi, penetrasi, penggabungan, pembelahan atau replikasi
3
Kelanjutan siklus
Terhenti, karena sel inangnya rusak/mengalami lisis
Dapat dilanjutkan dengan siklus litik jika virulensi bakteri hilang
4.
Kondisi akhir bakteri (sel inang)
Mengalami lisis (mati)
Tidak mengalami lisis (tidak mati)


B.  Proses Infksi Bakteri
            Proses infeksi bakteri dimulai dari, dimana suatu bakteri harus menempel dan melekat pada sel inang biasanya pada sel epitel. Setelah bakteri mempunyai kedudukan yang tetap untuk menginfeksi, mereka mulai memperbanyak diri dan menyebar secara langsung melalui jaringan atau melalui sistem limfatik ke aliran darah. Infeksi ini (bakteremia) dapat berlangsung sementara atupun menetap. Bakteremia mempunyai kesempatan untuk menyebar ke dalam tubuh serta mencapai jaringan yang cocok untuk memperbanyak diri.
Contoh Proses Infeksi Bakteri :
a.       Pneumonia
Pneumococcal pneumonia adalah contoh infeksi S. Pneumoniae dapat dibiakkan dari nasofaring 5-40 %orang sehat. Kadang pneumococcus dari nasofaring diaspirasi ke dalam paru-paru : aspirasi yang paling sering terjadi pada orang yang lemah seperti pada orang yang koma, dimana refleks batuk yang normal hilang. Infeksi berkembang pada rongga udara  terminal paru-paru pada seseorang yang tidak mempunyai antibodi pelindung melawan pneumococcus yang memiliki tipe polisakarida kapsul. Multiplikasi pneumococci bersama dengan inflamasi (keradangan) akan menimbulkan pneumonia. Pneumococci dapat menyebar sehingga menyebabkan infeksi sekunder (misal cairan cerebrospinal, katup jantung, ruang persendian). Komplikasi utama dari pneumococcal pneumonia adalah miningitis, endocarditis dan septic arthritis.
b.      Kolera
Proses infeksi pada kolera meliputi ingesti vibrio cholerae, atraksi khemotaktik bakteri pada epitelium usus, motilitas bakteri dengan flagellum polar tunggal, dan penetrasi lapisan mukus pada permukaan intensial. V. Cholerae tetap tinggal pada permukaan sel epitel dengan diperantai oleh pili dan kemungkinan oleh adhesi lain. Prosuksi toksin kolera mengakibatkan terjadinya aliran kllorida dan air ke dalam lumen usus, menyebabkan diare dan ketidakseimbangan elektrolit.
c.       Pes
Yersinia pestis  adalah bakteri intrasel Gram-negatif- kultatif yang ditularkan oleh gigitan fleabites atau aerosol dan menyebabkan infeksi sistemik yang sangat invasif dan sering mematikan, disebut pes. Pes menyebabkan Pes dapat ditemui di seluruh dunia, terutama di benua Afrika. Sebagian besar penderita pes merupakan penduduk desa, lebih banyak ditemui pada laki – laki, dan dapat terjadi pada semua umur. Pes disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.
Bakteri ini pada awalnya menginfeksi kutu. Ketika kutu menggigit tikus, maka tikus tersebut akan terinfeksi bakteri pes. Dengan demikian,  jika kutu lain menggigit tikus sakit tersebut, maka kutu tersebut juga akan terinfeksi.  Jika kutu – kutu ini menggigit manusia, maka bakteri dalam tubuh kutu akan masuk ke dalam tubuh manusia, mengikuti aliran getah bening dan menyebar melalui sirkulasi darah. Di kelenjar getah bening, bakteri ini menimbulkan reaksi radang berupa bengkak, kemerahan dan nanah. 
Bakteri ini kemudian menyebar melalaui aliran darah ke organ-organ lain seperti limpa, paru-paru, hati, ginjal dan otak. Ketika sampai paru-paru, bakteri ini dapat menyebabkan radang (pneumonia) dan dapat menularkan penyakit kepada orang lain melalui batuk atau bersin. Bakteri yang dibatukkan dapat bertahan di udara dan dapat terhirup oleh orang lain. Pes tidak hanya dapat menginfeksi tikus, namun juga bisa menginfeksi kucing, anjing, dan tupai.
d.      Mikobakteri
Bakteri dalam genus Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batang langsing aerob yang tumbuh membentuk rantai lurus atau bercabang. Mycobacterium  memiliki dinding  sel berlemak  yang terdiri atas asam mikolat yang menyebabkan kuman ini tahan asam, yang membuat bakteri ini asam dan alkohol. Mikobakteri memberi hasil positif lemah pada warna garam.
e.       Kusta
Kusta, atau lepra atau penyakit Hensen, adalah infeksi progresif lambat akibat Mycobacterium leprae, yang mengenai  kulit dan saraf perifer serta menyebabkan deformitas. M. leprae yang terhirup, seperti M. tuberculosis, diserap oleh makrofag alveolus dan menyebar melalui darah, tetapi tumbuh di jaringan yang relatif dingin di kulit dan ekstremitas. Meskipun tidak mudah menular, kusta tetap menyebabkan endemi pada sekitar 10 sampai 15 juta orang yang tinggal di negara miskin di daerah tropis.
Kusta memiliki dua pola penyakit yang mencolok. Pasien dengan bentuk yang lebih ringan, kusta tuberkuloid,memperlihatkan lesi kulit kering berskuama yang mengalami penurunan sensibilitas. Pasien  ini sering memperlihatkan keterlibatan saraf perifer besar yang asimetris. Bentuk kusta yang lebih berat, kusta lepromatosa, menyebabkan pembentukkan nodul dan penebalan kulit yang simetris. Bentuk ini juga disebut sebagai Ikusta lempromatosa, menyebabkan pembentukkan nodul dan penebalan kulit yang simetris.
f.       Sifilis
Sifilis, atau dikenal juga dengan raja singa, adalah penyakit infeksi menular seksual yang bersifat kronis. Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum. Sifilis dapat menyerang organ-organ dalam tubuh seperti jantung, otak dan susunan saraf. Penyakit sifilis dapat menyerang laki-laki maupun wanita, dan segala usia.
Penyakit sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Penyebaran penyakit terjadi melalui sentuhan langsung dengan luka yang mengandung Treponema pallidum, seperti melalui hubungan seksual yang tidak aman ataupun kontak fisik lainnya, seperti menyentuh luka pada penderita sifilis atau menggunakan pakaian bergantian tanpa dicuci terlebih dahulu.
Hubungan seksual tidak aman yang dimaksud seperti berhubungan dengan PSK (Pekerja Seks Komersil) yang sudah terlebih dahulu terinfeksi, atau berganti-ganti pasangan seksual. Hubungan seksual yang dimaksud tidak hanya lewat vagina, namun juga bisa melalui mulut, anus, ataupun jari. Berciuman juga dapat menularkan sifilis bila pada kedua pasangan terdapat luka pada mulutnya dan salah satunya sudah terinfeksi sifilis. Tanpa hubungan seksualpun, penyakit sifilis dapat menular melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi dengan bakteri sifilis.
Sifilis dapat ditularkan langsung dari ibu yang sedang hamil ke janin yang dikandungnya, namun sifilis bukanlah penyakit keturunan. Sifilis dapat menular juga melalui transfusi darah yang tidak steril.
Media Infeksi Bakteri
1.      Melalui makanan atau minuman
infeksi yang disebabkan oleh bakteri lebih sering ditularkan melalui makan atau minuman yang dikonsumsi manusia. Akibatnya jika tertelan bakteri melalui makanan atau air yang kotor tersebut manusia dapat menderita berbagai macam penyakit yang menyerang pencernaan.
2.      Melalui kontak langsung
Bersentuhan secara langsung dapat menularkanbakteri antara orang yang satu dengan orang yang lain. Berhubungan seksual dengan orang yang memiliki bakteri tersebut juga dapat beresiko terkena bakteri.
3.      Melalui luka
Luka pada bagian tubuh tertentu dapat menjadi akses masuknya bakteri bakteri ke dalam tubuh kita.
4.      Melalui transfusi darah dan jarum suntik
Penggunaan jarum suntik pada saat melakukan transfusi darah baiknya menjadi satu hal yang yang penting untuk diperhatikan, karena apabila saat melakukan transfuse darah jarum suntik tersebut tidak diganti maka resiko untuk tertular bakteri semakin besar.
5.      Melalui udara
Melalui udara, pelepasan bakteri melalui bersin, nafas, dan ludah. jika udara yang mengandung bakteri terhirup oleh orang yang sehat kemungkinan akan menjadi penularan penyakit melalui pernafasan.
6.      Melalui plasenta atau infeksi bawaan
Infeksi terjadi akibat beberapa jenis potogen yang mampu melewati penghalang plasenta, sehingga bisa menginfeksi janin yang ada didalam kandungan. infeksi tersebut mempunyai resiko berbagai kelainan-kelainan yang mungkin terjadi pada bayi/kelainan bawaaan.
C.  Proses Infksi Jamur
Pada keadaan normal kulit memiliki daya tangkis yang baik terhadap kuman dan jamur karena adanya lapisan lemak pelindung dan terdapatnya flora bakteri yang memelihara suatu keseimbangan biologis. Akan tetapi bila lapisan pelindung tersebut rusak atau keseimbangan mikroorganisme terganggu, maka spora-spora dan fungi dapat dengan mudah mengakibatkan infeksi. Terutama pada kulit yang lembab, misalnya tidak dikeringkan dengan baik setelah mandi, karena keringat, dan menggunakan sepatu tertutup.Penularan terjadi oleh spora-spora yang dilepaskan penderita mikosisbersamaan dengan serpihan kulit. Spora ini terdapat dimana-mana, seperti di tanah, debu rumah dan juga di udara, di lingkungan yang panas dan lembab, dan di tempat dimana banyak orang berjalan tanpa alas kaki, infeksi dengan spora paling sering terjadi misalnya di kolam renang, spa, ruang olahraga, kamar ganti pakaian, dan kamar mandi.
Kulit manusia memiliki lapisan pelindung yang terdapat flora bakteri, lapisan tersebut dalam keadaan normal dapat memelihara dan menjaga keseimbangan biologis kulit yang menyebabkan kulit memiliki daya tangkis terhadap jamur dan kuman. Mekanisme infeksi jamur sebagai berikut.
1.      Tahap Inkubasi
Ketika lapisan pelindung tersebut rusak atau keseimbangan mikroorganisme terganggu, maka spora-spora dan fungi dapat dengan mudah mengakibatkan infeksi pada kulit manusia terutama pada kulit yang lembab.
Beberapa aktivitas yang menyebabkan kulit menjadi lembab adalah kulit tubuh yang tidak dikeringkan dengan baik setelah mandi, berkeringat, dan menggunakan sepatu tertutup. Penularan jamur terjadi oleh spora-spora yang dilepaskan penderita mikosis bersamaan dengan serpihan kulit. Spora ini terdapat dimana-mana, seperti di tanah, debu rumah dan juga di udara, di lingkungan yang panas dan lembab, dan di tempat dimana banyak orang berjalan tanpa alas kaki. Infeksi dengan spora paling sering terjadi misalnya di kolam renang, spa, ruang olahraga, kamar ganti pakaian, dan kamar mandi.
2.      Tahap Produmal
Setelah terjadi infeksi, spora tumbuh menjadi mycellium dengan menggunakan serpihan kulit sebagai makanan.
3.      Tahap Sakit
Benang mycellium menyebar ke seluruh arah sehingga lokasi infeksi meluas. Enzim yang dimiliki fungi menembus ke bagian dalam kulit dan mengakibatkan suatu reaksi peradangan. Peradangan tersebut terlihat seperti bercak-bercak merah bundar dengan batas-batas tajam yang melepaskan serpihan kulit sehingga menimbulkan rasa gatal-gatal dikulit.
D.  Proses Infeksi Parasit
Penularan penyakit parasitik terjadi karena stadium infektif berpindah dari satu hospes ke hospes yg lain. Parasit menginvasi imunitas protektif dengan mengurangi imunogenisitas dan menghambat respon imun host:
1.      Parasit mengubah permukaan antigen mereka selama siklus hidup dalam host vertebrata
2.      Menjadi resisten terhadap mekanisme efektor imun selama berada dalam host
3.      Parasit protozoa dapat bersembunyi dari sistem imun dengan hidup di dalam sel host atau membentuk kista yang resisten terhadap efektor imun. Dan kemudian parasit menyembunyikan mantel antigeniknya secara spontan ataupun setelah terikat pada antibodi spesifik.
4.      Lalu parasit menghambat respon imun dengan berbagai mekanisme untuk masing-masing parasit.


Parasit dapat berpindah ke hospes lain dengan cara:
a.       Hand to mouth
b.      Dibawa oleh vektor (binatang penular): nyamuk
c.       Dibawa oleh hospes perantara :
·         Siput
·         Ikan
·         Sapi/babi
Stadium infektif dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara:
1.  Kontaminasi makanan dan minuman
2. Kontaminasi kulit atau selaput lendir
3. Gigitan serangga
E.  Proses Infeksi Riketsia
Rickettsiiosis ditularkan melalui gigitan serangga pada kulit, hanya penyebab Q fever  yang ditularkan leawat udara (air borne),sehingga pada penyakit ini tidak ditemukan kelainan kulit. Beberapa jenis mamalia dan athropoda merupakan hospes alam untuk rickettsia, bahkan yang terakhir dapat bertindak sebagai vektor dan resevoir. Infeksi pada manusia hanya bersifat insidentil, kecuali pada tifus epidemik yang vektor utamanya kutu manusia juga, yaitu Pediculus vestimenti.
Riketsia mempunyai enzim yang penting untuk metabolisme. Dapat mengoksidasi asam piruvat, suksinat, dan glutamat serta merubah asam glutamat menjadi asam aspartat.Riketsia tumbuh dalam berbagai bagian dari sel. Riketsia prowazekii dan Riketsia typhi tumbuh dalam sitoplasma sel. Sedangkan golongan penyebab spotted fever tumbuh di dalam inti sel. Riketsia dapat tumbuh subur jikametabolisme sel hospes dalam tingkat yang rendah, misalnya dalam telur bertunas pada suhu 32o C. Pada umumnya riketsia dapat dimatikan dengan cepat pada pemanasan dan pengeringan atau oleh bahan-bahan bakterisid. Riketsia memasuki sel inang dengan menginduksi fagositosis, lalu segera lolos dari fagosom untuk tumbuh dan berkembang biak di dalam sitoplasma (atau nukleus) sel inang. Sel inang biasanya akan lyse pada akhirnya, menyebabkan pelepasan organisme baru. Sel inang juga dirugikan oleh efek racun dari dinding sel.  Tahap-tahap infeksi:
1.      Riketsia typhi memperoleh bahan makanan dari darah yang diambil dari spesies inang lalu masuk dan tumbuh didalam sel epitel usus dari kutu dan keluar bersama dengan tinja yang dikeluarkan kutu
2.      Riketsia typhi yang beradapada tinja dari kutu tersebut menjangkiti tikus dan manusia melalui inokulasi intrakutan dengan penggarukan kulit, atau perpindahan oleh jari kedalam membran lendir.
3.      Riketsia typhi tidak menyebar secara efektif ke sel-sel lainnya sampai pembelahan binernya telah selesai, yang pada akhirnya membuat sel inang retak dan pecah serta membebaskan sejumlah besar riketsia typhi.
4.      Penggandaan diri inilah yang menyebabkan kehancuran sel endothelial yang selanjutnya mengakibatkan kerusakan organ, jaringan, dan kehilangan darah.

a.       Gambaran Patologi
 Rickettsia berkembangbiak di dalam sel endotel pembuluh darah kecil. Sel membengkak dan nekrosis, terjadi trombosis pembuluh darah yang dapat mengakibatkan ruptur dan nekrosis. Di kulit nampak nyata adanya lesi vaskuler. Vaskulitis yang terjadi pada bebrapa organ merupakan dasar terjadinya gangguan hemostatik. Dalam jaringan otak dapat ditemukan penumpukan limfosit, leukosit, polimorfonuklear dan makrofag yang bertalian dengan kelainan pembuluh darah pada mas akelabu. Kelainan ini disebut nodul tifus. Pada pembuluh darah kecil jantung dan organ-organ lainnyapun dapat terkena kelainan yang serupa.
b.      Imunitas
Infeksi rickettsia pada manusia diikuti dengan timbulnya kekebalan yang tidak lengkap (hanya sebagian) terhadap infeksi yang berasal ari suatu sumber luar. Selain itu seringkali terjadi relaps. Dalam suatu  biakan sel makrofag, ricketttsia juga difagositosis dan selanjutnya dapat berkembang baik intraseluler meskipun ada antibodi. Jika kedalamnya dimasukkan limfosit yang berasal dari inatang yang telah kebal, maka pembiakan tersebut akan terhenti.
c.       Gambaran Klinik
Semua infeksi rickettsia ditandai dengan adanya demam, sakit kepala, malaise, lesu, kelainan dikulit (skin rash), pembesaran limpa dan hati, hanya pada Q  fever tidak disertai adanya kelainan dikulit. Kadang-kadang disertai dengan adanya pendarahan di baeah kulit. Pada kasus-kasus yang berat dapat dijumpai gejala stupor, delirium dan bahkan shock atau bercak-bercak gangren di kulit atau jaringan subkutan. Mortalitasnya sangat variabel, mulai kurang 1 % sampai stinggi 90 %. Setelah sembuh pada umumnya timbul kekebalan. Masa tunas antara 1 smpai 4 minggu.
d.      Penyakit yang disebabkan infeksi Rickettsia
1.      Golongan Tifus
Rickettsia penyebab tifus epidemik dan tifus endemik, yaitu Rickettsia prowazekii dan Rickettsia typhi. Kuman ini berkembangbiak didalam sitoplasma sel hospes. Penyakit yang ditimbulkan disebut demam tifus. Masa tunas antara 5-18 hari. Pada dasarnya gambaran klinik demam tifus sama, hanya tifus endemik gejala penyakitnya lebih ringan jika dibandingkan dengan tifus epidemik dan jarang berakibat fatal.
2.      Golangan Spotted Fever
Golongan ini termasuk penyakit demam oleh rickettsia yang sulit dibedakan dari penyebab golongan tifus, tetapi dapat berkembang biak di dalam sitoplasma ataupun inti sel hospes. Penyakitnya terutama ditularkan oleh sengkenit (tick) dan bukan oleh kutu atau pinjal. Dalam tubuh sengkenit, kuman tersebar di seluruh organ, termasuk ovarium dan kelenjar ludah, sehingga dapat terjadi transmisi secara transovarium dan lewat air ludah. Jadi selain sebagi vektor, sengkenit juga berfungsi sebagai reservoir primer.
3.      Golongan Demam Semak
Demam semak atau scrub typus disebabkan oleh Rickettsia nipponica. Penyakit ini ditularkan oleh tungau trombiculid dalam stadium larva (chigger). Tungau dapat berfungsi sebagai vektor dan reservoir sekaligus. Gejala penyakit menyerupai tyfus endemik. Sering ditemukan limfositosis dan limfadenopati, 1-2 minggu setelah gigitan larva infeksius, timbul demam, menggigil, dan sakit kepala hebat. Beberapa hari berikutnya timbul kelainan di kulit dan pneumonitis.
4.      Demam query (Q fever)
Demam ini disebabkan oleh Coxiella burnetii  yang termasuk keluarga rickettsiaceae. Berbeda dengan rickketsia lainnya karena dapat tahan hidup di luar sel hospes, penularan pada manusia lewat gigitan serangga, gejala penyakit yangditimbulkan berupa pneumonitis tanpa kelainan kulit, dan tidak menimbulkan antibodi terhadap Proteus strain OX. Penyakit yang ditimbulkan berlangsung secara mendadak, demam dan menggigil tanpa kelainan kulit.
5.      Demam Parit (trench fever)
Demam ini disebut juga demam lima hari yang disebabkan oleh Rochalimaea quintana berbeda dengan rickettsia lainnya karena tidak dapat dikembangbiakkan dalam binatang percobaan biasa, biakan sel ataupun dalam telur bertunas, tetapi dapat tumbuh dalam agar darah dengan suasana udara kadar CO2 10 %. Tidak dikenal adanya binatang sebagi reservior. Ditularkan oleh kutu manusia lewat tinja yang dikeluarkannya. Kuman berkembangbiak di dalam lumen usus buka di dalam sel epitel usus. Siklus infeksi hanya terbatas pada kutu manusia. Demam ini berlangsung secara mendadak dan hilang timbbul dengan siklus 3-5 hari. Gejala lainnya berupa sakit kepala, malaise, nyeri otot dan nyeri tulang, terutama di daerah tulang kering.
D.  Proses Infeksi Klamida
Infeksi kronik klamidia dapat memicu kerusakan tuba yang dari beberapa penelitian in vitro diperkirakan dapat diakibatkan oleh:
1.      Badan elementer Klamidia trakomatis yang terdapat pada semen pria yang terinfeksi menularkan ke perempuan pasangan seksualnya.
2.      Klamidia naik ke traktus reproduksi wanita dan menginfeksi sel epitel padatuba falopii.
3.      Didalam sel badan elementer berubah menjadi badan retikulat dan mulai untuk bereplikasi.
4.      Jalur apoptosis dihambat,yang menyebabkan sel yang terinfeksi dapat bertahan.
5.      .Ketika jumlah badan elementer mencapai tingkat densitas tertentu, maka badan elementer tersebut akan terlepas darisel epitel dan menginfeksi sel disebelahnya.
6.      Badan elementer ekstaseluler akan mengaktivasi sistem imun berupa dipro
duksinya dan sitokin-sitokin proinflamasi lainnya.
7.      Respon imun akan menurunkan jumlah badan elementer dan menghambat replikasi intraseluler dari badan retikulat.
8.      Interupsi replikasi badan retikulat menyebabkan klamidia tetap ada dalam bentuk intaseluler sehingga dapat menimbulkan respon imun yang bersifat destrruksif. Pada bentuk persisten ini, potein-60 (CHSP60) dilepaskan, yang dapat menyebabkan respon inflamasi.
9.      Ketika jumlah badan elementer berada di bawah kadar kritis tertentu
maka aktivasi sistem imun berhenti dan replikasi badan retikulat mulai kembali.
10.  Perubahan siklus infeksi badan elementer dengan destruksi dari sel epitel baru dan persisten dalam intaseluler dengan pelepasan CHSP60 menyebabkan pembentukkan jaringan parut dan merusak patensi tuba falopii.

E. Perbedaan Proses Infeksi Berbagai Agen Infeksius
Tubuh memiliki benteng terhadap infeksi yang tersebar di seluruh jaringan dan mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh. Benteng pertama diperankan oleh kulit yang utuh, membran mukosa permukaan dan sekret yang diproduksi. Contohnya lisozym air mata merusak peptidoglikan dinding bakteri.
Agen penyebab infeksi terdiri dari virus, bakteri, jamur, parasit, riketsia, dan clamidia. Infeksi virus yang menyebabkan penyakit umumnya digolongkan ke dalam sistem organ yang terkena, seperti infeksi virus pernapasan, bentuk kelainan klinik yang di timbulkan seperti virus yang menyebabkan eksastema, dan sifat infeksi infeksi laten virus. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri sering terjadi bersamaan dengan adanya rasa sakit, nyeri, atau borok pada bagian tubuh. Ada waktu saat sistem kekebalan tubuh tidak dapat menyingkirkan suatu infeksi bakteri. Masing-masing faktor penyebab memiliki karakteristik tersendiri. Jamur menimbulkan infeksi umumnya terjadi di kulit. Infeksi jamur lebih cenderung mengenai daerah-daerah yang sering berkeringat dan lembab, seperti muka, badan, kaki, lipatan paha, dan lengan. Parasit yang terdiri dari vermes dan protozoa menimbulkan infeksi melalui kontak langsung maupun tidak langsung.





DAFTAR PUSTAKA
Kirk, L. S. V., Hayes, S. F.,& Heinzen, R. A. (2000). Ultrastructure of Rickettsia Rickettsii Actin Tails and Localization of Cytoskeletal Proteins: Review literatur. Infection and Immunity Journal. Vol 68,No. 8 : 4706-4713
Maftukhah, M. (2011). Agen infeksius, faktor yang mempengaruhi, dan perbedaan proses infeksi. Di akses pada 19 Februari 2018, dari  https://www.scribd.com/doc/55932944/Agen-Infeksius.
Pringgoutomo, S., Himawan, S. & Tjarta, A. (2012). Buku AjarPatologi I (Umum). Jakarta: Sagung Seto.
Staf Pengajar FK UI. (1993). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara

 Tamboyong J (2000) Patofisiologi. Jakarta: Kedokteran EGC

Novel Bahasa Jawa "Tresno Waranggono"

                                                                           Tresno Waranggono “ Theng-theng” swara bel muni, kang tandane w...