ETIK LEGAL DALAM PROSES PENDIDIKAN
KESEHATAN
Dosen Pembimbing :
Ns. Devi Nurmalia, S.Kp.,M.Kep.
Disusun Oleh :
1.
Eli
Ermawati (22020117120034)
2.
Siti Khumaeroh (22020117120036)
3.
Khansa
Rafi Ashila (22020117130060)
4.
Zulfa Qothrun
Nada (22020117130052)
A17.1
DEPARTEMEN ILMU
KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan paper yang berjudul “Etik Legal dalam Proses Pendidikan
Kesehatan”.
Paper ini kami susun dalam rangka untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Kesehatan. Dalam penyusunan paper ini tentunya tidak
lepas dari bimbingan, arahan, koreksi, saran, dan dukungan dari berbagai
pihak. Unuk itu kami ucapkan terimakasih kepada Ns. Devi Nurmalia, S.Kp., M.Kep.,
selaku dosen koordinator mata kuliah Pendidikan Kesehatan, Ilmu Keperawatan,
Universitas Diponegoro.
Semoga paper yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi penulis dan dapat
bermanfaat bagi pembaca serta dapat memberi informasi mengenai
etik legal dalam proses pendidikan kesehatan . Kami menyadari bahwa paper yang kami buat masih
kurang sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
sangat kami perlukan dari Ibu dosen serta dari pembaca untuk menjadikan paper ini lebih baik.
Semarang, 10 Februari 2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PEMBAHASAN
1.1
Definisi Etika..................................................................................
1
1.2
Definisi Etiket ................................................................................ 2
1.3
Definisi
Moral................................................................................
2
1.4
Definisi
Hukum...............................................................................
3
1.5
Prinsip-prinsip
Etik.........................................................................
4
1.6
Penerapan Prinsip Etis dan
Hukum pada Pendidikan
Kesehatan......................................................................................
5
1.7
Legalitas Pendidikan Kesehatan
dan Informasi bagi
Pasien............................................................................................
7
BAB II
PENUTUP
2.1 Kesimpulan....................................................................................
9
2.2 Saran.............................................................................................
9
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
10
PEMBAHASAN
1.1 Definisi Etika
Istilah
etika berasal dari bahasa Yunani kuno “etos”
yang berarti kebiasaan tingkah laku manusia, adat, akhlak, watak,
perasaan,sikap, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak “ta etha” mempunyai arti adat kebiasaan (Wahyuningsih, 2005 : 1).
Etika yang berasal dari bahasa Inggris “ethics”
artinya pengertian, ukuran tingkah laku atau perilaku manusia yang baik,
yakni tindakan yang tepat yang harus dilaksanakanoleh manusia sesuai dengan moral
pada umumnya (Wahyuningsih, 2005 :2). Etika yang beasal dari bahasa latin “mos” atau “mores” artinya moral adat, kebiasaan, sehingga makna kata moral
dan etika adalah sama, hanya bahasa asalnya berbeda (Wahyuningsih, 2005 :2).
Menurut
KBBI (Poerwadarminta, 1953) etika dijelaskan sebagi ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak (moral). Menurut KBBI yang baru (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988), etika dijelaskan dengan tiga arti: (1) Ilmu tentang apa yang
baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak),(2)
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, (3)Nilai mengenai benar
dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat (Bertens, 2004 :5).
Aristotelian dalam
Shomali (2005) menjelaskan tentang etika bahwa segala hal yang tercakup dalam
gagasan tentang apa yang sebenarnya baik atau dikehendaki oleh manusia yang
buruk yang harus dihindari, segala hal yang secara sadar dipilih atau tidak
dipilih untuk mencapai tujuan tersembunyi baik untuk dirinya sendiri maupun orang
lain. Etika merupakan studi kajian tentang sesuatu yang dapat dijadikan rujukan
(reference) bagi sesesorang atau
sekelompok orang untuk bertindak serta dijadikan sebagai ukuran perilaku (performance index) dan sistem kontrol
(Martin, 1993).
Etika
sebagai suatu disiplin ilmu yang menafsirkan prinsip dasar perilaku secara
lebih luas dan melakukan diskusi argumentatif mengenai sikap tertentu (Susan B.
B., 1999).
1.2 Definisi Etiket
Etiket
berasal dari bahasa Inggris “etquette”. Etiket
berarti sopan santun (Bertens, 2004 : 8). Etis mengacu pada norma atau standar
perilaku. Persamaan etiket dan etika : (1) Sama-sama menyangkut perilaku
manusia, (2) Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa
yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan (Wahyuningsih,
2005:3).Perbedaan etiket dan etika :
Etiket
|
Etika
|
1)
Menyangkut cara suatu perbuatan
yang harus dilakukan.
2)
Hanya berlaku dalam pergaulan,
bila tidak ada orang lain tidak berlaku.
3)
Bersifat relatif, tidak sopan
dalam satu kebudayaan lain.
4)
Memandang manusia dari segi
lahiriah.
|
1)
Tidak terbatas pada cara
dilakukannya suatu perbuatan, memberi nilai tentang perbuatan itu sendiri.
2)
Selalu berlaku tidak tergantung
hadir atau tidaknya seseorang.
3)
Bersifat absolut, contoh jangan
mencuri, jangan berbohong.
4)
Memandang manusia dari segi
batiniah.
|
(Wahyuningsih,
2005:3).
1.3 Definisi Moral
Moral
adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompokdalam mengatur tingkah lakunya. Moral juga berati mengenai apa yang
dianggap baik atau buruk dimasyarakatdalam suatu kurun waktu tertentu sesuai
perkembangan atau perubahan norma atau nilai (Wahyuningsih, 2005:2-3).
Moralitas berasal ari bahsa latin “moralis”
yang artinya : (1) Segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya, (2) Sifat
moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik buruk
(Wahyuningsih, 2005:3). Moral mengacu pada sistem nilai internal (“struktur
moral” tertentu)byang diperlihatkan melalui perilaku yang etis (Susan B. B.,
1999).
Moralitas
merupakan suatu gambaran manusiawi yang menyeluruh, moralitas hanya terdapat
pada makhluk lain selain manusia. Moralitas pada dasarnya sama dengan moral,
moralitas suatu perbuatan artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya
(Wahyuningsih, 2005:10). Moralitas adalah sifat moral atau seluruh asas dan
nilai yang menyangkut baik dan buruk. Kaitan etika dan moralitas adalah bahwa
etika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku moral atau ilmu yang
membahas tentang moralitas (Wahyuningsih, 2005:10).
1.4 Definisi Hukum
Hukum
berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak mempunyai
arti kalau tidak dijiwai oleh moralitas. Sebaiknya moral juga berhubungan erat
dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang abstrak saja tanpa adanya hukum.
Contohnya, mencuriadalah moral yang tidak baik, supaya prinsip etis ini berakar
di masyarakat, maka harus diatur dengan hukum (Wahyuningsih, 2005:4). Hukum
mengacu pada peraturan yang mengatur perilaku atau perbuatan yang diberlakukan
dibawah ancaman hukuman, seperti denda, kurungan penjara atau keduanya (Susan
B. B., 1999).
Perbedaan
hukum dan moral menurut Bertens (2004):
Hukum
|
Moral
|
1.
Hukum ditulis sistematis, disusun
dalam kitab UU, mempunyai kepastian lebih besar dan bersifat objektif.
2.
Hukum membatasi pada tingkah
lakulahiriah saja dan hukum meminta legalitas.
3.
Hukum bersifat memaksa dan
mempunyai saksi.
4.
Hukum didasarkan atas kehendak
masyarakat dan negara, masyarakat dan negara dapat merubah hukum. Hukum tidak
menilai moral.
|
1.
Moral bersifat subjektif, tidak
tertuis dan mempunyai ketidakpastian yang lebih besar.
2.
Moral menyangkut sikap batin
seseorang.
3.
Moral tidak bersifat memaksa,
sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang, sanksi dari Tuhan.
4.
Moral didasarkan pada norma-norma
moral yang melebihi masyarakat dan negara, tidakdapat merubah moral. Moral
menilai hukum.
|
1.5 Prinsip- Prinsip Etik
Prinsip-prinsip etis berkaitan dengan nilai-nilai
moral, tidak dilaksanakan melalui hukum dan prinsip ini pun dengan
sendirinya bukanlah hukum atau
undang-undang (Susan B. Bastable, 1999). Prinsip etik merupakan beberapa elemen
dasar (basic truth) yang dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan
karakteristis etis. Karakteristik etik terdiri dari otonomi (autonomy), nonmaleficience, beneficence dan justice (Madya S.,2009).
a.
Autonomy
Manusia mempunyai hak
untuk mengatur dirinya sendiri, terkait pemenuhan kebutuhan termasuk kebutuhan
perawatan diri pada pasien. Prinsip autonomy menjelaskan bahwa setiap pasien
mempunyai kebebasan mempertimbangkan dan bertindak. Implikasi pemberian
pelayanan :
-
Meningkatkan kemampuan klien untuk
mengambil keputusan sendiri
-
Mendukung hak-hak pasien melalui “informed consent” atau persetujuan
tindakan.
-
Mendampingi klien dan memberikan arahan
apabila klien belum mampu mengambil keputusan sendiri sehingga terhindar dari
keputusan dan tindakan yang justru merugikan dirinya sendiri.
-
Setiap tenaga kesehatan harus mengetahui dan menyadari bahwa otonomi klien adalah hak,
kemudian tenaga kesehatan melatih untuk melakukan prinsip otonomi tersebut.
b.
Nonmaleficence
Prinsip nonmaleficence adalah kewajiban untuk
melakukan asuhan jauh dari hal-hal yang dapat membahagiakan klien. Tenaga
kesehatan harus selalu menghindari tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan
efek negatif bagi klien. Sangat tidak dibenarkan baik sengaja atau tidak
melakukan hal-hal yang membahayakan bagi klien. Oleh karena itu tenaga
kesehatan harus membekali diri pengetahuan, ketrampilan,dan sikap agar dapat
melaksanakan prinsip nonmaleficence.
c.
Beneficence
Prinsip beneficence adalah melakukan hal yang
baik.
d.
Justice
Perlakuan yang adil
terhadap individu atau kelompok. Keadilan merupakan prinsip dasar yang
digunakan dalam pengambilan keputusan etik di dalam pelayanan. Tidak
membeda-bedakan suku, golongan, warga negara, status ekonomi dan sebagainya.
1.6 Penerapan Prinsip Etis dan Hukum
pada Pendidikan Kesehatan
a. Otonomi
Hukum
dibuat untuk melindungi hak-hak pasien dalam membuat keputusan untuk dirinya
sendiri. Hukum menetapkan sebelum dimulainya perawatan atau pengobatan di rumah
sakit, hosplace, atau program perawatan dirumah, “bahwa setiap orang yang
menerima perawatan kesehatan wajib diberitahu secara tertulis mengenai hak-hak
mereka yang dilindungi oleh hukum negara bagian guna membuat keputusan mengenai
perawatan yang akan diterima, termasuk hak untuk menolak perawatan medis dan
bedah serta hak untuk meminta lebih banyak penjelasan” (Mezey et al., 1994, p.
30).
Prinsip
ini memberikan rasional etis mengenai sesi-sesi pendidikan kesehatan yang
terbuka bagi umum, seperti sesi penyuluhan persalinan, sesi penghentian
kebiasaan merokok, sesi penurunan berat badandiskusi tentang permasalahan
kesehatan wanita, intervensi positif terhadap penganiayaan anak dan sebagainya.
Meskipun pendidikan kesehatan itu sendiri bukan interpretasi dari prinsip
otonomi, pendidikan tersebut sudah pasti dipercaya memberikan gagasan etis yang
membantu publik untuk memperoleh otonomi yang lebih luas menyangkut peningkatan
kesehatan dan kesejahteraan ke jenjang yang ebih baik. Model Nurse Practice Art menyebut pendidikan kesehatan sebagai
tugas dan tanggung jawab resmi dari perawat terdaftar yanng diterbitkan ANA di
tahun 1978.
b. Kebenaran
Kebenaran yaitu memberitahukan hal yang
sebenarnya, yang berkaitan erat dengan pembuatan informed decission dan informed consent. Keputusan mengenai hak-hak
pokok individu untuk membuat keputusan mengenai tubuhnya sendiri memberikan
suatu landasan hukum bagi pendidikan atau pengajaran pasien mengenai prosedur
medis yang melanggar hukum, termasuk kebenaran mengenai risiko atau manfaat
yang ada dalam prosedur tersebut (Whittman et al., 1992).
c. Tidak
Melanggar
Tidak
melanggar prinsip “tidak melakukan hal yang membahayakan” adalah struktur etis
pada ketetapan hukum yang mencakup malpraktik atau kesalahan. Menurut Lesnik
dan Anderson (1962) stilah kelalaian mengacu pada tindakan yang dilakukan atau
tidak dilakukannya sesuai dengan tugas oleh orang yang berakal sehat dalam
situasi yang sama, dan tindakan tersebut menjadi penyebab tindakan cedera pada
orang lain. Sedangkan istilah malpraktik
mengacu pada sekelompok kegiatan lalai tertentu yang dilakukan dalam lingkup
pekerjaan oleh mereka yang mengemban profesi tertentu yang memerlukan pelayanan
dan keterampilan teknis yang tinggi (Lesnik & Anderson, 1962).
Kasus
tuntutan hukum memakai prinsip operasional sebagai kuncinya yang artinya
perawat tidak diukur berdasarkan standar kinerja profesi yang optimal atau
maksimal, melainkan menggunakan tolak ukur berdasarkan pada praktik yang
berlaku yang akan dilakukan perawat dengan bijaksana dan berakal sehat dalam keadaan yang sama di
kalangan masyarakat tertentu. Dengan demikian, tugas perawat dalam pendidikan
pasien (atau tanpa pendidikan) diukur tidak hanya berdasarkan kebijakan yang
berlaku pada institusi yang mempekerjakannya tetapi juga berdasarkan praktik
yang berlaku di dalam masyarakat.
d. Kerahasaiaan
Kerahasiaan mengacu pada semua informasi
yang menjadi hak istimewa seseorang atau
pada perjanjian sosial atau kesepakatan yang bersifat resmi.Perawat tidak boleh
membocorkan informasi yang diperoleh dari pasien secara profesional tanpa persetujuan pasien
“... kecuali pasien sebagi subjek atau korban tindak kejahatan, maka dapat
diajukan ke pengadilan di mana perawat akan menjadi saksinya” (Lesnik dan Anderson, 1962).
e. Kebajikan
Prinsip kebajikan (berbuat baik)
disahkan dengan mematuhi tugas, tanggung jawab, prosedur, dan protokol yang
ditetapkan oleh fasilitas perawatan kesehatan, serta mematuhi kode etik
perilaku yang ditetapkan dan diberlakukan oleh organisasi keperawatan profesional.
Kepatuhan terhadap berbagai kriteria dan prinsip kinerja profesional,termasuk
pendidikan pasien yang memadai dan sesuai dengan kemajuan, menyinggung tentang
komitmen perawat untuk bertindak demi kepentingan pasien. Perilaku yang
demikian lebih menekankan kesejahteraan pasien, dan tidak menekankan tentang
penyampaian perawatan berkualitas di bawah ancaman hukum.
f. Keadilan
Keadilan merupakan kejujuran dan
pendistribusian barang dan jasa secara merata. Fokus hukum pada perlindungsn
masyarakat, sedangkan fokus hukum kesehatan adalah perlindungan konsumen
(pasien). Tidak diperbolehkan adanya diskriminasi saat memberikan perawatan
ataupun kurangnya pendidikan kesehatan, misalnya tentang risiko dan manfaat
prosedur medis yang invasif. Oleh karena itu jika terjadi kegagalan dalam
memberikan asuhan termasuk jasa pendidikan kesehatan yang didasarkan pada
diagnostik pasien dapat mengakibatkan pemutusan kontrak dengan institusi yang
mempekerjakan perawat.
1.7 Legalitas Pendidikan Kesehatan
dan Informasi bagi Pasien
Hak- hak pasien
untuk memperoleh informasi yang cukup mengenai kondisi fisiknya, pengobatan,
risiko dan akses untuk informasi tentang pengobatan alternatif diuraikan secara
jelas dalam AHA’s Patient’s Bill of
Rights (1975). Hak tersebut sebagai bagian dari kode etik kesehatan
sehingga dilaksanakan sesuai dengan hukum. Hak pasien untuk memperoleh
pendidikan dan pengajaran juga diatur
dalam dalam standar yang diberlakukan
oleh badan pemberi akreditasi, seperti Joint
Commission on Accredition of Healthcare Organizations (JCAHO), namun
standar tersebut tidak diberlakukan seperti hukum.
BAB II
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Etika
sebagai suatu disiplin ilmu yang menafsirkan prinsip dasar perilaku secara
lebih luasdan melakukan diskusi argumentatif mengenai sikap tertentu. Etiket
berarti sopan santun. Etis mengacu pada norma atau standar perilaku. Moral
mengacu pada sistem nilai internal (“struktur moral” tertentu)byang
diperlihatkan melalui perilaku yang etis. Hukum mengacu pada peraturan yang
mengatur perilaku atau perbuatan yang diberlakukan dibawah ancaman hukuman,
seperti denda, kurungan penjara atau keduanya. Hukum berhubungan erat dengan
moral. Prinsip etik merupakan beberapa elemen dasar (basic truth) yang dijadikan
sebagai pertimbangan untuk menentukan karakteristis etis. Karakteristik etik
terdiri dari otonomi (autonomy),
nonmaleficience, beneficence dan
justice. Etik legal dalam proses pendidikan kesehatan meliputi aplikasi
prinsip etik tersebut dalam melakukan pendidikan kesehatan.
2.2 Saran
Hendaknya
sebagai tenaga medis khususnya perawat memahai etika, etik, moral, hukum (
secara umum etik legal keperawatan) dalam keperawatan yang diaplikasikan dalam
setiap tindakan asuhan keperawatan seperti dalam melakukan pendidikan kesehatan
kepada pasien.
DAFTAR
PUSTAKA
Bastable, B.S.1999. Perawat sebagai Pendidik Prinsip-prinsip
Pengajaran &
Pembelajaran.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Ristica, O. D.,
&Widya,J.2014. Prinsip Etika dan
Moralitas dalam Pelayanan
Kebidanan.
Yogyakarta: Deepublish.
Sulisno, Madya.2009.Dasar-dasar Etika dalam Praktik Keperawatan
dan
Kebidanan.Semarang:
Hasani.
No comments:
Post a Comment