Sunday, March 11, 2018

PERBEDAAN PROSES INFEKSI BERBAGAI AGEN INFEKSIUS

TUGAS MATA KULIAH
ILMU DASAR KEPERAWATAN 2
PERBEDAAN PROSES INFEKSI BERBAGAI AGEN INFEKSIUS


Dosen Pengampu :  Ns. Ahmad Pujianto, S.Kp.M.Kes
Kelompok 3 :

Eli Ermawati                22020117120034      
Prita Tiara Febriani     22020117130089
Salsabila Suci P.          22020117140038       
Yuliana Novitasari      22020117140020
Titi Setiyowati            22020117120039        
Anisa Salsabila R.       22020117130065
Risdeninta Alisya P.   22020117130054        
Banatus Sholihah        22020117140008
Suryani Ningsih          22020117130077        
Adinda Dewi S.          22020117140026
Khairul Fata                22020117120010       
Noor Khasanah           22020117130047
Tamara Bella S.           220201171200


A 17.1
DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO



2018Infeksi merupakan peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di dalam tubuh pejamu (Pronggoutomo, 2002). Sedangkan agen infeksius adalah mikroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi. Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain virus, bakteri, jamur, parasit, riketsia, dan clamidia. Masing-masing mikroorganisme memiliki proses infeksi yang berbeda-beda.

A. Proses Infeksi Virus
Proses infeksi virus pada sel dimulai dengan menempelnya virus infektif pada reseptor yang ada di permukaan sel. Ada tidaknya reseptor tersebut pada sel tertentu ditentukan oleh faktor genetik, tingkat diferensiasi sel dan lingkungan sel. Virus poliomielitis misalnya hanya mampu menginfeksi sel hewan primata. Tidak semua sel primata dapat terinfeksi, sel-sel ginjal dan sel-sel otak dapat terinfeksi sementara sel-sel epitel tidak.
            Selanjutnya virus atau genomnya msuk ke dalam sel. Dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen antara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen- komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangbiakan virus ini terjadi pada sitoplasma, inti sel, ataupun membran sel, tergantung pada jenis virusya. Secara umum interaksi sel dan virus dapat diringkas dan digolonkan sebagai berikut :
-          Virus yang akibat efek sitosidalnya atau efek toksisnya menimbulkan banyak kematian sel,
-          Virus yang proses berkembangbiaknya tidak menimbulkan kematian sel langsung tetapi hanya menimbulkan kematian sel langsung tetapi hanya menimbulkan kelainan kecil,
-          Virus yang proses infeksinya mengubah tumbuh kembang sel sehingga sel tumbuh kembang berlebihan, pada keadaan terkhir seringkali proses infeksinya pada mas aawalnya tidak mengganggu fungsi-fungsi sel,


Infeksi Oleh Virus :
a.       Saluran Pernapasan
Banyak virus penyebab penyakit seperti, virus influenza, parainfluenza, virus rubeola dan coronavirus (bersifat setempat). Gejala ditempat lain seperti virus variola, virus varicella bahkan ada yang bersifat tumorik seperti virus papilloma. Pada influenza, proses infeksinya dimulai dari virus yang masuk harus berhadapan dengan Ig A yang mampu menetralisir dan glikoprotein yang mampu menghambat perlekatan virus pada reseptornya Virus-virus yang mampu melampauinya akan berkembangbika pada sel dan merusaknya. Virus-virus yang baru dilepaskan selanjutnya menyerang sel epitel lainnya. Penyebaran ini dibantu cairan transudat. Proses kematian sel menyebabkan saluran napas menjadi lebih rentan terhadap infeksi bakterial.
b.      Saluran Pencernaan
Hanya virus tak berselubung yang masih infektif setelah lewat cairan empedu dan lambung. Virus tersebut hanya menyebabkan penyakit setempat seperti; rotavirus, Norwalk agent, Hawaii agent, pararotavirus. Adapula yang menyebar ketempat lain seperti virus hepatitis dan virus imunodifisiensi manusia. Pada kasus infeksi rotavius, gejala timbul akibat kerusakan sel-sel velii. Akibat kerusakan tersebut terjadi defisiensi enzim-enzim penting seperti disakarida dan gangguan absorpsi garam-garam dan air.
Perkembangbiakkan virus sering juga disebut dengan istilah replikasi. Untuk berkembangbiak, virus memerlukan lingkungan sel yang hidup. Oleh karena itu, virus menginfeksi sel bakteri, sel hewan, sel tumbuhan dan sel manusia. Ada dua macam cara virus menginfeksi bakteri, yaitu secara litik dan secara lisogenik. Pada infeksi secara lisogenik, virus tidak menghancurkan sel, tetapi berintegrasi dengan DNA sel induk. Dengan demikian, virus akan bertambah banyak pada saat sel inang membelah. Pada prinsipnya cara perkembangbiakan virus pada hewan maupun tumbuhan mirip dengan yang berlansung pada bakteriofag seperti yang diuraikan berikut ini.
1.      Infeksi secara litik melalui fase-fase berikut ini:
a.       `Fase Absorpsi
Pada fase Absorpsi, fage melekat di bagian tertentu dari dinding sel bakteri dengan serabut ekornya. Daerah perlekatan itu disebut daerah reseptor, daerah ini khas bagi fage sehingga fage jenis lain tidak dapat melekat di tempat tersebut.
b.       Fase Penetrasi
 Meskipun tidak memilki enzim untuk metabolisme, bakteriofage memiliki enzim lisosom yang berfungsi merusak dinding sel bakteri. Setelah dinding sel bakteri terhidrolisi, maka DNA fage masuk ke dalam sel bakteri
c.        Fase Replikasi dan Sintesis
Pada fase ini, fage merusak DNA bakteri dan menggunakannya sebagai bahan untuk replikasi dan sintesis. Pada fase replikasi, fage menyusun dan memperbanyak DNAnya. Pada fase sintesis, fage membentuk selubung-selubung protein (kapsid) baru. Bagian-bagian fage yang terdiri dari kepala, ekor dan serabut ekor telah terbentuk.
d.      Fase Perakitan
Komponen-komponen fage akan disusun membentuk fage baru yang lengkap dengan molekul DNA dan kapsidnya
e.       Fase Pembebasan atau lisis
Setelah fage dewasa, sel bakteri akan pecah (lisis), sehingga fage yang baru akan keluar. Jumlah virus baru ini dapat mencapai 200 buah. Pembentukkan partikel bakteriofage melalui siklus litik ini memerlukan waktu 20 menit.
2.      Infeksi secara lisogenik Infeksi secara lisogenik melalui fase-fase berikut ini:
a.       Fase Absorpsi dan Infeksi
Pada fase absrpsi dan infeksi peristiwa yang terjadi sama halnya dengan fase absropsi pada infeksi secara litik. Fage menempel di tempat yang tepat yang spesifik pada sel bakteri.
b.      Fase Penetrasi
Pada fase ini, fage melepas enzim lisozim sehingga dinding sel bakteri berlubang. Selanjutnya, DNA fage masuk ke dalam sel bakteri.
c.        Fase Penggabungan
DNA virus bergabung dengan DNA bakteri membentuk profage. Dalam bentuk profage, sebagian besar gen berada dalam fase tidak aktif, tetapi sedikitnya ada satu gen yang selalu aktif. Gen aktif berfungsi untuk mengkode protein reseptor yang berfungsi menjaga agar sebagian gen profage tidak aktif.
d.       Fase Replikasi
Saat profage akan bereplikasi, itu artinya DNA fage juga turut bereplikasi. Kemudian ketika bakteri membelah diri, bakteri menghasilkan dua sel anakan yang masing-masing mengandung profage. DNA fage (dalam profage) akan terus bertambah banyak jika sel bakteri terus menerus membelah. Bakteri lisogenik dapat diinduksi untuk mengaktifkan profagenya. Pengaktifan ini mengakibatkan terjadinya siklus litik.
Perbedaan siklus litik dan lisogenik
No.
Variabel pembeda
Siklus litik
Siklus lisogenik
1.
Kondisi awal bakteri (sel inang)
Non virulen
Virulen
2.
Jumlah tahapan
5 tahapan: adsorbsi, penetrasi, replikasi, perakitan, lisis
lisis 4 tahap: adsorbsi, penetrasi, penggabungan, pembelahan atau replikasi
3
Kelanjutan siklus
Terhenti, karena sel inangnya rusak/mengalami lisis
Dapat dilanjutkan dengan siklus litik jika virulensi bakteri hilang
4.
Kondisi akhir bakteri (sel inang)
Mengalami lisis (mati)
Tidak mengalami lisis (tidak mati)


B.  Proses Infksi Bakteri
            Proses infeksi bakteri dimulai dari, dimana suatu bakteri harus menempel dan melekat pada sel inang biasanya pada sel epitel. Setelah bakteri mempunyai kedudukan yang tetap untuk menginfeksi, mereka mulai memperbanyak diri dan menyebar secara langsung melalui jaringan atau melalui sistem limfatik ke aliran darah. Infeksi ini (bakteremia) dapat berlangsung sementara atupun menetap. Bakteremia mempunyai kesempatan untuk menyebar ke dalam tubuh serta mencapai jaringan yang cocok untuk memperbanyak diri.
Contoh Proses Infeksi Bakteri :
a.       Pneumonia
Pneumococcal pneumonia adalah contoh infeksi S. Pneumoniae dapat dibiakkan dari nasofaring 5-40 %orang sehat. Kadang pneumococcus dari nasofaring diaspirasi ke dalam paru-paru : aspirasi yang paling sering terjadi pada orang yang lemah seperti pada orang yang koma, dimana refleks batuk yang normal hilang. Infeksi berkembang pada rongga udara  terminal paru-paru pada seseorang yang tidak mempunyai antibodi pelindung melawan pneumococcus yang memiliki tipe polisakarida kapsul. Multiplikasi pneumococci bersama dengan inflamasi (keradangan) akan menimbulkan pneumonia. Pneumococci dapat menyebar sehingga menyebabkan infeksi sekunder (misal cairan cerebrospinal, katup jantung, ruang persendian). Komplikasi utama dari pneumococcal pneumonia adalah miningitis, endocarditis dan septic arthritis.
b.      Kolera
Proses infeksi pada kolera meliputi ingesti vibrio cholerae, atraksi khemotaktik bakteri pada epitelium usus, motilitas bakteri dengan flagellum polar tunggal, dan penetrasi lapisan mukus pada permukaan intensial. V. Cholerae tetap tinggal pada permukaan sel epitel dengan diperantai oleh pili dan kemungkinan oleh adhesi lain. Prosuksi toksin kolera mengakibatkan terjadinya aliran kllorida dan air ke dalam lumen usus, menyebabkan diare dan ketidakseimbangan elektrolit.
c.       Pes
Yersinia pestis  adalah bakteri intrasel Gram-negatif- kultatif yang ditularkan oleh gigitan fleabites atau aerosol dan menyebabkan infeksi sistemik yang sangat invasif dan sering mematikan, disebut pes. Pes menyebabkan Pes dapat ditemui di seluruh dunia, terutama di benua Afrika. Sebagian besar penderita pes merupakan penduduk desa, lebih banyak ditemui pada laki – laki, dan dapat terjadi pada semua umur. Pes disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.
Bakteri ini pada awalnya menginfeksi kutu. Ketika kutu menggigit tikus, maka tikus tersebut akan terinfeksi bakteri pes. Dengan demikian,  jika kutu lain menggigit tikus sakit tersebut, maka kutu tersebut juga akan terinfeksi.  Jika kutu – kutu ini menggigit manusia, maka bakteri dalam tubuh kutu akan masuk ke dalam tubuh manusia, mengikuti aliran getah bening dan menyebar melalui sirkulasi darah. Di kelenjar getah bening, bakteri ini menimbulkan reaksi radang berupa bengkak, kemerahan dan nanah. 
Bakteri ini kemudian menyebar melalaui aliran darah ke organ-organ lain seperti limpa, paru-paru, hati, ginjal dan otak. Ketika sampai paru-paru, bakteri ini dapat menyebabkan radang (pneumonia) dan dapat menularkan penyakit kepada orang lain melalui batuk atau bersin. Bakteri yang dibatukkan dapat bertahan di udara dan dapat terhirup oleh orang lain. Pes tidak hanya dapat menginfeksi tikus, namun juga bisa menginfeksi kucing, anjing, dan tupai.
d.      Mikobakteri
Bakteri dalam genus Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batang langsing aerob yang tumbuh membentuk rantai lurus atau bercabang. Mycobacterium  memiliki dinding  sel berlemak  yang terdiri atas asam mikolat yang menyebabkan kuman ini tahan asam, yang membuat bakteri ini asam dan alkohol. Mikobakteri memberi hasil positif lemah pada warna garam.
e.       Kusta
Kusta, atau lepra atau penyakit Hensen, adalah infeksi progresif lambat akibat Mycobacterium leprae, yang mengenai  kulit dan saraf perifer serta menyebabkan deformitas. M. leprae yang terhirup, seperti M. tuberculosis, diserap oleh makrofag alveolus dan menyebar melalui darah, tetapi tumbuh di jaringan yang relatif dingin di kulit dan ekstremitas. Meskipun tidak mudah menular, kusta tetap menyebabkan endemi pada sekitar 10 sampai 15 juta orang yang tinggal di negara miskin di daerah tropis.
Kusta memiliki dua pola penyakit yang mencolok. Pasien dengan bentuk yang lebih ringan, kusta tuberkuloid,memperlihatkan lesi kulit kering berskuama yang mengalami penurunan sensibilitas. Pasien  ini sering memperlihatkan keterlibatan saraf perifer besar yang asimetris. Bentuk kusta yang lebih berat, kusta lepromatosa, menyebabkan pembentukkan nodul dan penebalan kulit yang simetris. Bentuk ini juga disebut sebagai Ikusta lempromatosa, menyebabkan pembentukkan nodul dan penebalan kulit yang simetris.
f.       Sifilis
Sifilis, atau dikenal juga dengan raja singa, adalah penyakit infeksi menular seksual yang bersifat kronis. Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum. Sifilis dapat menyerang organ-organ dalam tubuh seperti jantung, otak dan susunan saraf. Penyakit sifilis dapat menyerang laki-laki maupun wanita, dan segala usia.
Penyakit sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Penyebaran penyakit terjadi melalui sentuhan langsung dengan luka yang mengandung Treponema pallidum, seperti melalui hubungan seksual yang tidak aman ataupun kontak fisik lainnya, seperti menyentuh luka pada penderita sifilis atau menggunakan pakaian bergantian tanpa dicuci terlebih dahulu.
Hubungan seksual tidak aman yang dimaksud seperti berhubungan dengan PSK (Pekerja Seks Komersil) yang sudah terlebih dahulu terinfeksi, atau berganti-ganti pasangan seksual. Hubungan seksual yang dimaksud tidak hanya lewat vagina, namun juga bisa melalui mulut, anus, ataupun jari. Berciuman juga dapat menularkan sifilis bila pada kedua pasangan terdapat luka pada mulutnya dan salah satunya sudah terinfeksi sifilis. Tanpa hubungan seksualpun, penyakit sifilis dapat menular melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi dengan bakteri sifilis.
Sifilis dapat ditularkan langsung dari ibu yang sedang hamil ke janin yang dikandungnya, namun sifilis bukanlah penyakit keturunan. Sifilis dapat menular juga melalui transfusi darah yang tidak steril.
Media Infeksi Bakteri
1.      Melalui makanan atau minuman
infeksi yang disebabkan oleh bakteri lebih sering ditularkan melalui makan atau minuman yang dikonsumsi manusia. Akibatnya jika tertelan bakteri melalui makanan atau air yang kotor tersebut manusia dapat menderita berbagai macam penyakit yang menyerang pencernaan.
2.      Melalui kontak langsung
Bersentuhan secara langsung dapat menularkanbakteri antara orang yang satu dengan orang yang lain. Berhubungan seksual dengan orang yang memiliki bakteri tersebut juga dapat beresiko terkena bakteri.
3.      Melalui luka
Luka pada bagian tubuh tertentu dapat menjadi akses masuknya bakteri bakteri ke dalam tubuh kita.
4.      Melalui transfusi darah dan jarum suntik
Penggunaan jarum suntik pada saat melakukan transfusi darah baiknya menjadi satu hal yang yang penting untuk diperhatikan, karena apabila saat melakukan transfuse darah jarum suntik tersebut tidak diganti maka resiko untuk tertular bakteri semakin besar.
5.      Melalui udara
Melalui udara, pelepasan bakteri melalui bersin, nafas, dan ludah. jika udara yang mengandung bakteri terhirup oleh orang yang sehat kemungkinan akan menjadi penularan penyakit melalui pernafasan.
6.      Melalui plasenta atau infeksi bawaan
Infeksi terjadi akibat beberapa jenis potogen yang mampu melewati penghalang plasenta, sehingga bisa menginfeksi janin yang ada didalam kandungan. infeksi tersebut mempunyai resiko berbagai kelainan-kelainan yang mungkin terjadi pada bayi/kelainan bawaaan.
C.  Proses Infksi Jamur
Pada keadaan normal kulit memiliki daya tangkis yang baik terhadap kuman dan jamur karena adanya lapisan lemak pelindung dan terdapatnya flora bakteri yang memelihara suatu keseimbangan biologis. Akan tetapi bila lapisan pelindung tersebut rusak atau keseimbangan mikroorganisme terganggu, maka spora-spora dan fungi dapat dengan mudah mengakibatkan infeksi. Terutama pada kulit yang lembab, misalnya tidak dikeringkan dengan baik setelah mandi, karena keringat, dan menggunakan sepatu tertutup.Penularan terjadi oleh spora-spora yang dilepaskan penderita mikosisbersamaan dengan serpihan kulit. Spora ini terdapat dimana-mana, seperti di tanah, debu rumah dan juga di udara, di lingkungan yang panas dan lembab, dan di tempat dimana banyak orang berjalan tanpa alas kaki, infeksi dengan spora paling sering terjadi misalnya di kolam renang, spa, ruang olahraga, kamar ganti pakaian, dan kamar mandi.
Kulit manusia memiliki lapisan pelindung yang terdapat flora bakteri, lapisan tersebut dalam keadaan normal dapat memelihara dan menjaga keseimbangan biologis kulit yang menyebabkan kulit memiliki daya tangkis terhadap jamur dan kuman. Mekanisme infeksi jamur sebagai berikut.
1.      Tahap Inkubasi
Ketika lapisan pelindung tersebut rusak atau keseimbangan mikroorganisme terganggu, maka spora-spora dan fungi dapat dengan mudah mengakibatkan infeksi pada kulit manusia terutama pada kulit yang lembab.
Beberapa aktivitas yang menyebabkan kulit menjadi lembab adalah kulit tubuh yang tidak dikeringkan dengan baik setelah mandi, berkeringat, dan menggunakan sepatu tertutup. Penularan jamur terjadi oleh spora-spora yang dilepaskan penderita mikosis bersamaan dengan serpihan kulit. Spora ini terdapat dimana-mana, seperti di tanah, debu rumah dan juga di udara, di lingkungan yang panas dan lembab, dan di tempat dimana banyak orang berjalan tanpa alas kaki. Infeksi dengan spora paling sering terjadi misalnya di kolam renang, spa, ruang olahraga, kamar ganti pakaian, dan kamar mandi.
2.      Tahap Produmal
Setelah terjadi infeksi, spora tumbuh menjadi mycellium dengan menggunakan serpihan kulit sebagai makanan.
3.      Tahap Sakit
Benang mycellium menyebar ke seluruh arah sehingga lokasi infeksi meluas. Enzim yang dimiliki fungi menembus ke bagian dalam kulit dan mengakibatkan suatu reaksi peradangan. Peradangan tersebut terlihat seperti bercak-bercak merah bundar dengan batas-batas tajam yang melepaskan serpihan kulit sehingga menimbulkan rasa gatal-gatal dikulit.
D.  Proses Infeksi Parasit
Penularan penyakit parasitik terjadi karena stadium infektif berpindah dari satu hospes ke hospes yg lain. Parasit menginvasi imunitas protektif dengan mengurangi imunogenisitas dan menghambat respon imun host:
1.      Parasit mengubah permukaan antigen mereka selama siklus hidup dalam host vertebrata
2.      Menjadi resisten terhadap mekanisme efektor imun selama berada dalam host
3.      Parasit protozoa dapat bersembunyi dari sistem imun dengan hidup di dalam sel host atau membentuk kista yang resisten terhadap efektor imun. Dan kemudian parasit menyembunyikan mantel antigeniknya secara spontan ataupun setelah terikat pada antibodi spesifik.
4.      Lalu parasit menghambat respon imun dengan berbagai mekanisme untuk masing-masing parasit.


Parasit dapat berpindah ke hospes lain dengan cara:
a.       Hand to mouth
b.      Dibawa oleh vektor (binatang penular): nyamuk
c.       Dibawa oleh hospes perantara :
·         Siput
·         Ikan
·         Sapi/babi
Stadium infektif dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara:
1.  Kontaminasi makanan dan minuman
2. Kontaminasi kulit atau selaput lendir
3. Gigitan serangga
E.  Proses Infeksi Riketsia
Rickettsiiosis ditularkan melalui gigitan serangga pada kulit, hanya penyebab Q fever  yang ditularkan leawat udara (air borne),sehingga pada penyakit ini tidak ditemukan kelainan kulit. Beberapa jenis mamalia dan athropoda merupakan hospes alam untuk rickettsia, bahkan yang terakhir dapat bertindak sebagai vektor dan resevoir. Infeksi pada manusia hanya bersifat insidentil, kecuali pada tifus epidemik yang vektor utamanya kutu manusia juga, yaitu Pediculus vestimenti.
Riketsia mempunyai enzim yang penting untuk metabolisme. Dapat mengoksidasi asam piruvat, suksinat, dan glutamat serta merubah asam glutamat menjadi asam aspartat.Riketsia tumbuh dalam berbagai bagian dari sel. Riketsia prowazekii dan Riketsia typhi tumbuh dalam sitoplasma sel. Sedangkan golongan penyebab spotted fever tumbuh di dalam inti sel. Riketsia dapat tumbuh subur jikametabolisme sel hospes dalam tingkat yang rendah, misalnya dalam telur bertunas pada suhu 32o C. Pada umumnya riketsia dapat dimatikan dengan cepat pada pemanasan dan pengeringan atau oleh bahan-bahan bakterisid. Riketsia memasuki sel inang dengan menginduksi fagositosis, lalu segera lolos dari fagosom untuk tumbuh dan berkembang biak di dalam sitoplasma (atau nukleus) sel inang. Sel inang biasanya akan lyse pada akhirnya, menyebabkan pelepasan organisme baru. Sel inang juga dirugikan oleh efek racun dari dinding sel.  Tahap-tahap infeksi:
1.      Riketsia typhi memperoleh bahan makanan dari darah yang diambil dari spesies inang lalu masuk dan tumbuh didalam sel epitel usus dari kutu dan keluar bersama dengan tinja yang dikeluarkan kutu
2.      Riketsia typhi yang beradapada tinja dari kutu tersebut menjangkiti tikus dan manusia melalui inokulasi intrakutan dengan penggarukan kulit, atau perpindahan oleh jari kedalam membran lendir.
3.      Riketsia typhi tidak menyebar secara efektif ke sel-sel lainnya sampai pembelahan binernya telah selesai, yang pada akhirnya membuat sel inang retak dan pecah serta membebaskan sejumlah besar riketsia typhi.
4.      Penggandaan diri inilah yang menyebabkan kehancuran sel endothelial yang selanjutnya mengakibatkan kerusakan organ, jaringan, dan kehilangan darah.

a.       Gambaran Patologi
 Rickettsia berkembangbiak di dalam sel endotel pembuluh darah kecil. Sel membengkak dan nekrosis, terjadi trombosis pembuluh darah yang dapat mengakibatkan ruptur dan nekrosis. Di kulit nampak nyata adanya lesi vaskuler. Vaskulitis yang terjadi pada bebrapa organ merupakan dasar terjadinya gangguan hemostatik. Dalam jaringan otak dapat ditemukan penumpukan limfosit, leukosit, polimorfonuklear dan makrofag yang bertalian dengan kelainan pembuluh darah pada mas akelabu. Kelainan ini disebut nodul tifus. Pada pembuluh darah kecil jantung dan organ-organ lainnyapun dapat terkena kelainan yang serupa.
b.      Imunitas
Infeksi rickettsia pada manusia diikuti dengan timbulnya kekebalan yang tidak lengkap (hanya sebagian) terhadap infeksi yang berasal ari suatu sumber luar. Selain itu seringkali terjadi relaps. Dalam suatu  biakan sel makrofag, ricketttsia juga difagositosis dan selanjutnya dapat berkembang baik intraseluler meskipun ada antibodi. Jika kedalamnya dimasukkan limfosit yang berasal dari inatang yang telah kebal, maka pembiakan tersebut akan terhenti.
c.       Gambaran Klinik
Semua infeksi rickettsia ditandai dengan adanya demam, sakit kepala, malaise, lesu, kelainan dikulit (skin rash), pembesaran limpa dan hati, hanya pada Q  fever tidak disertai adanya kelainan dikulit. Kadang-kadang disertai dengan adanya pendarahan di baeah kulit. Pada kasus-kasus yang berat dapat dijumpai gejala stupor, delirium dan bahkan shock atau bercak-bercak gangren di kulit atau jaringan subkutan. Mortalitasnya sangat variabel, mulai kurang 1 % sampai stinggi 90 %. Setelah sembuh pada umumnya timbul kekebalan. Masa tunas antara 1 smpai 4 minggu.
d.      Penyakit yang disebabkan infeksi Rickettsia
1.      Golongan Tifus
Rickettsia penyebab tifus epidemik dan tifus endemik, yaitu Rickettsia prowazekii dan Rickettsia typhi. Kuman ini berkembangbiak didalam sitoplasma sel hospes. Penyakit yang ditimbulkan disebut demam tifus. Masa tunas antara 5-18 hari. Pada dasarnya gambaran klinik demam tifus sama, hanya tifus endemik gejala penyakitnya lebih ringan jika dibandingkan dengan tifus epidemik dan jarang berakibat fatal.
2.      Golangan Spotted Fever
Golongan ini termasuk penyakit demam oleh rickettsia yang sulit dibedakan dari penyebab golongan tifus, tetapi dapat berkembang biak di dalam sitoplasma ataupun inti sel hospes. Penyakitnya terutama ditularkan oleh sengkenit (tick) dan bukan oleh kutu atau pinjal. Dalam tubuh sengkenit, kuman tersebar di seluruh organ, termasuk ovarium dan kelenjar ludah, sehingga dapat terjadi transmisi secara transovarium dan lewat air ludah. Jadi selain sebagi vektor, sengkenit juga berfungsi sebagai reservoir primer.
3.      Golongan Demam Semak
Demam semak atau scrub typus disebabkan oleh Rickettsia nipponica. Penyakit ini ditularkan oleh tungau trombiculid dalam stadium larva (chigger). Tungau dapat berfungsi sebagai vektor dan reservoir sekaligus. Gejala penyakit menyerupai tyfus endemik. Sering ditemukan limfositosis dan limfadenopati, 1-2 minggu setelah gigitan larva infeksius, timbul demam, menggigil, dan sakit kepala hebat. Beberapa hari berikutnya timbul kelainan di kulit dan pneumonitis.
4.      Demam query (Q fever)
Demam ini disebabkan oleh Coxiella burnetii  yang termasuk keluarga rickettsiaceae. Berbeda dengan rickketsia lainnya karena dapat tahan hidup di luar sel hospes, penularan pada manusia lewat gigitan serangga, gejala penyakit yangditimbulkan berupa pneumonitis tanpa kelainan kulit, dan tidak menimbulkan antibodi terhadap Proteus strain OX. Penyakit yang ditimbulkan berlangsung secara mendadak, demam dan menggigil tanpa kelainan kulit.
5.      Demam Parit (trench fever)
Demam ini disebut juga demam lima hari yang disebabkan oleh Rochalimaea quintana berbeda dengan rickettsia lainnya karena tidak dapat dikembangbiakkan dalam binatang percobaan biasa, biakan sel ataupun dalam telur bertunas, tetapi dapat tumbuh dalam agar darah dengan suasana udara kadar CO2 10 %. Tidak dikenal adanya binatang sebagi reservior. Ditularkan oleh kutu manusia lewat tinja yang dikeluarkannya. Kuman berkembangbiak di dalam lumen usus buka di dalam sel epitel usus. Siklus infeksi hanya terbatas pada kutu manusia. Demam ini berlangsung secara mendadak dan hilang timbbul dengan siklus 3-5 hari. Gejala lainnya berupa sakit kepala, malaise, nyeri otot dan nyeri tulang, terutama di daerah tulang kering.
D.  Proses Infeksi Klamida
Infeksi kronik klamidia dapat memicu kerusakan tuba yang dari beberapa penelitian in vitro diperkirakan dapat diakibatkan oleh:
1.      Badan elementer Klamidia trakomatis yang terdapat pada semen pria yang terinfeksi menularkan ke perempuan pasangan seksualnya.
2.      Klamidia naik ke traktus reproduksi wanita dan menginfeksi sel epitel padatuba falopii.
3.      Didalam sel badan elementer berubah menjadi badan retikulat dan mulai untuk bereplikasi.
4.      Jalur apoptosis dihambat,yang menyebabkan sel yang terinfeksi dapat bertahan.
5.      .Ketika jumlah badan elementer mencapai tingkat densitas tertentu, maka badan elementer tersebut akan terlepas darisel epitel dan menginfeksi sel disebelahnya.
6.      Badan elementer ekstaseluler akan mengaktivasi sistem imun berupa dipro
duksinya dan sitokin-sitokin proinflamasi lainnya.
7.      Respon imun akan menurunkan jumlah badan elementer dan menghambat replikasi intraseluler dari badan retikulat.
8.      Interupsi replikasi badan retikulat menyebabkan klamidia tetap ada dalam bentuk intaseluler sehingga dapat menimbulkan respon imun yang bersifat destrruksif. Pada bentuk persisten ini, potein-60 (CHSP60) dilepaskan, yang dapat menyebabkan respon inflamasi.
9.      Ketika jumlah badan elementer berada di bawah kadar kritis tertentu
maka aktivasi sistem imun berhenti dan replikasi badan retikulat mulai kembali.
10.  Perubahan siklus infeksi badan elementer dengan destruksi dari sel epitel baru dan persisten dalam intaseluler dengan pelepasan CHSP60 menyebabkan pembentukkan jaringan parut dan merusak patensi tuba falopii.

E. Perbedaan Proses Infeksi Berbagai Agen Infeksius
Tubuh memiliki benteng terhadap infeksi yang tersebar di seluruh jaringan dan mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh. Benteng pertama diperankan oleh kulit yang utuh, membran mukosa permukaan dan sekret yang diproduksi. Contohnya lisozym air mata merusak peptidoglikan dinding bakteri.
Agen penyebab infeksi terdiri dari virus, bakteri, jamur, parasit, riketsia, dan clamidia. Infeksi virus yang menyebabkan penyakit umumnya digolongkan ke dalam sistem organ yang terkena, seperti infeksi virus pernapasan, bentuk kelainan klinik yang di timbulkan seperti virus yang menyebabkan eksastema, dan sifat infeksi infeksi laten virus. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri sering terjadi bersamaan dengan adanya rasa sakit, nyeri, atau borok pada bagian tubuh. Ada waktu saat sistem kekebalan tubuh tidak dapat menyingkirkan suatu infeksi bakteri. Masing-masing faktor penyebab memiliki karakteristik tersendiri. Jamur menimbulkan infeksi umumnya terjadi di kulit. Infeksi jamur lebih cenderung mengenai daerah-daerah yang sering berkeringat dan lembab, seperti muka, badan, kaki, lipatan paha, dan lengan. Parasit yang terdiri dari vermes dan protozoa menimbulkan infeksi melalui kontak langsung maupun tidak langsung.





DAFTAR PUSTAKA
Kirk, L. S. V., Hayes, S. F.,& Heinzen, R. A. (2000). Ultrastructure of Rickettsia Rickettsii Actin Tails and Localization of Cytoskeletal Proteins: Review literatur. Infection and Immunity Journal. Vol 68,No. 8 : 4706-4713
Maftukhah, M. (2011). Agen infeksius, faktor yang mempengaruhi, dan perbedaan proses infeksi. Di akses pada 19 Februari 2018, dari  https://www.scribd.com/doc/55932944/Agen-Infeksius.
Pringgoutomo, S., Himawan, S. & Tjarta, A. (2012). Buku AjarPatologi I (Umum). Jakarta: Sagung Seto.
Staf Pengajar FK UI. (1993). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara

 Tamboyong J (2000) Patofisiologi. Jakarta: Kedokteran EGC

No comments:

Post a Comment

Novel Bahasa Jawa "Tresno Waranggono"

                                                                           Tresno Waranggono “ Theng-theng” swara bel muni, kang tandane w...