TUGAS MATA KULIAH
ILMU DASAR KEPERAWATAN 2
PERBEDAAN PROSES INFEKSI BERBAGAI
AGEN INFEKSIUS
Dosen Pengampu : Ns. Ahmad Pujianto, S.Kp.M.Kes
Kelompok 3 :
Eli Ermawati
22020117120034
Prita Tiara Febriani 22020117130089
Salsabila Suci P. 22020117140038
Yuliana Novitasari 22020117140020
Titi Setiyowati 22020117120039
Anisa Salsabila R. 22020117130065
Risdeninta Alisya P. 22020117130054
Banatus
Sholihah 22020117140008
Suryani Ningsih 22020117130077
Adinda Dewi S. 22020117140026
Khairul Fata 22020117120010
Noor Khasanah 22020117130047
Tamara Bella S. 220201171200
A 17.1
DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
2018Infeksi merupakan
peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di dalam tubuh pejamu
(Pronggoutomo, 2002). Sedangkan agen infeksius adalah mikroorganisme yang dapat
menimbulkan infeksi. Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara
lain virus, bakteri, jamur, parasit, riketsia, dan clamidia. Masing-masing
mikroorganisme memiliki proses infeksi yang berbeda-beda.
A. Proses Infeksi Virus
Proses
infeksi virus pada sel dimulai dengan menempelnya virus infektif pada reseptor
yang ada di permukaan sel. Ada tidaknya reseptor tersebut pada sel tertentu
ditentukan oleh faktor genetik, tingkat diferensiasi sel dan lingkungan sel.
Virus poliomielitis misalnya hanya mampu menginfeksi sel hewan primata. Tidak
semua sel primata dapat terinfeksi, sel-sel ginjal dan sel-sel otak dapat
terinfeksi sementara sel-sel epitel tidak.
Selanjutnya virus atau genomnya msuk
ke dalam sel. Dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk
komponen-komponennya, baik komponen antara maupun komponen struktural virus. Setelah
komponen- komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses
perkembangbiakan virus ini terjadi pada sitoplasma, inti sel, ataupun membran
sel, tergantung pada jenis virusya. Secara umum interaksi sel dan virus dapat
diringkas dan digolonkan sebagai berikut :
-
Virus yang akibat efek
sitosidalnya atau efek toksisnya menimbulkan banyak kematian sel,
-
Virus yang proses
berkembangbiaknya tidak menimbulkan kematian sel langsung tetapi hanya
menimbulkan kematian sel langsung tetapi hanya menimbulkan kelainan kecil,
-
Virus yang proses
infeksinya mengubah tumbuh kembang sel sehingga sel tumbuh kembang berlebihan,
pada keadaan terkhir seringkali proses infeksinya pada mas aawalnya tidak
mengganggu fungsi-fungsi sel,
Infeksi Oleh Virus :
a. Saluran
Pernapasan
Banyak virus penyebab penyakit seperti,
virus influenza, parainfluenza, virus rubeola dan coronavirus (bersifat
setempat). Gejala ditempat lain seperti virus variola, virus varicella bahkan
ada yang bersifat tumorik seperti virus papilloma. Pada influenza, proses
infeksinya dimulai dari virus yang masuk harus berhadapan dengan Ig A yang
mampu menetralisir dan glikoprotein yang mampu menghambat perlekatan virus pada
reseptornya Virus-virus yang mampu melampauinya akan berkembangbika pada sel dan
merusaknya. Virus-virus yang baru dilepaskan selanjutnya menyerang sel epitel
lainnya. Penyebaran ini dibantu cairan transudat. Proses kematian sel
menyebabkan saluran napas menjadi lebih rentan terhadap infeksi bakterial.
b. Saluran
Pencernaan
Hanya virus tak berselubung yang masih
infektif setelah lewat cairan empedu dan lambung. Virus tersebut hanya
menyebabkan penyakit setempat seperti; rotavirus, Norwalk agent, Hawaii agent,
pararotavirus. Adapula yang menyebar ketempat lain seperti virus hepatitis dan
virus imunodifisiensi manusia. Pada kasus infeksi rotavius, gejala timbul
akibat kerusakan sel-sel velii. Akibat kerusakan tersebut terjadi defisiensi
enzim-enzim penting seperti disakarida dan gangguan absorpsi garam-garam dan
air.
Perkembangbiakkan
virus sering juga disebut dengan istilah replikasi. Untuk berkembangbiak, virus
memerlukan lingkungan sel yang hidup. Oleh karena itu, virus menginfeksi sel
bakteri, sel hewan, sel tumbuhan dan sel manusia. Ada dua macam cara virus
menginfeksi bakteri, yaitu secara litik dan secara lisogenik. Pada infeksi
secara lisogenik, virus tidak menghancurkan sel, tetapi berintegrasi dengan DNA
sel induk. Dengan demikian, virus akan bertambah banyak pada saat sel inang
membelah. Pada prinsipnya cara perkembangbiakan virus pada hewan maupun
tumbuhan mirip dengan yang berlansung pada bakteriofag seperti yang diuraikan
berikut ini.
1. Infeksi
secara litik melalui fase-fase berikut ini:
a. `Fase Absorpsi
Pada
fase Absorpsi, fage melekat di bagian tertentu dari dinding sel bakteri dengan
serabut ekornya. Daerah perlekatan itu disebut daerah reseptor, daerah ini khas
bagi fage sehingga fage jenis lain tidak dapat melekat di tempat tersebut.
b. Fase Penetrasi
Meskipun tidak memilki enzim untuk
metabolisme, bakteriofage memiliki enzim lisosom yang berfungsi merusak dinding
sel bakteri. Setelah dinding sel bakteri terhidrolisi, maka DNA fage masuk ke
dalam sel bakteri
c. Fase Replikasi dan Sintesis
Pada
fase ini, fage merusak DNA bakteri dan menggunakannya sebagai bahan untuk
replikasi dan sintesis. Pada fase replikasi, fage menyusun dan memperbanyak
DNAnya. Pada fase sintesis, fage membentuk selubung-selubung protein (kapsid)
baru. Bagian-bagian fage yang terdiri dari kepala, ekor dan serabut ekor telah
terbentuk.
d. Fase
Perakitan
Komponen-komponen
fage akan disusun membentuk fage baru yang lengkap dengan molekul DNA dan
kapsidnya
e. Fase
Pembebasan atau lisis
Setelah
fage dewasa, sel bakteri akan pecah (lisis), sehingga fage yang baru akan
keluar. Jumlah virus baru ini dapat mencapai 200 buah. Pembentukkan partikel
bakteriofage melalui siklus litik ini memerlukan waktu 20 menit.
2. Infeksi
secara lisogenik Infeksi secara lisogenik melalui fase-fase berikut ini:
a. Fase
Absorpsi dan Infeksi
Pada
fase absrpsi dan infeksi peristiwa yang terjadi sama halnya dengan fase
absropsi pada infeksi secara litik. Fage menempel di tempat yang tepat yang
spesifik pada sel bakteri.
b. Fase
Penetrasi
Pada
fase ini, fage melepas enzim lisozim sehingga dinding sel bakteri berlubang.
Selanjutnya, DNA fage masuk ke dalam sel bakteri.
c. Fase Penggabungan
DNA
virus bergabung dengan DNA bakteri membentuk profage. Dalam bentuk profage,
sebagian besar gen berada dalam fase tidak aktif, tetapi sedikitnya ada satu
gen yang selalu aktif. Gen aktif berfungsi untuk mengkode protein reseptor yang
berfungsi menjaga agar sebagian gen profage tidak aktif.
d. Fase Replikasi
Saat
profage akan bereplikasi, itu artinya DNA fage juga turut bereplikasi. Kemudian
ketika bakteri membelah diri, bakteri menghasilkan dua sel anakan yang
masing-masing mengandung profage. DNA fage (dalam profage) akan terus bertambah
banyak jika sel bakteri terus menerus membelah. Bakteri lisogenik dapat
diinduksi untuk mengaktifkan profagenya. Pengaktifan ini mengakibatkan
terjadinya siklus litik.
Perbedaan
siklus litik dan lisogenik
No.
|
Variabel pembeda
|
Siklus litik
|
Siklus lisogenik
|
1.
|
Kondisi awal bakteri (sel inang)
|
Non virulen
|
Virulen
|
2.
|
Jumlah tahapan
|
5 tahapan: adsorbsi, penetrasi, replikasi,
perakitan, lisis
|
lisis 4 tahap: adsorbsi, penetrasi, penggabungan,
pembelahan atau replikasi
|
3
|
Kelanjutan siklus
|
Terhenti, karena sel inangnya rusak/mengalami lisis
|
Dapat dilanjutkan dengan siklus litik jika virulensi
bakteri hilang
|
4.
|
Kondisi akhir bakteri (sel inang)
|
Mengalami lisis (mati)
|
Tidak mengalami lisis (tidak mati)
|
B. Proses Infksi Bakteri
Proses infeksi bakteri dimulai dari,
dimana suatu bakteri harus menempel dan melekat pada sel inang biasanya pada
sel epitel. Setelah bakteri mempunyai kedudukan yang tetap untuk menginfeksi,
mereka mulai memperbanyak diri dan menyebar secara langsung melalui jaringan
atau melalui sistem limfatik ke aliran darah. Infeksi ini (bakteremia) dapat
berlangsung sementara atupun menetap. Bakteremia mempunyai kesempatan untuk
menyebar ke dalam tubuh serta mencapai jaringan yang cocok untuk memperbanyak
diri.
Contoh Proses Infeksi Bakteri :
a. Pneumonia
Pneumococcal pneumonia adalah contoh
infeksi S. Pneumoniae dapat dibiakkan
dari nasofaring 5-40 %orang sehat. Kadang pneumococcus dari nasofaring
diaspirasi ke dalam paru-paru : aspirasi yang paling sering terjadi pada orang
yang lemah seperti pada orang yang koma, dimana refleks batuk yang normal
hilang. Infeksi berkembang pada rongga udara
terminal paru-paru pada seseorang yang tidak mempunyai antibodi
pelindung melawan pneumococcus yang memiliki tipe polisakarida kapsul.
Multiplikasi pneumococci bersama dengan inflamasi (keradangan) akan menimbulkan
pneumonia. Pneumococci dapat menyebar sehingga menyebabkan infeksi sekunder
(misal cairan cerebrospinal, katup jantung, ruang persendian). Komplikasi utama
dari pneumococcal pneumonia adalah miningitis, endocarditis dan septic
arthritis.
b. Kolera
Proses infeksi pada kolera meliputi
ingesti vibrio cholerae, atraksi khemotaktik bakteri pada epitelium usus,
motilitas bakteri dengan flagellum polar tunggal, dan penetrasi lapisan mukus
pada permukaan intensial. V. Cholerae tetap
tinggal pada permukaan sel epitel dengan diperantai oleh pili dan kemungkinan
oleh adhesi lain. Prosuksi toksin kolera mengakibatkan terjadinya aliran
kllorida dan air ke dalam lumen usus, menyebabkan diare dan ketidakseimbangan
elektrolit.
c. Pes
Yersinia
pestis adalah bakteri
intrasel Gram-negatif- kultatif yang ditularkan oleh gigitan fleabites atau
aerosol dan menyebabkan infeksi sistemik yang sangat invasif dan sering
mematikan, disebut pes. Pes menyebabkan Pes dapat ditemui
di seluruh dunia, terutama di benua Afrika. Sebagian besar penderita pes
merupakan penduduk desa, lebih banyak ditemui pada laki – laki, dan dapat
terjadi pada semua umur. Pes disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia
pestis.
Bakteri
ini pada awalnya menginfeksi kutu. Ketika kutu menggigit tikus, maka tikus tersebut
akan terinfeksi bakteri pes. Dengan demikian, jika kutu lain
menggigit tikus sakit tersebut, maka kutu tersebut juga akan
terinfeksi. Jika kutu – kutu ini menggigit manusia, maka bakteri
dalam tubuh kutu akan masuk ke dalam tubuh manusia, mengikuti aliran getah
bening dan menyebar melalui sirkulasi darah. Di kelenjar getah bening, bakteri
ini menimbulkan reaksi radang berupa bengkak, kemerahan dan nanah.
Bakteri
ini kemudian menyebar melalaui aliran darah ke organ-organ lain seperti limpa,
paru-paru, hati, ginjal dan otak. Ketika sampai paru-paru, bakteri ini dapat
menyebabkan radang (pneumonia) dan dapat menularkan penyakit kepada
orang lain melalui batuk atau bersin. Bakteri yang dibatukkan dapat bertahan di
udara dan dapat terhirup oleh orang lain. Pes tidak hanya dapat menginfeksi
tikus, namun juga bisa menginfeksi kucing, anjing, dan tupai.
d.
Mikobakteri
Bakteri
dalam genus Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batang langsing aerob yang
tumbuh membentuk rantai lurus atau bercabang. Mycobacterium memiliki
dinding sel berlemak yang terdiri atas asam mikolat yang
menyebabkan kuman ini tahan asam, yang membuat bakteri ini asam dan alkohol.
Mikobakteri memberi hasil positif lemah pada warna garam.
e.
Kusta
Kusta,
atau lepra atau penyakit Hensen, adalah infeksi progresif lambat akibat Mycobacterium
leprae, yang mengenai kulit dan saraf perifer serta
menyebabkan deformitas. M. leprae yang terhirup, seperti M.
tuberculosis, diserap oleh makrofag alveolus dan menyebar melalui darah,
tetapi tumbuh di jaringan yang relatif dingin di kulit dan ekstremitas.
Meskipun tidak mudah menular, kusta tetap menyebabkan endemi pada sekitar 10
sampai 15 juta orang yang tinggal di negara miskin di daerah tropis.
Kusta
memiliki dua pola penyakit yang mencolok. Pasien dengan bentuk yang lebih
ringan, kusta tuberkuloid,memperlihatkan lesi kulit kering
berskuama yang mengalami penurunan sensibilitas. Pasien ini sering
memperlihatkan keterlibatan saraf perifer besar yang asimetris. Bentuk kusta
yang lebih berat, kusta lepromatosa, menyebabkan pembentukkan
nodul dan penebalan kulit yang simetris. Bentuk ini juga disebut sebagai Ikusta
lempromatosa, menyebabkan pembentukkan nodul dan penebalan kulit yang
simetris.
f.
Sifilis
Sifilis,
atau dikenal juga dengan raja singa, adalah penyakit infeksi menular seksual
yang bersifat kronis. Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum.
Sifilis dapat menyerang organ-organ dalam tubuh seperti jantung, otak
dan susunan saraf. Penyakit sifilis dapat menyerang laki-laki maupun
wanita, dan segala usia.
Penyakit
sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Penyebaran
penyakit terjadi melalui sentuhan langsung dengan luka yang
mengandung Treponema pallidum, seperti melalui hubungan
seksual yang tidak aman ataupun kontak fisik lainnya, seperti menyentuh luka
pada penderita sifilis atau menggunakan pakaian bergantian tanpa dicuci
terlebih dahulu.
Hubungan
seksual tidak aman yang dimaksud seperti berhubungan dengan PSK (Pekerja Seks
Komersil) yang sudah terlebih dahulu terinfeksi, atau berganti-ganti pasangan
seksual. Hubungan seksual yang dimaksud tidak hanya lewat vagina, namun juga
bisa melalui mulut, anus, ataupun jari. Berciuman juga dapat menularkan sifilis
bila pada kedua pasangan terdapat luka pada mulutnya dan salah satunya sudah
terinfeksi sifilis. Tanpa hubungan seksualpun, penyakit sifilis dapat menular
melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi dengan bakteri sifilis.
Sifilis
dapat ditularkan langsung dari ibu yang sedang hamil ke janin yang
dikandungnya, namun sifilis bukanlah penyakit keturunan. Sifilis dapat menular
juga melalui transfusi darah yang tidak steril.
Media Infeksi Bakteri
1.
Melalui
makanan atau minuman
infeksi yang disebabkan
oleh bakteri lebih sering ditularkan melalui makan atau minuman yang dikonsumsi
manusia. Akibatnya jika tertelan bakteri melalui makanan atau air yang kotor
tersebut manusia dapat menderita berbagai macam penyakit yang menyerang
pencernaan.
2.
Melalui
kontak langsung
Bersentuhan secara
langsung dapat menularkanbakteri antara orang yang satu dengan orang yang lain.
Berhubungan seksual dengan orang yang memiliki bakteri tersebut juga dapat
beresiko terkena bakteri.
3.
Melalui
luka
Luka pada bagian tubuh
tertentu dapat menjadi akses masuknya bakteri bakteri ke dalam tubuh kita.
4.
Melalui
transfusi darah dan jarum suntik
Penggunaan jarum suntik
pada saat melakukan transfusi darah baiknya menjadi satu hal yang yang penting
untuk diperhatikan, karena apabila saat melakukan transfuse darah jarum suntik
tersebut tidak diganti maka resiko untuk tertular bakteri semakin besar.
5.
Melalui
udara
Melalui
udara, pelepasan bakteri melalui bersin, nafas, dan ludah. jika udara yang
mengandung bakteri terhirup oleh orang yang sehat kemungkinan akan menjadi
penularan penyakit melalui pernafasan.
6.
Melalui plasenta atau
infeksi bawaan
Infeksi terjadi akibat
beberapa jenis potogen yang mampu melewati penghalang plasenta, sehingga bisa
menginfeksi janin yang ada didalam kandungan. infeksi tersebut mempunyai resiko
berbagai kelainan-kelainan yang mungkin terjadi pada bayi/kelainan bawaaan.
C. Proses Infksi Jamur
Pada keadaan normal kulit memiliki
daya tangkis yang baik terhadap kuman dan jamur karena adanya lapisan lemak
pelindung dan terdapatnya flora bakteri yang memelihara suatu keseimbangan
biologis. Akan tetapi bila lapisan pelindung tersebut rusak atau keseimbangan
mikroorganisme terganggu, maka spora-spora dan fungi dapat dengan mudah
mengakibatkan infeksi. Terutama pada kulit yang lembab, misalnya tidak
dikeringkan dengan baik setelah mandi, karena keringat, dan menggunakan sepatu
tertutup.Penularan terjadi oleh spora-spora yang dilepaskan penderita
mikosisbersamaan dengan serpihan kulit. Spora ini terdapat dimana-mana, seperti
di tanah, debu rumah dan juga di udara, di lingkungan yang panas dan lembab,
dan di tempat dimana banyak orang berjalan tanpa alas kaki, infeksi dengan
spora paling sering terjadi misalnya di kolam renang, spa, ruang olahraga,
kamar ganti pakaian, dan kamar mandi.
Kulit
manusia memiliki lapisan pelindung yang terdapat flora bakteri, lapisan
tersebut dalam keadaan normal dapat memelihara dan menjaga keseimbangan
biologis kulit yang menyebabkan kulit memiliki daya tangkis terhadap jamur dan
kuman. Mekanisme infeksi jamur sebagai berikut.
1. Tahap
Inkubasi
Ketika lapisan pelindung tersebut rusak
atau keseimbangan mikroorganisme terganggu, maka spora-spora dan fungi dapat
dengan mudah mengakibatkan infeksi pada kulit manusia terutama pada kulit yang
lembab.
Beberapa aktivitas yang menyebabkan
kulit menjadi lembab adalah kulit tubuh yang tidak dikeringkan dengan baik
setelah mandi, berkeringat, dan menggunakan sepatu tertutup. Penularan jamur
terjadi oleh spora-spora yang dilepaskan penderita mikosis bersamaan dengan
serpihan kulit. Spora ini terdapat dimana-mana, seperti di tanah, debu rumah
dan juga di udara, di lingkungan yang panas dan lembab, dan di tempat dimana
banyak orang berjalan tanpa alas kaki. Infeksi dengan spora paling sering
terjadi misalnya di kolam renang, spa, ruang olahraga, kamar ganti pakaian, dan
kamar mandi.
2. Tahap
Produmal
Setelah terjadi infeksi, spora tumbuh
menjadi mycellium dengan menggunakan serpihan kulit sebagai makanan.
3. Tahap
Sakit
Benang mycellium menyebar ke seluruh
arah sehingga lokasi infeksi meluas. Enzim yang dimiliki fungi menembus ke
bagian dalam kulit dan mengakibatkan suatu reaksi peradangan. Peradangan
tersebut terlihat seperti bercak-bercak merah bundar dengan batas-batas tajam
yang melepaskan serpihan kulit sehingga menimbulkan rasa gatal-gatal dikulit.
D. Proses Infeksi Parasit
Penularan penyakit parasitik
terjadi karena stadium infektif berpindah dari satu hospes ke hospes yg lain.
Parasit menginvasi imunitas protektif dengan mengurangi imunogenisitas dan
menghambat respon imun host:
1. Parasit
mengubah permukaan antigen mereka selama siklus hidup dalam host vertebrata
2. Menjadi
resisten terhadap mekanisme efektor imun selama berada dalam host
3. Parasit
protozoa dapat bersembunyi dari sistem imun dengan hidup di dalam sel host atau
membentuk kista yang resisten terhadap efektor imun. Dan kemudian parasit
menyembunyikan mantel antigeniknya secara spontan ataupun setelah terikat pada
antibodi spesifik.
4. Lalu
parasit menghambat respon imun dengan berbagai mekanisme untuk masing-masing
parasit.
Parasit
dapat berpindah ke hospes lain dengan cara:
a. Hand
to mouth
b. Dibawa
oleh vektor (binatang penular): nyamuk
c. Dibawa
oleh hospes perantara :
·
Siput
·
Ikan
·
Sapi/babi
Stadium infektif dapat masuk
ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara:
1. Kontaminasi makanan dan
minuman
2. Kontaminasi kulit atau selaput lendir
3. Gigitan serangga
E. Proses Infeksi Riketsia
Rickettsiiosis
ditularkan melalui gigitan serangga pada kulit, hanya penyebab Q fever yang ditularkan leawat udara (air borne),sehingga pada penyakit ini
tidak ditemukan kelainan kulit. Beberapa jenis mamalia dan athropoda merupakan
hospes alam untuk rickettsia, bahkan yang terakhir dapat bertindak sebagai
vektor dan resevoir. Infeksi pada manusia hanya bersifat insidentil, kecuali
pada tifus epidemik yang vektor utamanya kutu manusia juga, yaitu Pediculus vestimenti.
Riketsia mempunyai enzim yang
penting untuk metabolisme. Dapat mengoksidasi asam piruvat, suksinat, dan
glutamat serta merubah asam glutamat menjadi asam
aspartat.Riketsia tumbuh dalam berbagai
bagian dari sel. Riketsia prowazekii dan Riketsia typhi tumbuh dalam sitoplasma
sel. Sedangkan golongan
penyebab spotted fever tumbuh di dalam inti sel.
Riketsia dapat tumbuh subur jikametabolisme sel hospes dalam tingkat yang rendah,
misalnya dalam telur bertunas
pada suhu 32o C. Pada umumnya riketsia dapat dimatikan dengan cepat pada
pemanasan dan pengeringan atau oleh bahan-bahan bakterisid. Riketsia memasuki sel inang dengan menginduksi fagositosis, lalu segera
lolos dari fagosom untuk tumbuh dan berkembang biak di dalam sitoplasma (atau
nukleus) sel inang. Sel inang biasanya akan lyse pada akhirnya, menyebabkan
pelepasan organisme baru. Sel inang juga dirugikan oleh efek racun dari dinding
sel. Tahap-tahap infeksi:
1. Riketsia
typhi memperoleh bahan makanan dari darah yang diambil dari spesies inang lalu
masuk dan tumbuh didalam sel epitel usus dari kutu dan keluar bersama dengan
tinja yang dikeluarkan kutu
2. Riketsia
typhi yang beradapada tinja dari kutu tersebut menjangkiti tikus dan manusia
melalui inokulasi intrakutan dengan penggarukan kulit,
atau perpindahan oleh jari kedalam membran lendir.
3. Riketsia
typhi tidak menyebar secara efektif ke sel-sel lainnya sampai pembelahan
binernya telah selesai, yang pada akhirnya membuat sel inang retak dan pecah
serta membebaskan sejumlah besar riketsia typhi.
4. Penggandaan
diri inilah yang menyebabkan kehancuran sel endothelial yang selanjutnya
mengakibatkan kerusakan organ, jaringan, dan kehilangan darah.
a. Gambaran
Patologi
Rickettsia berkembangbiak
di dalam sel endotel pembuluh darah kecil. Sel membengkak dan nekrosis, terjadi
trombosis pembuluh darah yang dapat mengakibatkan ruptur dan nekrosis. Di kulit
nampak nyata adanya lesi vaskuler. Vaskulitis yang terjadi pada bebrapa organ
merupakan dasar terjadinya gangguan hemostatik. Dalam jaringan otak dapat
ditemukan penumpukan limfosit, leukosit, polimorfonuklear dan makrofag yang
bertalian dengan kelainan pembuluh darah pada mas akelabu. Kelainan ini disebut
nodul tifus. Pada pembuluh darah kecil jantung dan organ-organ lainnyapun dapat
terkena kelainan yang serupa.
b. Imunitas
Infeksi
rickettsia pada manusia diikuti dengan timbulnya kekebalan yang tidak lengkap
(hanya sebagian) terhadap infeksi yang berasal ari suatu sumber luar. Selain
itu seringkali terjadi relaps. Dalam suatu
biakan sel makrofag, ricketttsia juga difagositosis dan selanjutnya
dapat berkembang baik intraseluler meskipun ada antibodi. Jika kedalamnya
dimasukkan limfosit yang berasal dari inatang yang telah kebal, maka pembiakan
tersebut akan terhenti.
c. Gambaran
Klinik
Semua
infeksi rickettsia ditandai dengan adanya demam, sakit kepala, malaise, lesu,
kelainan dikulit (skin rash),
pembesaran limpa dan hati, hanya pada Q fever tidak disertai adanya kelainan
dikulit. Kadang-kadang disertai dengan adanya pendarahan di baeah kulit. Pada
kasus-kasus yang berat dapat dijumpai gejala stupor, delirium dan bahkan shock atau bercak-bercak gangren di
kulit atau jaringan subkutan. Mortalitasnya sangat variabel, mulai kurang 1 %
sampai stinggi 90 %. Setelah sembuh pada umumnya timbul kekebalan. Masa tunas
antara 1 smpai 4 minggu.
d. Penyakit
yang disebabkan infeksi Rickettsia
1. Golongan
Tifus
Rickettsia penyebab tifus epidemik dan
tifus endemik, yaitu Rickettsia
prowazekii dan Rickettsia typhi.
Kuman ini berkembangbiak didalam sitoplasma sel hospes. Penyakit yang
ditimbulkan disebut demam tifus. Masa tunas antara 5-18 hari. Pada dasarnya
gambaran klinik demam tifus sama, hanya tifus endemik gejala penyakitnya lebih
ringan jika dibandingkan dengan tifus epidemik dan jarang berakibat fatal.
2.
Golangan Spotted Fever
Golongan ini termasuk penyakit demam
oleh rickettsia yang sulit dibedakan dari penyebab golongan tifus, tetapi dapat
berkembang biak di dalam sitoplasma ataupun inti sel hospes. Penyakitnya
terutama ditularkan oleh sengkenit (tick)
dan bukan oleh kutu atau pinjal. Dalam tubuh sengkenit, kuman tersebar di
seluruh organ, termasuk ovarium dan kelenjar ludah, sehingga dapat terjadi
transmisi secara transovarium dan lewat air ludah. Jadi selain sebagi vektor,
sengkenit juga berfungsi sebagai reservoir primer.
3. Golongan
Demam Semak
Demam semak atau scrub typus disebabkan oleh Rickettsia
nipponica. Penyakit ini ditularkan oleh tungau trombiculid dalam stadium
larva (chigger). Tungau dapat
berfungsi sebagai vektor dan reservoir sekaligus. Gejala penyakit menyerupai
tyfus endemik. Sering ditemukan limfositosis dan limfadenopati, 1-2 minggu
setelah gigitan larva infeksius, timbul demam, menggigil, dan sakit kepala
hebat. Beberapa hari berikutnya timbul kelainan di kulit dan pneumonitis.
4. Demam
query (Q fever)
Demam ini disebabkan oleh Coxiella burnetii yang termasuk keluarga rickettsiaceae. Berbeda
dengan rickketsia lainnya karena dapat tahan hidup di luar sel hospes,
penularan pada manusia lewat gigitan serangga, gejala penyakit yangditimbulkan
berupa pneumonitis tanpa kelainan kulit, dan tidak menimbulkan antibodi
terhadap Proteus strain OX. Penyakit
yang ditimbulkan berlangsung secara mendadak, demam dan menggigil tanpa
kelainan kulit.
5. Demam
Parit (trench fever)
Demam ini disebut juga demam lima hari
yang disebabkan oleh Rochalimaea quintana
berbeda dengan rickettsia lainnya karena tidak dapat dikembangbiakkan dalam
binatang percobaan biasa, biakan sel ataupun dalam telur bertunas, tetapi dapat
tumbuh dalam agar darah dengan suasana udara kadar CO2 10 %. Tidak
dikenal adanya binatang sebagi reservior. Ditularkan oleh kutu manusia lewat
tinja yang dikeluarkannya. Kuman berkembangbiak di dalam lumen usus buka di
dalam sel epitel usus. Siklus infeksi hanya terbatas pada kutu manusia. Demam
ini berlangsung secara mendadak dan hilang timbbul dengan siklus 3-5 hari.
Gejala lainnya berupa sakit kepala, malaise, nyeri otot dan nyeri tulang,
terutama di daerah tulang kering.
D. Proses Infeksi Klamida
Infeksi kronik klamidia dapat memicu
kerusakan tuba
yang dari beberapa penelitian in
vitro diperkirakan dapat diakibatkan oleh:
1. Badan elementer Klamidia trakomatis
yang terdapat pada semen pria yang terinfeksi menularkan ke perempuan pasangan
seksualnya.
2. Klamidia naik ke traktus reproduksi
wanita dan menginfeksi sel epitel padatuba falopii.
3. Didalam sel badan elementer berubah
menjadi badan retikulat dan mulai untuk bereplikasi.
4. Jalur apoptosis dihambat,yang
menyebabkan sel yang terinfeksi dapat bertahan.
5. .Ketika jumlah badan elementer
mencapai tingkat densitas tertentu, maka badan elementer tersebut akan terlepas
darisel epitel dan menginfeksi sel disebelahnya.
6. Badan elementer ekstaseluler akan
mengaktivasi sistem imun berupa dipro
duksinya dan sitokin-sitokin
proinflamasi lainnya.
7. Respon imun akan menurunkan jumlah
badan elementer dan menghambat replikasi intraseluler dari badan retikulat.
8. Interupsi replikasi badan retikulat
menyebabkan klamidia tetap ada dalam bentuk intaseluler sehingga dapat
menimbulkan respon imun yang bersifat destrruksif. Pada bentuk persisten ini,
potein-60 (CHSP60) dilepaskan, yang dapat menyebabkan respon inflamasi.
9. Ketika jumlah badan elementer berada
di bawah kadar kritis tertentu
maka aktivasi sistem imun berhenti
dan replikasi badan retikulat mulai kembali.
10. Perubahan siklus infeksi badan
elementer dengan destruksi dari sel epitel baru dan persisten dalam intaseluler
dengan pelepasan CHSP60 menyebabkan pembentukkan jaringan
parut dan merusak patensi tuba falopii.
E.
Perbedaan Proses Infeksi Berbagai Agen Infeksius
Tubuh memiliki benteng terhadap infeksi yang
tersebar di seluruh jaringan dan mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam
tubuh. Benteng pertama diperankan oleh kulit yang utuh, membran mukosa
permukaan dan sekret yang diproduksi. Contohnya lisozym air mata merusak
peptidoglikan dinding bakteri.
Agen
penyebab infeksi terdiri dari virus, bakteri, jamur,
parasit, riketsia, dan clamidia. Infeksi virus yang menyebabkan penyakit
umumnya digolongkan ke dalam sistem organ yang terkena, seperti infeksi virus
pernapasan, bentuk kelainan klinik yang di timbulkan seperti virus yang
menyebabkan eksastema, dan sifat infeksi infeksi laten virus. Infeksi yang
disebabkan oleh bakteri sering terjadi bersamaan
dengan adanya rasa sakit, nyeri, atau borok pada bagian tubuh. Ada waktu saat
sistem kekebalan tubuh tidak dapat menyingkirkan suatu infeksi bakteri.
Masing-masing faktor penyebab memiliki karakteristik tersendiri. Jamur
menimbulkan infeksi umumnya terjadi di kulit. Infeksi jamur lebih cenderung
mengenai daerah-daerah yang sering berkeringat dan lembab, seperti muka, badan,
kaki, lipatan paha, dan lengan. Parasit yang terdiri dari vermes dan protozoa
menimbulkan infeksi melalui kontak langsung maupun tidak langsung.
DAFTAR PUSTAKA
Kirk, L. S. V.,
Hayes, S. F.,& Heinzen, R. A.
(2000). Ultrastructure of
Rickettsia Rickettsii Actin Tails and Localization of Cytoskeletal Proteins: Review literatur. Infection and Immunity
Journal. Vol 68,No. 8 : 4706-4713
Maftukhah,
M.
(2011). Agen infeksius, faktor yang mempengaruhi, dan perbedaan
proses infeksi. Di akses
pada 19 Februari 2018, dari https://www.scribd.com/doc/55932944/Agen-Infeksius.
Pringgoutomo, S.,
Himawan, S. & Tjarta, A. (2012). Buku AjarPatologi I (Umum). Jakarta:
Sagung Seto.
Staf Pengajar FK UI.
(1993). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara
Tamboyong J (2000) Patofisiologi. Jakarta:
Kedokteran EGC
No comments:
Post a Comment