Pentingnya Pemenuhan Kebutuhan Spiritual pada Pasien Kritis di Ruang ICU
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan
dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Tingginya prevalensi spiritualitas
antar responden memvalidasi pentingnya spiritualitas sebagai kualitas potensial.
Penelitian yang dilakukan oleh Ristianingsih, Septiwi dan Yuniar
tahun 2014 tentang gambaran motivasi perawat dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
spiritual. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya motivasi baik sebanyak 1
responden (8.3%), motivasi cukup sebanyak 7 responden (58.3%), dan motivasi
kurang sebanyak 4 responden (33.3%) yang dilakukan di Ruang ICU RS PKU
Muhammadiyah.1
Penelitian
lain yang dilakukan oleh Gordon dkk, tahun 2018, mengidentifikasi dua tema dalam
literatur terkini yang tidak secara langsung ditangani oleh rekomendasi Task
Force 2004-2005. Tema-tema tersebut membahas pengaruh spiritualitas dan
religiusitas terhadap persepsi dan pengambilan keputusan sur-rogate, dan
pengalaman pasien dan keluarga. Bidang penelitian ini memberikan pemahaman yang
lebih besar tentang peran spiritual yang kompleksitas dan religiusitas dalam
perawatan kritis. Informasi yang diperoleh melalui penelitian ini dapat menginformasikan
rekomendasi tugas akhir untuk perawatan pasien dan keluarga di persepsi pengganti
dan pengambilan keputusan.2
Mayoritas
pasien mengandalkan pengganti untuk mengungkapkan preferensi mereka dan membuat
keputusan perawatan medis yang diperlukan saat mereka menderita penyakit
kritis. Keyakinan agama dan spiritual Surrogates telah terbukti mempengaruhi
proses pengambilan keputusan mereka, serta pemahaman mereka tentang prognosis.
Tanggapan berkisar antara 69 sampai 94% pengganti yang melaporkan agama atau
spiritualitas sangat penting dalam kehidupan sehari-hari mereka di delapan
studi.2
Adapun
penelitian yang dilakukan oleh Aslakson dkk, 2017. Hasil penelitian tersebut dari
sekitar 2/3 pasien ICU memenuhi syarat
selama masa studi. Alasan yang luar biasa untuk tidak memenuhi syarat adalah
bahwa pasien diberi obat penenang dan / atau tidak responsif karena penyakit
kritis. Terdapat 83 responden yang memenuhi syarat pasien, semua kecuali dua
setuju untuk berpartisipasi dan mereka memiliki 61 anggota keluarga yang juga
setuju untuk berpartisipasi, kembali mengumpulkan maksimal 144 responden.
Setengah adalah perempuan dengan mayoritas responden adalah orang Kaukasia atau
Afasia Amerika (68% dan 21%), berusia di atas 50 (72%), dan mengidentifikasi
sebagai orang Kristen (76%). Delapan puluh lima persen responden (123/144)
melaporkan bahwa spiritualitas atau agama '' penting bagi mereka pada masa
krisis.3
Ada
juga peneliti lain yang mengangkat tema mengenai pemenuhan spiritual pada pasien kritis. Hasil dari penelitian Sadeghi,
dkk tahun 2016 berdasarkan 25 wawancara mendalam yang dilakukan, populasi
penelitian meliputi orang tua dan orang tua-tua (60%), perawat (36%), dan
dokter (4%). Penelitian tersebut dilaksananakn 15 wawancara dengan anggota
keluarga dan 10 wawancara dengan para profesional. Kebutuhan spiritual
dikategorikan ke dalam dua kategori: 1) kepercayaan akan kekuatan supranatural,
2) kebutuhan akan jiwa. Keyakinan akan kekuatan supranatural adalah kepercayaan religius terhadap
kekuatan supernatural untuk menyembuhkan dan untuk menghidupkan kembali dan
kehendak Tuhan. Salah satu kebutuhan spiritual keluarga adalah kebutuhan aka
jiwa adalah kebutuhan akan harapan, kebutuhan akan kedamaian, dan
kebutuhan akan pemahaman dan empati.4
Selain
itu juga ada penelitian tentang pengaruh pengetahuan perawat terhadap pemenuhan
perawatan spiritual pasien di ruang intensif yang dilakukan oleh Wardah, Febtrina, dan Dewi pada tahun
2017. Hasil penelitian tersebut menunjukkan nilai rata-rata skor pengetahuan
responden sebelum intervensi adalah 5,41 dan mengalami peningkatan setelah
intervensi menjadi 7,14. Intervensi yang diberiian berhasil meningkatkan skor
pengetahuan perawat tentang kebutuhan aspek spiritual pada pasien. Pemenuhan kebutuhan perawatan
spiritual pasien oleh perawat di ruang intensif nilai rata-rata sebelum
intervensi 55,23 dan mengalami peningkatan setelah intervensi menjadi 57,18
artinya peningkatan skor pengetahuan di ikuti oleh peningkatan pemenuhan
kebutuhan spiritual pasien walaupun selisih angka terpaut tidak terlalu besar
meskipun dalam penelitian ini ditemukan tidak adanya hubungan yang signifikan
antara ke dua variabel (p = 0,372>α=0,05.) Perlu dikaji lebih lanjut faktor
lain yang mungkin berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan spiritual pasien
di ruang intensif.5
DAFTAR
PUSTAKA
1. Ristianingsih D, Septiwi C, Yuniar
I. Gambaran motivasi dan tindakan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan
spiritual pasien di ruang icu pku muhammadiyah gombong. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan. Juni 2014; 2(10), 91-99.
2. Gordon BS, Keogh M, Davidson Z, Griffiths S, Sharma V, Marin D, Mayer S A, Dangayach NS. Addressing
spirituality during critical illness: a review of current literature. Journal
of Critical Care. 2018; (45): 76-81.doi.
3. Aslakson RA, Kweku J, Kinnison M,
Singh S, Crowe II TY, & the AAHPM Writing Group. Operationalizing the
measuring what matters spirituality quality metric in a population of
hospitalized, critically ill patients and their family members. Journal of Pain and Symptom Management.
March 2017; 3(53): 650-655.
4. Sadeghi N, Hasanpour M, Heidarzadeh M,
Alamolhoda A, Waldman E. Spiritual needs of families with bereavement and loss
of an infant inthe neonatal intensive care unit: a qualitative study.
Journal of Pain and Symptom
Management. July 2016; 1(52): 35-42.
5. Wardah, Febtrina R, Dewi E.
Pengaruh pengetahuan perawat terhadap
pemenuhan perawatan spiritual pasien dii ruang intensif. Jurnal Endurance. Oktober 2017; 2(3):
436-443.
No comments:
Post a Comment