Friday, March 10, 2017

Perbedaan Sistem Pemerintahan di Negara Indonesia dengan di Negara Selandia Baru

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Setiap negara mempunyai identitas masing-masing  yang telah disepakati bersama. Adanya sebuah negara pasti ada suatu tujuan yang akan dicapai bersama dan dinikmati semuanya. Setiap negara pasti ada sebuah sistem pemerintah yang beda dengan negara lain, jika ada yang dipastikan jalannya pemerintahan pasti berbeda antara negara satu negara yang lainnya. Sistem pemerintahan dibuat demi terselenggaranya pemerintahan negara yang mampu mewujudkan tujuan sebuah negaranya, yaitu  masyarakat yang makmur, sejahtera, dan tentram. Untuk itulah sebuah negara harus ada pemerintahan yang bertugas  mengatur dan mengarahkan semua jalannya negara dengan cara menegakkan hukum yang harus dijalani dengan baik. Serta upaya-upaya lain demi terwujudnya kesejahateraan rakyat.
Setiap negara dalam menjalankan pemerintahnnya, memiliki sistem yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi sosial budaya dan politik yang berkembang di negara yang bersangkutan. Baik sistem presidensial maupun sistem parlementer, sesungguhnya berakar dari nilai-nilai yang sama yaitu “Demokarasi”. Demokrasi sebagai sistem pemerintahan mengandung nilai-nilai tertentu yang berbeda dengan sistem pemerintahan lain (otoriter, diktator, dan lain-lain).
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sistem pemerintahan presidensial dan parlementer merupakan dua model sistem pemerintahan yang dijadikan acuan oleh banyak negara. Amerika Serikat dan Inggris-lah yang masing-masing dianggap sebagai pelopornya. Meskipun sama-sama menggunakan sistem presidensial atau parlementer, bukan berarti suatu negara dalam melaksanaan pemerintahannya itu sama, terdapat variasi yang disesuaikan dengan perkembangan ketatanegaraan negara.
Tanpa adanya sistem pemerintahan  negara – negara di dunia ini akan hancur, tidak mempunyai tujuan, banyak perilaku yang menyimpang atau bahkan banyak peperangan yang terjadi karena tidak mempunnyai landasan yang kuat. Sesungguhnya, sistem pemerinthan itu mempunyai tujuan untuk menjaga kestabilan suatu negara dan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum minoritas dan mayoritas dan menjaga sistem politik, keamanan, pertahanan, ekonomi sehingga dapat dijadikan sistem pemerintahan yang kontinu dari generasi ke generasi. Suatu sistem pemerintahan yang diselenggarakan oleh satu negara yang sudah mapan, dapat menjadi model bagi pemerintahan di negara lain. Model tersebut dapat dilakukan melalui suatu proses sejarah panjang yang dialami oleh masyarakat, bangsa dan negara tersebut baik melaui kajian-kajian akademis maupun dipaksakan melalui penjajahan.
Sistem pemerintahan suatu negara berguna bagi negara lain. Salah satu keguanaan penting sistem pemerintahan suatu negara adalah menjadi bahan perbandingan bagi negara lain. Jadi, negara-negara lainpun dapat mencari dan menemukan beberapa persamaan dan perbedaan antara sistem pemerintahannya. Hal yang perlu kita sadari bahwa apapun sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh suatu negara, tidaklah sempurna seperti yang diharapkan oleh masyarakatnya. Setiap sistem pemerintahan baik presidensial maupun parlementer, memiliki sisi-sisi kelemahan dan kelebihan.
Oleh sebab itu, sebuah bangsa dengan masyarakatnya yang bijak dan terdidik akan terus berupaya mengurangi sisi-sisi kelemahan dan meningkatkan seoptimal mungkin peluang-peluang untuk mencapai tingkat kesempurnaan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara baik pada sistem pemerintahan presidensial maupun sistem parlementer. Oleh karena itu, penulis memilih tema tentang sistem pemerintahan suatu negara yang berjudul “Perbandingan Sistem Pemerintahan di Indonesia dengan Sistem Pemerintahan di Selandia Baru”.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat ditentukan rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah sistem pemerintahan di Indonesia ?
2.      Bagaimanakah sistem pemerintahan di Selandia Baru ?
3.      Bagaimanakah perbandingan sistem pemerintahan di Indonesia dengan sistem pemerintahan di Selandia Baru ? 

1.3  Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat ditentukan beberapa
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Menjelaskan tentang sistem pemerintahan di Indonesia.
2.      Menjelaskan tentang sistem pemerintahan di Selandia Baru.
3.      Menjelaskan tentang perbandingan sistem pemerintahan di Indonesia dengan sistem pemerintahan di Selandia Baru.
1.4  Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut maka dapat diambil beberapa manfaatnya diantaranya :
a.       Bagi Siswa
1.    Dapat menjelaskan tentang sistem pemerintahan di Indonesia.
2.    Dapat menjelaskan tentang sistem pemerintahan di Selandia Baru.
3.    Dapat menjelaskan tentang perbandingan sistem pemerintahan di Indonesia dengan sistem pemerintahan di Selandia Baru.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1      Sistem Pemerintahan
2.1.1        Definisi Sistem
Asal kata sistem berasal dari bahasa Latin systema  dan bahasa Yunani sustema. Kata sistem merupakan terjemahan dari kata system ( bahasa inggris ) yang berarti susunan, tatanan, jaringan atau cara. Dalam KBBI kata sistem  mempunyai tiga pengertian antara lain :
1.    Seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.
2.    Susunan pandangan, teori, asas yang teratur
3.    Metode

Berikut ini pengertian sistem menurut beberapa ahli.
a)      Rusadi Kantaprawira
Sistem adalah suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur/elemen. Unsur, komponen, atau bagian yang banyak tersebut tersebut berada dalam keterikatan yang kait-mengait dan fungsional.
b)      Jogianto
Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. sistem ini menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan yang nyata adalah suatu objek nyata, seperti tempat, benda, dan orang-orang yang betul-betul ada dan terjadi.
c)      Prajudi
Sistem adalah suatu jaringan prosedur-prosedur yang berhubungan satu sama lain menurut skema/pola yang bulat untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama dari suatu usaha/urutan.
d)     Sumantri
Sistem adalah sekelompok bagian—bagian yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suat maksud. Apabila salah satu bagian rusak atau tidak dapat menjalankan tugasnya, maka maksud yang hendak dicapai tidak terpenuhi, atau setidak-tidaknya sistem yang telah terwujud akan mendapat gangguan.
e)      W.J.S. Poerwadarminta
Sistem adalah sekelompok bagian—bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suat maksud.
f)       Pamudji
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisasi, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan utuh.
g)      Jerry Futz Gerald
Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi, suatu himpunan atau perpaduan hal – hal atau bagian – bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan utuh. Didalam suatu sistem terdapat komponen – komponen yang mempunyai fungsi masing – masing, saling berhubungan satu dengan yang lain menurut pola, tata atau norma tertentu dalam rangka mencapai tujuan.

Dalam sistem terkandung unsur-unsur, antara lain sebagai berikut.
a.       Seperangkat elemen, komponen, dan bagian.
b.      Saling berkaitan dan tergantung.
c.       Kesatuan yang terintegrasi (terkait dan menyatu).
d.      Memiliki peranan dan tujuan tertentu.

Adapun ciri-ciri umum sistem adalah sebagai berikut.
1.      Cenderung ke arah entropi, yaitu lamban, menua, mati.
2.      Hadir dalam ruang dan waktu yang tidak bisa dihentikan.
3.      Mempunyai batas-batas yang dapat berubah.
4.      Mmpunyai lingkungan proksimal, yaitu lingkungan yang disadari oleh sistem, dan lingkungan distal, yaitu lingkungan yang berada di luar sistem.
5.      Mempunyai variabel (faktor-faktor dalam sistem) dan parameter (faktor-faktor di luar sistem).
6.      Mempunyai subsistem.
7.      Mempunyai suprasistem.


2.1.2        Definisi Pemerintahan
Pemerintahan berasal dari kata perintah atau pemerintah. Dalam KBBI, kata perintah , pemerintah dan pemerintahan dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.      Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh untuk melakukan sesuatu.
2.      Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah atau negara.
3.      Pemerintahan adalah perbuatan, cara, hal, urusan dalam pemerintahan.
Selain pengertian diatas, pemerintahan dapat berarti secara luas dan sempit. Berikut penjelasnnya :
a.       Pemerintahan dalam arti luas adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan legislatif, eksekutif dan yudikatif di sutu negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
b.      Pemerintahan dalam arti sempit adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujun penyelenggaraan negara.

Berikut pengertian pemerintahan menurut beberapa ahli :
a.       Utrecht
Utrecht mengartikan pemerintahan sebagai berikut.
·         Pemerintahan sebagai gabungan dari semua badan kenegaraan yang berkuasa memerintah. Jadi, yang termasuk badan-badan kenegaraan di sini bertugas menyelenggarakan kesejahteraan umum, misalnya badan legislatif, badan eksekutif, dan badan yudikatif.
·         Pemerintahan sebagai gabungan badan-badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa memerintah di wilayah satu negara, misalnya raja, presiden, atau Yang Dipertuan Agung (Malaysia).
·         Pemerintahan dalam arti kepala negara (presiden) bersama dengan kabinetnya.
b.      Kooiman
Pemerintahan adalah proses interaksi antara berbagai aktor dalam pemerintahan dan kelompok sasaran atau berbagai individu masyarakat. Oleh sebab itu, pola penyelenggaraan pemerintahan dalam masyarakat dewasa ini pada intinya merupakan proses koordinasi (Coordinating), pengendalian (steering), pemengaaruhan (balancing) setiap hubungan interaksi tersebut.
c.       Austin Ranney
Pemerintahan adalah proses kegiatan pemerintah, yaitu proses membuat dan menegakkan hukum dalam suatu negara.
d.      Offe
Pemerintahan merupakan hasil dari tindakan administratif dalam berbagai bidang dan bukan merupakan hasil dari pelaksanaan tugas pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan  yang ditetapkan sebelumnya, melainkan lebih merupakan hasil dari kegiatan produksi bersama (corproduction) antara lembaga pemerintahan dan klien masing-masing.



2.1.3        Pengertian Sistem Pemerintahan
Istilah sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua kata, “sistem” dan “pemerintahan”. “Sistem” adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional, baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga, hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik, maka akan mempengaruhi keseluruhannya itu. (Carl J. Friedrich).
Menurut doktrin hukum tata negara, pengertian sistem pemerintahan negara dapat dibagi ke dalam tiga pengertian, yaitu sebagai berikut :
a.    Sistem Pemerintahan Negara dalam Arti Paling Luas
Tatanan yang berupa struktur dari suatu negara dengan menitikberatkan pada hubungan antara negara dan rakyat. Pengertian seperti ini akan menimbulkan model pemerintahan monarki, aristokrasi, dan demokrasi.
b.    Sistem Pemerintahan Negara dalam Arti Luas
Suatu tatanan atau struktur pemerintahan negara yang bertitik tolak dari hubungan antar semua organ negara, termasuk hubungan antara pemerintah pusat (central government) dan bagian-bagian yang terdapat di dalam negara di tingkat lokal (local government).
Kajian sistem pemerintahan negara dalam arti luas meliputi:
·         Bangunan negara kesatuan, yaitu pemerintah pusat memegang otoritas penuh (berkedudukan lebih tinggi) dibanding dengan pemerintah lokal,
·         Bangunan negara serikat (federal), yaitu pemerintah pusat dan negara bagian mempunyai kedudukan yang sama, dan
·         Bangunan negara konfederasi, yaitu pemerintah lokal (kantor atau wilayah) mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pemerintah pusat.
c.    Sistem Pemerintahan Negara dalam Arti Sempit
Suatu tatanan atau struktur pemerintahan yang bertitik tolak dari hubungan  sebagian organ negara di tingkat pusat, khususnya antara eksekutif dan legislatif. Struktur atau tatanan pemerintahan negara seperti ini akan menimbulkan model sebagai berikut.
1)   Sistem parlementer, yaitu parlemen (legislatif) mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pada eksekutif. Contoh negara yang menerapkan sistem ini antara lain : Prancis, Belgia, Inggris, Jepang, India, Belanda, New Zealand, Sudan, Portugal, dan Italia.
2)   Sistem pemisahan kekuasaan (presidensial), yaitu parlemen (legislatif) dan pemerintah (eksekutif) mempunyai kedudukan yang sama dan saling melakukan kontrol (check and balances). Contohnya : Amerika Serikat, Indonesia, Paraguay, Brunei Darrussalam, Peru, dan Swedia.
3)   Sitem pemerintahan dengan pengawasan langsung oleh rakyat, yaitu pemerintah (eksekutif), pada hakikatnya adalah badan pekerja dari parlemen (legislatif), dengan kata lain eksekutif merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari legislatif. Oleh karena itu, parlemen tidak diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan kepada eksekutif sehingga yang berhak mengawasi parlemen dan eksekutif adalah rakyat secara langsung, contohnya adalah negara Swiss.
Dari beberapa pengertian di atas, sistem pemerintahan dapat didefinisikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekrja saling bergantung dan mempengaruhi falam mencapai tujuan dan fungsi pemerintahan.


2.1.4        Klasifikasi Sistem Pemerintahan
1.      Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem parlementer adalah sebuah sistem permerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.
Sistem parlementer, terlahir dari adanya pertanggung jawaban menteri. Seperti halnya yang terjadi di Inggris, di mana seorang raja tak dapat diganggu gugat (the king can do no wrong), maka jika terjadi perselisihan antara raja dengan rakyat, menterilah yang bertanggung jawab terhadap segala tindakan raja. Sebagai contoh, Thomas Wentworth salah seorang menteri pada masa Raja Karel I dituduh melakukan tindak pidana oleh majelis rendah. Kemudian karena terbukti, menteri tersebut dijatuhi hukuman mati oleh majelis tinggi.
Dari pertanggung jawaban pidana ini, kemudian lahir pertanggung jawaban politik, di mana para menteri harus bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen. Sistem parlemen telah terjadi sejak permulaan abad ke-18 di Inggris. Dari sejarah ketatanegaraan, dapatlah dikatakan, bahwa sistem parlementer ini adalah kelanjutan dari bentuk negara Monarchi Konstitusionil, di mana kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi. Karena itu dalam sistem parlementer, raja atau ratu dan presiden, kedudukannya adalah sebagai kepala negara. Contoh kedudukan ratu di Inggris, raja di Muangthai dan presiden di India.
Selanjutnya yang disebut eksekutif dalam sistem parlementer adalah kabinet itu sendiri. Kabinet yang terdiri dari perdana menteri dan menteri-menteri, bertanggung jawab sendiri satau bersama-sama kepada parlemen. Kesalahan yang dilakukan oleh kabinet tidak dapat melibatkan kepala negara. Karena itulah di Inggris dikenal istilah “the king can do no wrong”. Pertanggung jawaban menteri kepada parlemen tersebut dapat berakibat kabinet meletakkan jabatan dan mengembalikan mandat kepada kepala negara manakala parlemen tidak lagi mempercayai kabinet.
Sebagai catatan, bahwa dalam pemerintahan kabinet parlementer, perlu dicapai adanya keseimbangan melalui mayoritas partai untuk membentuk kabinet atas kekuatan sendiri. Kalau tidak, maka dibentuk suatu kabinet koalisi berdasarkan kerjasama antara beberapa partai yang bersama-sama mencapai mayoritas dalam badan legislatif. Beberapa negara, seperti Negera Belanda dan negara-negara Skandinavia, pada umumnya berhasil mencapai suatu keseimbangan, sekalipun tidak dapat dielakkan suatu “dualisme antara pemerintah dan dewan perwakilan rakyat”.

a.       Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Parlementer
Beberapa ciri dari sistem pemerintahan parlementer, adalah sebagai berikut :
1.      Raja/ratu atau presiden adalah sebagai kepala negara. Kepala negara ini tak bertanggung jawab atas segala kebijaksanaan yang diambil oleh kabinet.
2.      Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri. Kepala negara tak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebagai simbol kedaulatan dan keutuhan negara.
3.      Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih lansung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.
4.      Eksekutif bertanggung jawab kepada legislatif. Dan yang disebut sebagai eksekutif di sini adalah kabinet. Kabinet harus meletakkan atau mengembalikan mandatnya kepada kepala negara, manakala parlemen mengeluarkan mosi tidak percaya kepada menteri tertentu atau seluruh menteri.
5.      Dalam sistem dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk kabinet dan sekaligus sebagai perdana menteri adalah ketua partai politik yang memenangkan pemilu. Sedangkan partai politik yang kalah akan berlaku sebagai pihak oposisi.
6.      Dalam sistem banyak partai, formatur kabinet harus membentuk kabinet secara koalisi, karena kabinet harus mendapat dukungan kepercayaan dari parlemen.
7.      Apabila terjadi perselisihan antara kabinet dan parlemen dan kepala negara beranggapan kabinet berada dalam pihak yang benar, maka kepala negara akan membubarkan parlemen. Dan menjadi tanggung jawab kabinet untuk melaksanakan pemilu dalam tempo 30 hari setelah pembubaran itu. Sebagai akibatnya, apabila partai politik yang menguasai parlemen menang dalam pemilu tersebut, maka kabinet akan terus memerintah. Sebaliknya, apabila partai oposisi yang memenangkan pemilu, maka dengan sendirinya kabinet mengembalikan mandatnya dan partai politik yang menang akan membentuk kabinet baru.                   
            Dalam hal terjadinya suatu krisis kabinet karena kabinet tidak lagi memperoleh dukungan dari mayorits badan legislatif, kadang-kadang dialami kesukaran untuk membentuk suatu kabinet baru, oleh karena pandangan masing-masing partai tidak dapat dipertemukan. Dalam keadaan semacam ini terpaksa dibentuk suatu kabinet ekstra-parlementer, yaitu suatu kabinet yang dibentuk tanpa formateur kabinet merasa terikat pada konstelasi kekuatan politik dalam badan legislatif.
            Dengan demikian bagi formateur kabinet cukup peluang untuk menunjuki menteri berdasarkan keahlian yang diperlukan tanpa menghiraukan apakah dia mempunyai dukungan partai. Kalaupun ada menteri yang merupakan anggota pertai, maka secara formil dia tidak mewakili partainya. Biasanya suatu kabinet ekstra-parlementer mempunyai program kerja yang terbatas dan mengikat diri untuk menangguhkan pemecahan masalah-masalah yang bersifat fundamental.
b.      Kelebihan dan kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem Pemerintahan Parlementer
Kelebihan
Kekurangan
Pembuatan kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan legislatif dan eksekutif berada pada satu partai atau koalisi partai.
Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas
    Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
   Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlementer
Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tak bisa ditentikan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar
Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal ini terjadi bila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal darin partai mayoritas. Karena pengaruh mereka yang besar di parlemen dan partai, anggota kabinet pun dapat menguasai parlemen
  Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan menjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.

2.      Sistem Pemerintahan Presidensial
Dalam sistem pemerintahan presidensial, kedudukan eksekutif tak tergantung pada badan perwakilan rakyat. Adapun dasar hukum dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan rakyat. Sebagai kepala eksekutif, seorang presiden menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin departemennya masing-masing dan mereka itu hanya bertanggung jawab kepada presiden. Karena pembentukan kabinet itu tak tergantung dari badan perwakilan rakyat atau tidak memerlukan dukungan kepercayaan dari badan perwakilan rakyat, maka menteri-pun tak bisa diberhentikan olehnya.
Sistem ini terdapat di Amerika Serikat yang mempertahankan ajaran Montesquieu, di mana kedudukan tiga kekuasaan negara yaitu legislatif, eksekutif dan legislatif, terpisah satu sama lain secara tajam dan saling menguji serta saling mengadakan perimbangan (check and balance). Kekuasaan membuat undang-undang ada di tangan congress, sedangkan presiden mempunyai hak veto terhadap undang-undang yang sudah dibuat itu. Kekuasaan eksekutif ada pada presiden dan pemimpin-pemimpin departemen, yaitu para menteri yang tidak bertanggung jawab pada parlemen. Karena presiden dipilih oleh rakyat, maka sebagai kepala eksekutif ia hanya bertanggung jawab kepada rakyat.

Pelaksanaan kekuasaan kehakiman menjadi tanggung jawab Supreme Court (Mahkamah Agung), dan kekuasaan legislatif berada di tangan DPR atau Konggres (Senat dan Parlemen di Amerika). Dalam Praktiknya, sistem presidensial menerapkan teori Trias Politika Montesqueu secara murni melalui pemisahan kekuasaaan (Separation of Power ). Contohnya adalah Amerika dengan Chek and Balance. Sedangkan yang diterapkan di Indonesia adalah pembagian kekuasaan (Distribution of Power).

a.     Ciri-ciri  Sistem Pemerintahan Presidensial
1.      Penyelenggara negara berada di tangan presiden. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan/majelis
2.      Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertanggung jawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen/legislatif
3.      Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen karena ia tidak dipilih oleh parlemen
4.      Presiden tak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem     parlementer
5.      Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan menjabat sebagai lembaga perwakilan. Anggotanya pun dipilih oleh rakyat
6.      Presiden tidak berada di bawah pengawasan langsung parlemen

b.    Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial

Sistem Pemerintahan Presidensial
Kelebihan
Kekurangan
   Badan eksekutif lebih stabil kedudu-kannya karena tidak tergantung pada parlemen
  Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan presiden Amerika Serikat adalah 4 tahun dan presiden Indonesia selama 5 tahun
  Penyusunan program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya
  Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi  oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak
  Sistem pertanggung jawabannya kurang jelas
  Pembuatan keputusan/kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dengan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.

Menyadari adanya kelemahan dari masing-masing sistem pemerintahan, negara-negara pun berusaha memperbaharui dan berupaya mengkombinasikan dalam sistem pemerintahannya Hal ini dimaksudkan agar kelemahan tersebut dapat dicegah atau dikendalikan. Misalnya, di Amerika Serikat yang menggunakan sistem presidensial, maka untuk mencegah kekuasaan presiden yang besar, diadakanlah mekanisme cheks and balance, terutama antara eksekutif dan legislatif.

Menurut Rod Hague, pada sistem pemerintahan presidensial terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu :
a.       Presiden yang dipilih rakyat, menjalankan pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
b.      Masa jabatan yang tetap bagi presiden dan dewan perwakilan, keduanya tidak bisa saling menjatuhkan (menggunakan kekuasaan secara sewenang-wenang).
c.       Tidak ada keanggotaan yang tumpang tindih antara eksekutif dan legislatif

3.      Sistem Pemerintahan Referendum
Sebagai variasi dari kedua sistem pemerintahan parlementer dan presidensial adalah sistem pemerintahan referendum. Di negara Swiss, di mana tugas pembuat Undang-undang berada di bawah pengawasan rakyat yang mempunyai hak pilih. Pengawasan itu dilakukan dalam bentuk referendum yang terdiri dari referendum obligatoir, referandum fakultatif, dan referandum konsultatif.
a.       Referandum Obligatoir, adalah referandum yang harus terlebih dahulu mendapat persetujuan langsung dari rakyat sebelum suatu undang-undang tertentu diberlakukan. Persetujuan dari rakyat mutlak harus diberikan dalam pembuatan suatu undang-undang yang mengikat seluruh rakyat, karena dianggap sangat penting. Contoh, adalah persetujuan yang diberikan oleh rakyat terhadap pembuatan undang-undang dasar.
b.      Referendum Fakultatif, adalah referandum yang dilaksanakan apabila dalam waktu tertentu sesudah suatu undang-undang diumumkan dan dilaksanakan, sejumlah orang tertentu yang punya hak suara menginginkan diadakannya referandum. Dalam hal ini apabila referandum menghendaki undang-undang tersebut dilaskanakan, maka undang-undang itu terus berlaku. Tetapi apabila undang-undang itu ditolak dalam referandum tersebut, maka undang-undang itu tidak berlaku lagi.
c.       Referandum Konsultatif, adalah referandum yang menyangkut soal-soal teknis. Biasanya rakyat sendiri kurang paham tentang materi undang-undang yang dimintakan persertujuaannya. Pada pemerintahan dengan sistem referandum, pertentangan yang terjadi antara eksekutif (bundesrat) dan legislatif (keputusan daripada rakyat) jarang terjadi. Anggota-anggota dari bundesrat ini dipilih oleh bundesversammlung untuk waktu 3 tahun lamanya dan bisa dipilih kembali.
Keuntungan dari sistem referendum adalah, bahwa pada setiap masalah negara rakyat langsung ikut serta menanggulanginya. Akan tetapi kelemahannya adalah tidak setiap masalah rakyat mampu menyelesaikannya karena untuk mengatasinya perlu pengetahuan yang cukup harus dimiliki oleh rakyat itu sendiri. Sistem ini tak bisa dilaksanakan jika banyak terdapat perbedaan paham antara rakyat dan eksekutif yang menyangkut kebijaksanaan politik. Keuntungan yang lain ialah, bahwa kedudukan pemerintah itu stabil sehingga membawa akibat pemerintah akan memperoleh pengalaman yang baik dalam menyelenggarakan kepentingan rakyatnya.

4.      Sistem Parlemen Satu Kamar dan Dua Kamar
a.      Sistem Parlemen Satu Kamar
                  Timbulnya pemikiran terhadap parelemen sistem satu kamar, didasarkan pada pemikiran bahwa apabila majelis tingginya demokratis, hal itu semata-mata mencerminkan majelis rendah yang juga demokratis dan karenanya hanya merupakan duplikasi saja. Teori yang mendukung pandangan ini berpendapat bahwa fungsi kamar kedua, misalnya meninjau atau merevisi undang-undang, dapat dilakukan oleh komisi parlementer, sementara upaya menjaga konstitusi selanjutnya dapat dilakukan melalui konstitusi yang tertulis.
                  Banyak negara yang kini mempunyai parlemen dengan sistem satu kamar dulunya menganut sistem dua kamar dan belakangan menghapuskan majelis tingginya. Salah satu alasannya ialah karena majelis tinggi yang dipilih hanya bertumpang tindih dengan majelis rendah dan menghalangi disetujuinya undang-undang. Contohnya adalah kasus Landsting di Denmark (dihapuskan tahun1953). Alasan lainnya adalah karena majelis yang diangkat terbukti tidak efektif. Contohnya adalah kasus Dewan Legislatif di Selandia Baru (dihapuskan tahun 1951).
Beberapa hal terkait dengan parlemen sistem satu kamar adalah sebagai berikut :
·         Para pendukung, menyatakan bahwa sistem satu kamar mencatat perlunya pengendalian atas pengeluaran pemerintahan dan dihapuskannya pekerjaan yang berganda yang dilakukan oleh kedua kamar.
·         Para pengkritik, bahwa sistem satu kamar menunjukkkan adanya pemeriksaan dan pengimbangan ganda yang diberikan oleh sistem dua kamar dan dapat menambah tingkat konsensus dalam masalah legislatif.
·         Kelemahan sistem satu kamar, ialah bahwa wilayah-wilayah urban yang memiliki penduduk yang lebih besar akan mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada wilayah-wilayah pedesaan yang penduduknya lebih sedikit. Satu-satunya cara untuk membuat wilayah yang penduduknya lebih sedikit terwakili dalam pemerintahan kesatuan adalah menerapkan sistem dua kamar, seperti misalnya pada periode awal Amerika Serikat.
                  Beberapa pemerintahan sub-nasional yang menggunakan sistem legislatif satu kamar antara lain adalah negara bagian Nebraska di Amerika Srikat, Queensland di Australia, semua provinsi dan atau wilayah di Kanada dan Bundesländer Jerman (Bavaria menghapuskan Senatnya pada tahun 1999). Adapun di Britania Raya, Parlemen Skotlandia, Dewan Nasional Wales dan Dewan Irlandia Utara yang telah meramping juga menganut sistem satu kamar.
                  Semua dewan legislatif kota praktis juga satu kamar dalam pengertian bahwa dewan perwakilan rakyat daerah tidak dibagi menjadi dua kamar. Hingga awal abad ke-20, dewan-dewan kota yang dua kamar lazim ditemukan di Amerika Serikat.

b.      Sistem Parlemen Dua Kamar
      Sistem parelmen dua kamar, adalah praktek pemerintahan yang menggunakan dua kamar legislatif atau parlemen. Jadi, parlemen dua kamar (bikameral) adalah parlemen atau lembaga legislatif yang terdiri atas dua kamar. Di Britania Raya, sistem dua kamar ini dipraktekkan dengan menggunakan Majelis Tinggi (House of Lords) dan Mejelis Rendah (House of Commons). Dan di Amerika Serikat sistem ini diterapkan melalui kehadiran Senat dan Dewan Perwakilan.
      Indonesia juga menggunakan sistem yang agak mendekati sistem dua kamar melalui kehadiran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), meskipun dalam prakteknya sistem ini tidak sepenuhnya diberlakukan karena persidangan MPR tidak berlangsung sesering persidangan DPR.
Adapun bentuk Parlemen dengan Sistem Dua Kamar, dapat dibedakan menjadi berikut :
1.      Federalisme
Beberapa negara seperti Australia, Amerika Serikat, India, Brazil, Swiss dan Jerman, mengaitkan sistem dua kamar mereka dengan struktur politik federal mereka. Di Amerika Serikat, Australia dan Brazil misalnya, masing-masing negara bagian mendapatkan jumlah kursi yang sama di majelis tinggi badan legislatif, dengan tidak mempedulikan perbedaan jumlah penduduk antara masing-masing negara bagian. Hal ini dirancang untuk memastikan bahwa negara-negara bagian yang lebih kecil tidak dibayang-bayangi oleh negara-negara bagian yang penduduknya lebih banyak. Dan kesepakatan yang menjamin pengaturan ini di Amerika Serikat dikenal sebagai Kompromi Connecticut.
Di majelis rendah dari masing-masing negara tadi, pengaturan ini tidak diterapkan dan kursi dimenangkan semata-mata berdasarkan jumlah penduduk. Karena itu, sistem dua kamar adalah sebuah metode yang menggabungkan prinsip kesetaraan demokratis dengan prinsip federalisme. Semua setara di majelis rendah, sementara semua negara bagian setara di majelis tinggi.

Dalam sistem India dan Jerman, majelis tinggi (masing-masing dikenal sebagai Rajya Sabha dan Bundesrat), bahkan lebih erat terkait sistem federal, karena para anggotanya dipilih langsung oleh pemerintah dari masing-masing negara bagian India atau Bundesland Jerman. Hal ini pun terjadi di AS sebelum amandemen ke-17.
2.      Sistem Dua Kamar Kebangsawanan
Di beberapa negara, sistem dua kamar dilakukan dengan menyejajarkan unsur-unsur demokratis dan kebangsawanan. Contohnya adalah Majelis Tinggi (House of Lords) Britania Raya, yang terdiri dari sejumlah anggota hereditary peers. Majelis Tinggi ini merupakan sisa-sisa sistem kebangsawanan yang dulu penah mendominasi politik Britania Raya, sementara majelis lainnya, Majelis Rendah (House of Commons), anggotanya sepenuhnya dipilih.
Sejak beberapa tahun lalu telah muncul usul-usul untuk memperbaharui Majelis Tinggi dan sebagian telah berhasil. Misalnya, jumlah hereditary peers (berbeda dengan life peers) telah dikurangi dari sekitar 700 orang menjadi 92 orang dan kekuasaan Majelis Tinggi untuk menghadang undang-undang telah dikurangi. Contoh lain dari sistem dua kamar kebangsawanan ini adalah House of Peers Jepang, yang dihapuskan setelah Perang Dunia II.
1.      Kelebihan Sistem Pemerintahan Referendum
Rakyat bisa langsung terlibat dalam setiap masalah yang dialami negara.
Kondisi Pemerintahan akan stabil.
2.       Kekurangan Sistem Pemerintahan Referendum
Tidak setiap masalah bisa diselesaikan oleh rakyat.
Tidak dapat diterapkan jika di antara rakyat banyak perbedaan paham atau pendapat.
3.       Contoh negara yang menerapkan sistem seperti ini antara lain :
Negara Swiss.


2.2      Bentuk Pemerintahan
2.2.1        Bentuk Pemerintahan Klasik
Teori-teori tentang bentuk pemerintahan klasik pada umumnya masih menggabungkan bentuk negara dan bentuk pemerintahan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mac Iver  dan Leon Duguit  yang menyatakan bahwa bentuk negara sama dengan bentuk pemerintahan. Prof. Padmo Wahyono, SH juga berpendapat bahwa bentuk negara aristokrasi dan demokrasi adalah bentuk pemerintahan klasik, sedangkan monarki dan republik adalah bentuk pemerintahan modern.
Dalam teori klasik, bentuk pemerintahan dapat di bedakan atas jumlah orang yang memerintah dan sifat pemerintahannya.
1.      Ajaran Plato (429 - 347SM)
Plato mengemukakan lima bentuk pemerintahan negara. Kelima bentuk itu menurut Plato harus sesuai dengan sifat-sifat tertentu manusia. Adapun kelima bentuk itu sebagai berikut.
1.      Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh kaum cendikiawan yang dilaksanakan  sesuai dengan pikiran keadilan.
2.      Timokrasi, yaitu bentuk pemerintah yang di pegang oleh orang-orang yang ingin mencapai kemasyuran dan kehormatan.
3.      Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh golongan hartawan
4.      Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat jelata, dan
5.      Tirani, yaitu bentuk pemerintahan  yang di pegang oleh seorang tiran ( sewenang-wenang) sehingga jauhdari cita-cita keadilan.

2.      Ajaran Aristoteles (384 - 322 SM)
Aristoteles membedakan bentuk pemerintahan berdasarkan dua kriteria pokok, yaitu jumlah orang yang memegang pucuk pemerintahan dan kualitas pemerintahannya. Berdasarkan dua kriteria tersebut, perbedaan bentuk pemerintahan adalah sebagai berikut.
1.      Monarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh satu orang demi kepentingan umum, sifat pemerintahan ini baik dan ideal.
2.      Tirani, yaitu bentuk pemerintah yang dipegang oleh seseorang demi kepentingan pribadi. Bentuk pemerintahan ini buruk dan merupakan kemerosotan.
3.      Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendikiawan demi kepentingan umum. Bentuk pemerintahan ini baik dan ideal.
4.      Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendikiawan demi kepentingan kelompoknya. Bentuk pemerintahan ini merupakan pemerosotan dan buruk.
5.      Pliteia,  yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seluruh rakyat demi kepentingan umum. Bentuk pemerintahan ini baik dan ideal.
6.      Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh orang-orang tertentu demi kepentingan sebagian orang. Bentuk pemerintahan ini kurang baik dan merupakan pemrosotan.
  
3.      Ajaran Polybios (204-122 SM)
Ajaran Polybios yang dikenal dengan Cyclus Theory  sebenarnya merupakan pengembangna lebih lanjut dari ajaran aristoteles dengan sedikit perubahan, yaitu dengan mengganti bentuk pemerintahan ideal pliteia dengan demokrasi.
Monarki adalah bentuk pemerintahan yang pada mulanya mendirikan kekuasaan atas rakyat dengan baik  dan dapat di percaya. Namun pada perkembangannya, para penguasa dalam hal ini adalah raja tidak lagi menjalankan pemerintahan untuk kepentingan umum, bahkan cenderung sewenang-wenang dan menindas rakyat. Bentuk pemerintahan monarki bergeser menjadi tirani.
Dalam situasi pemerintahan tirani yang sewenang-wenang, muncullah kaum bangsawan yang bersekongkol untuk melawan. Mereka bersatu untuk mengadakan pemberontakan sehingga kekuasaan beralih pada mereka. Pemerintahan selanjutnya di pegang oleh beberapa orang dan memperhatikan kepentingan umum., serta sifat baik,. Pemerintahan pun berubah dari tirani menjadi aristokrasi.
Aristokrasi yang semula baik dan memperhatikan kepentingan umum, pada perkembangannya tidak lagi menjalankan keadilan dan hanya mementingkan diri sendiri. Keadaan itu mengakibatkan pemerintahan aristokrasi bergeser ke oligarki.
Dalam pemerintahan oligarki yang tidak ada keadilanm rakyat berontak mengambil alih kekuasaan umtuk memperbaiki nasib. Rakyat menjalankan kekuasaan negara demi kepentingan rakyat. Akibatnya, pemerintahan bergeser menjadi demokrasi. Namun, pemerintahan demokrasi yang awalnya baik lama keamaan banyak diwarnai kekacauan, kebrobokan, dan korupsi sehingga hokum sulit di tegakkan. Dari pemerintahan okhlorasi ini kemudian muncul seorang yang kuat dan berani yang dengan kekerasan dapat memegang pemerintahan. Dengan demikian, pemerintahan kembali di pegang oleh satu tangan lagi dalam bentuk monarki.
Perjalanan siklus pemerintahan di atas mamperlihatkan pada kita akan adanya hubungan kausal (sebab akibat) antara bentuk pemerintahan yang satu dengan yang lain. Itulah sebabnya Polybios beranggapan bahwa lahirnya pemerintahan yang satu dengan yang lain sebagai akibat dari pemerintahan yang sebelumnya telah ada.

2.2.2        Bentuk Pemerintahan Monarkhi (Kerajaan)
Leon Duguit dalam bukunya Traite de Droit Constitutional membedakan pemerintahan dalam bentuk monarki dan republik. Perbedaan antara pemerintahan bentuk “monarki” dan “republik” menurut Leon Duguit, adalah ada pada kepala negaranya. Jika ditunjuk berdasarkan hak turun-temurun, maka kita berhadapan dengan monarki. Kalau kepala negaranya ditunjuk tidak berdasarkan turun-temurun tetapi dipilih, maka kita berhadapan dengan republik.
Dalam praktik-praktik ketatanegaraan, bentuk pemerintahan monarki dan republik dapat dibedakan atas:
1)     Monarki Absolut
Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang (raja, ratu, syah, atau kaisar) yang kekuasaan dan wewenangnya tidak terbatas. Perintah raja merupakan undang-undang yang harus dipatuhi oleh rakyatnya. Pada diri raja terdapat kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang menyatu dalam ucapan dan perbuatannya. Contoh: Perancis semasa Louis XIV dengan semboyannya yang terkenal L’etat C’est Moi (negara adalah saya).
2)    Monarki Konstitusional
Monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja yang kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang dasar (konstitusi). Proses monarki konstitusional adalah sebagai berikut :
·         Adakalanya proses monarki konstitusional itu datang dari raja itu sendiri karena ia takut dikudeta. Contoh: negara Jepang dengan hak octrooi.
·         Adakalanya proses monarki konstitusional itu terjadi karena adanya revolusi rakyat terhadap raja. Contoh: Inggris yang melahirkan Bill of RightsI tahun 1689, Yordania, Denmark, Arab Saudi, dan Brunei Darussalam.
3)    Monarki Parlementer
               Monarki parlementer adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja dengan menempatkan parlemen (DPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Dalam monarki parlementer, kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet (perdana menteri) dan bertanggung jawab kepada parlemen. Fungsi raja hanya sebagai kepala negara (simbol kekuasaan) yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat. Bentuk monarki parlementer sampai sekarang masih tetap dilaksanakan di Inggris, Belanda, dan Malaysia.

2.2.3        Bentuk Pemerintahan Republik
Dalam pelaksaannya bentuk pemerintahan republik dapat dibedakan menjadi republik absolut, republik konstitusional, dan republik parlementer.
1)     Republik Absolut
            Dalam sistem republik absolut, pemerintahan bersifat diktator tanpa ada pembatasan kekuasaan. Penguasa mengabaikan konstitusi dan untuk melegitimasi kekuasaannya digunakanlah partai politik. Dalam pemerintahan ini, parlemen memang ada, namun tidka berfungsi.
2)    Republik Konstitusional
            Dalam sistem republik konstitusional, presiden memegang kekuasaan kepala negara dan kepala pemerintahan. Namun, kekuasaan presiden dibatasi oleh konstitusi. Di samping itu, pengawasan yang efektif dilakukan oleh parlemen.
3)    Republik Parlementer
            Dalam sistem republik parlementer, presiden hanya sebagai kepala negara. Namun, presiden tidak dapat diganggu-gugat. Sedangkan kepala pemerintahan berada di tangan perdana menteri yang bertanggungjawab kepada parlementer. Alam sistem ini, kekuasaan legislatif lebih tinggi daripada kekuasaan eksekutif.





























BAB III
METODE PENELITIAN 
3.1         Metode Penelitian
Penulisan karya ilmiah remaja yang berjudul Perbandingan Sistem Pemerintahan di Indonesia dengan Sistem Pemerintahan di Selandia Barubertujuan unuk mecari gambaran secara umum tentang perbedaan sistem pemerintahan kedua negara yang bersangkutan. Penulisan ini baik yang menyangkut pengumpulan data maupun pembahasan menggunakan metode study pustaka. Pada paksananaan pengumpulan data digunakan teknik observasi secara tidak langsung dan study pustaka.
Metode observasi adalah pengumpulan data dengan cara pengamatan yang dilakukan oleh observer, yaitu mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan sistm pemerintahan di Indonesia dan Selandia Baru yang diperoleh dari berbagai sumber. Karena observer tidak mengamati dan mengikuti secara langsung sistem pemerintahan di Selandia Baru, jadi observer menggunakan data yang diperoleh dari berbagai sumber yang akurat.
Metode study pustaka adalah pengumpulan data yang dilakukan oleh observer degan cara mencari data dari referensi atau buku – buku di perpustakaan yang berhubungan dengan sistem pemerintahan Indonesia dan Selandia Baru. Selain itu penulis juga mencari informasi dari situs  ( web page ) di internet untuk melengkapi data yang diperlukan.

3.2         Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu Penelitian
·         Hari                       : Sabtu
·         Tanggal                 : 27 Aguustus 2016
Tempat penelitian                    : SMA Negeri 1 Jakenan



BAB IV
PEMBAHASAN
4.1    Sistem Pemerintahan di Indonesia
4.1.1        Sistem Pemerinthan Presidensial yang Dijalankan di Indonesia
Nama Negara
Indonsia
Ibukota
Jakarta
Bentuk Negara
Kesatuan
Bentuk Pemerintahan
Republik
Sistem Pemerintahan
Presidensial
Pemimpin Negara
Presiden
Bahasa
Indonesia
Nama Bendera
Merah Putih
Semboyan
Bhineka Tunggal Ika
Lambang Negara
Garuda Pancasila

a.              Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Menurut UUD 1945
      Menurut UUD 1945, bahwa sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan atau separation of power (Trias Politica) murni sebagaimana yang diajarkan Montesquieu, akan tetapi menganut sistem pembagian kekuasaan (distribution of power). Hal-hal yang mendukung argumentasi tersebut, karena Undang-Undang Dasar 1945 :
·         Tidak membatasi secara tajam, bahwa tiap kekuasaan itu harus dilakukan oleh suatu organisasi/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
·         Tidak membatasi kekuasaan itu dibagi atas 3 bagian saja dan juga tidak membatasi kekuasaan dilakukan oleh 3 organ saja
·         Tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan MPR, pasal 1 ayat 2, kepada lembaga-lembaga negara lainnya.
b.             Pokok-pokok Sistem Pemerintahan Republik Indonesia
1.      Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi. Provinsi tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Bali, Banten, Bengkulu, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Gorontalo, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Lampung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Sumatra Selatan.
2.      Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan adalah presidensial.
3.      Pemegang kekuasaan eksekutif adalah Presiden yang merangkap sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden dan wakilnya dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan 5 tahun. Namun pada pemilu tahun 2004, Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket untuk masa jabatan 2004 – 2009.
4.      Kabinet atau menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden, serta bertanggung jawab kepada presiden.
5.      Parlemen terdiri atas 2 bagian (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota DPR dan DPD merupakan anggota MPR. DPR terdiri atas para wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Anggota DPD adalah para wakil dari masing-masing provinsi yang berjumlah 4 orang dari tiap provinsi. Anggota DPD dipilih oleh rakyat melalui pemilu dengan sistem distrik perwakilan banyak. Selain lembaga DPR dan DPD, terdapat DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang anggotanya juga dipilih melaui pemilu. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6.      Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, yaitu pengadilan tinggi dan pengadilan negeri serta sebuah Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.
7.      Sistem pemerintahan negara Indonesia setelah amandemen UUD 1945, masih tetap menganut Sistem Pemerintahan Presidensial, karena Presiden tetap sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab pada parlemen. Namun sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial.

c.     Beberapa variasi dari Sistem Pemerintahan Presidensial RI
1.      Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
2.      Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya dalam pengangkatan Duta untuk negara asing, Gubernur Bank Indonesia, Panglima TNI dan kepala kepolisian.
3.      Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya pembuatan perjanjian internasional, pemberian gelar, tanda jasa, tanda kehormatan, pemberian amnesti dan abolisi.
4.      Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran).
      Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dapat difahami bahwa dalam perkembangan sistem pemerintahan presidensial di negara Indonesia (terutama setelah amandemen UUD 1945) terdapat perubahan-perubahan sesuai dengan dinamika politik bangsa Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut antara lain, adanya pemilihan presiden langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance dan pemberian kekuasaan yang lebih besar pada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
      Secara umum dengan dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada era reformasi, telah banyak membawa perubahan yang mendasar baik terhadap ketatanegaraan (kedudukan lembaga-lembaga negara), sistem politik, hukum, hak asasi manusia, pertahanan keamanan dan sebagainya. Berikut ini dapat dilihat perbandingan model sistem pemerintahan negara republik Indonesia sebelum dan setelah dilaksanakan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 :
Masa Orde Baru
(Sebelum amandemen UUD 1945)
Masa Reformasi
(Setelah Amandemen UUD 1945)
Di dalam Penjelasan  UUD 1945, dicantumkan pokok-pokok Sistem Pemerintahan  Negara Republik Indonesia sebagai berikut :
a.     Indonesia adalah negara hukum (rechtssaat)
Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekua-saan belaka (machtsaat). Ini mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain, dalam melaksanakan tugasnya/ tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat dilihat di dalam pasal-pasal sebagai berikut :
1) Negara Indonesia adalah    negara Hukum.
Tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3), tanpa ada penjelasan.

2)       Sistem Konstitusional
Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Sistem ini memberikan ketegasan cara pengendalian pemerintahan negara yang dibatasi oleh ketentuan konstitusi, dengan sendirinya juga ketentuan dalam hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan-Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.
b.       Sistem Konstitusional
Secara eksplisit tidak tertulis, namun secara substantif dapat dilihat pada pasal-pasal sebagai berikut :
-         Pasal 2 ayat (1)
-         Pasal 3 ayat (3)
-         Pasal 4 ayat (1)
-         Pasal 5 ayat (1) dan (2)
-         Dan lain-lain
c.  Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia Tugas Majelis adalah:
1) Menetapkan Undang-Undang Dasar,
2) Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara,
3) Mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara (wakil presiden).
Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis. Presiden adalah “manda-taris” dari Majelis yang berkewajiban menjalankan ketetapan-ketetapan Majelis.
c.     Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang dan tugas sebagai berikut :
-  Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
- Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
- Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.
d. Presiden ialah penyelenggara peme-rintah Negara yang tertinggi menurut UUD.
Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, tanggung jawab penuh ada di tangan Presiden. Hal itu karena Presiden bukan saja dilantik oleh Majelis, tetapi juga dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa Garis-garis Besar Haluan Negara ataupun ketetapan MPR lainnya.
d.  Presiden ialah penyelenggara peme-rintah Negara yang tertinggi menurut UUD.
Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).
e.    Presiden tidak bertanggungjawab ke-pada Dewan Perwakilan Rakyat.
Kedudukan Presiden dengan DPR adalah neben atau sejajar. Dalam hal pembentukan undang-undang dan menetapkan APBN, Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan DPR. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari Dewan. Presiden tidak dapat membu-barkan DPR seperti dalam kabinet parlementer, dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden.
e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d. 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menerapkan sistem presidensial.
f.  Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak ber-tanggungjawab kepada Dewan Perwa-kilan Rakyat.
Presiden memilih, mengangkat dan memberhentikan mentri-mentri negara. Menteri-mentri itu tidak bertanggungjawab kapada DPR dan kedudukannya tidak tergantung dari Dewan., tetapi tergantung pada Presiden. Menteri-menteri merupakan pembantu presiden.
f.        Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak ber-tanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden yang pembentukan, pengubahan dan pembubarannya diatur dalam undang-undang Pasal 17).
g.       Kekuasaan  Kepala Negara  tidak tak terbatas.
Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi bukan berarti ia “diktator” atau tidak terbatas. Presiden, selain harus bertanggung jawab kepada MPR, juga harus memperhatikan sungguh-sungguh suara-suara dari DPR karena DPR berhak mengadakan pengawasan terhadap Presiden (DPR adalah anggota MPR). DPR juga mempunyai wewenang mengajukan usul kepada MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden, apabila dianggap sungguh-sungguh melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tarcela.
h.  Kekuasaan  Kepala Negara  tidak tak terbatas.
Presiden sebagai kepala negara, kekua-saannya dibatasi oleh undang-undang. MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya (Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).


4.1.2        Struktur Ketatanegaraan Negara Republik Indonesia
Perubahan yang terjadi pada sistem pemerintahan negara republik Indonesia sebagai akibat dari dilukannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945, secara yuridis konstitusional berpengaruh pula pada iklim politik dan struktur ketatanegararaan. Perubahan iklim politik, antara lain ditandai dengan adanya keberanian anggota dewan dalam mengkritisi kebijakan pemerintah dan semakin produktif dalam menghasilkan peraturan perundang-undangan yang pada masa orde baru hal ini tidak terjadi.
Demikian juga MPR dan lembaga-lembaga negara lain yang sudah mampu menunjukkan keberadaannya. Dominasi eksekutif (Lembaga Kepresidenan), sudah diminimalisir dengan salah satu amandemen UUD 1945 Pasal 7 tentang jabatan Presiden yang maksimal 2 periode (10) tahun. Keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat.
Dalam struktur ketatanegaraan, terjadi penambahan nama lembaga negara dan sekaligus penghapusan suatu lembaga negara. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat bagan atau struktur kelembagaan negara (ketatanegaraan) berikut ini.
a.     Struktur Ketatanegaraan (sebelum amandemen UUD 1945).
Berdasarkan Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Hukum Republik Indonsia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia, yang kemudian dikukuhkan kembali dengan Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/MPR/1978, Struktur Kekuasaan di dalam Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut.
b.    Struktur Ketatanegaraan (Setelah Amandemen UUD 1945)
Pelaksanaan amandemen terhadap UUD 1945 telah dilakukan selama 4 (empat) kali, yakni : pertama mencakup 9 pasal (disahkan tanggal 19 Oktober 1999), kedua mencakup 25 pasal (disahkan tanggal 18 Agustus 2000), ketiga mencakup 32 pasal (disahkan 9 November 2001), dan keempat mencakup 13 pasal (disahkan tanggal 10 Agusutus 2002).

4.1.3        Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara R.I.
Berdasarkan landasan yuridis konstitusional, sistem pemerintahan presidensial yang diterapkan di negara republik Indonesia baik pada masa orde lama (1959 – 1966), orde baru (1966 – 1998) dan era reformasi (1998 s.d. sekarang)  secara substantif tidak mengalami perubahan. Perbedaan pelaksanaan  terletak pada cara pandang dan pemahaman rezim yang berkuasa serta kebijakan-kebijakan politik dan produk-produk hukumnya.
Untuk dapat melihat secara komprehensif kelebihan dan kelemahan pelaksanaan sistem pemeriantahan negara republik Indonesia, dapat dilihat pada berikut ini.
Sistem Pemerintahan Presidensial Negara R.I.
No
Kelebihan
Kelemahan
1.
Adanya pernyataan bahwa Indonesia adalah negara berdasar atas hukum dan sistem konstitusional. Hal ini telah memberikan kepastian hukum dan supremasi hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Produk hukum belum banyak memihak kepentingan rakyat demikian juga aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) masih ada oknum yang belum bekerja secara profesional sehingga dapat diajak berkolusi.
2.
Majelis Permusyawaratan Rakyat  yang terdiri dari anggota DPR, Utusan Daerah dan Utusan golongan (sekarang DPR dan DPD), berwenang mengubah UUD dan memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD. Hal ini pernah dilakukan karena Presiden dinilai telah melanggar haluan negara atau UUD 1945. Contoh : Presiden Soekarno (1967), Presiden B.J. Habibie (1999), dan Presiden K.H. Abdurachman Wahid (2002).
Majelis Permusyawaratan Rakyat yang anggota-anggotanya terdiri anggota DPR, Utusan Daerah dan Utusan golongan (sekarang DPR dan DPD), merupakan lembaga negara yang sarat dengan muatan politis sehingga keputusan maupun ketetapan-ketetapannya sangat bergantung kepada konstelasi politik rezim yang berkuasa pada saat itu. Contoh pada masa orde baru, wewenang MPR untuk mengubah UUD tidak pernah dilakukan, meskipun banyak suara-suara rakyat yang menghendaki amandemen. Keputusan politik masa itu, dikeluarkannya Ketetapan MPR No.IV/MPR/1983 tentang Referandum bila ingin merubah UUD 1945.







4.2    Sistem Pemerintahan Selandia Baru

Nama Negara
Selandia Baru
Ibukota
Bentuk Pemerintahan
Sistem Pemerintahan
Palementer
Pimpinan Negara
Ratu
Bahasa
Lambang Negara
Burung Kiwi

Selandia Baru adalah sebuah dominion (negara berpemerintahan sendiri) di dalam Commonwealth of Nations. Seorang gubernur jenderal yang mewakili kerajaan Inggris ditunjuk atas saran dari pemerintah Selandia Baru. Dewan Perwakilan Rakyat, satu-satunya rumah di cabang legislatif dari pemerintah, adalah badan pembuatan undang-undang. Lima anggotanya adalah orang Maori, yang dipilih oleh pemilih Maori.
Setiap warga negara yang berusia 18 tahun atau lebih dapat memilih. Perempuan memiliki hak untuk memilih sejak tahun 1893. Pemilihan umum diadakan setidaknya setiap tiga tahun sekali. Pemimpin partai yang memenangkan mayoritas kursi dalam pemilihan menjadi perdana menteri. Perdana menteri dan kabinet melaksanakan fungsi eksekutif pemerintah. Pengadilan Tinggi adalah pengadilan tertinggi di cabang yudisial dari pemerintah. Hakim diangkat oleh Gubernur Jenderal.
Selandia Baru merupakan negara berbentuk pemerintahan Monarki Konstitusional dengan sistem parlemen. Setelah kedaulatan Inggris di wilayah ini dijalankan pada tahun 1840, Undang-Undang tahun 1852 kemudian menciptakan sistem pemerintahan pertama, termasuk sistem legislatif bikameral (dua kamar) dan dewan provinsi. Legislasi tambahan seperti eliminasi majelis tinggi kemudian memodifikasi kebanyakan provinsi. Seperti halnya Kerajaan Inggris, Selandia Baru tidak memiliki Undang-Undang Dasar khusus. Legislasi konstitusional merupakan akumulasi dari undang-undang dan hukum-hukum tambahan. Selama seratus tahun pertama, kebijakan politik Selandia Baru selalu mengikuti arah kebijakan Inggris. Dalam pernyataan perang dengan Jerman di tahun 1939, Perdana Menteri Michael Savage menyatakan “Where she goes, we go; where she stands, we stand”.
Pasca perang, Amerika Serikat mulai meningkatkan pengaruhnya terhadap kebudayaan Selandia Baru yang kemudian memperkaya kasanah identitas nasional negara ini. Selandia Baru bergabung dengan Australia dan Amerika Serikat dalam perjanjian keamanan ANZUS pada tahun 1951, dan kemudian ikut membantu AS dalam Perang Korea dan Perang Vietnam. Hal kontras terjadi dalam hubungannya dengan Inggris, karena Inggris kemudian meningkatkan fokusnya dalam Kriss Suez, dan Selandia Baru juga terpaksa harus membangun pola pasar baru karena Inggris bergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC).
New Zealand Memiliki perjanjian konstitusi tidak tertulis yaitu Constitutional Monarchy yang tunduk kepada Ratu Inggris. Pemerintahannya sendiri merupakan parliamentary democracy dengan pemerintahan tertinggi dipimpin oleh Prime Minister. Pemilu diadakan setiap 3 tahun sekali, terakhir adalah bulan nov 2011. Ibukota New Zealand terletak di Wellington.
                            
Elizabeth II                                                             Sir Jerry Mateparae
Ratu dan perwakilannya, Gubernur Jenderal

Selandia Baru adalah monarki konstitusional dengan demokrasi parlementer, meskipun konstitusinya tidaklah tertulis. Ratu Elizabeth II adalah kepala negara yang diberi gelar Ratu Selandia Baru.  Ratu diwakili oleh Gubernur Jenderal, yang ditunjuk oleh Ratu atas nasihat Perdana Menteri. Gubernur Jenderal dapat menjalankan hak prerogatif mahkota (seperti meninjau kasus-kasus ketidakadilan, dan mengangkat Dewan Menteri (kabinet), duta besar, dan pejabat publik penting lainnya) dan dalam situasi yang langka, kekuasaan cadangan (kekuasaan untuk memberhentikan Perdana Menteri, membubarkan Parlemen, atau menolak Persetujuan Kerajaan atas sebuah rancangan undang-undang menjadi undang-undang). Kekuasaan Ratu, dan Gubernur Jenderal dibatasi oleh kekakuan konstitusional, dan mereka biasanya tidak dapat dijalankan tanpa nasihat dari Kabinet.
Parlemen Selandia Baru memegang kekuasaan legislatif dan terdiri dari Yang Berdaulat (diwakili oleh Gubernur Jenderal) dan Dewan Perwakilan Rakyat. Parlemen juga pernah meliputi sebuah majelis tinggi, Dewan Legislatif, hingga dewan ini dihapuskan pada tahun 1950. Kedudukan tertinggi Parlemen berada pada Yang Berdaulat, dan berada di Inggris menurut Bill of Rights 1689 dan telah diratifikasi sebagai undang-undang di Selandia Baru. Dewan Perwakilan Rakyat dipilih secara demokratis, dan Pemerintah dibentuk dari partai atau koalisi yang menguasai mayoritas kursi di dewan. Jika tidak ada mayoritas yang terbentuk, maka sebuah pemerintahan minoritas dapat dibentuk jika dukungan dari partai-partai lain pada saat pemungutan suara kepercayaan dan kesediaan terjamin.
Gubernur Jenderal menunjuk menteri-menteri di bawah saran dari Perdana Menteri, yang berdasarkan konvensi merupakan pemimpin parlemen koalisi atau partai yang memerintah.  Kabinet, yang terdiri dari para menteri, dan dipimpin oleh Perdana Menteri, adalah badan pembuat kebijakan tertinggi di dalam pemerintahan, dan bertanggung jawab untuk menentukan tindakan-tindakan pemerintah yang signifikan.  Berdasarkan konvensi, para anggota kabinet terikat oleh tanggung jawab kolektif atas semua keputusan yang dibuat oleh kabinet.
Para hakim, dan pejabat peradilan diangkat secara non-politis, dan di bawah aturan yang ketat menyangkut masa jabatan untuk membantu memelihara independensi-konstitusionalnya dari pemerintah. Secara teoretis, keadaan ini memungkinkan peradilan menafsirkan undang-undang hanya berdasarkan legislasi yang diberlakukan Parlemen tanpa pengaruh-pengaruh lain pada saat membuat keputusan. Dewan Penasihat di London merupakan pengadilan banding puncak negara ini sampai tahun 2004, ketika ia digantikan oleh Mahkamah Agung Selandia Baru. Peradilan, dikepalai oleh Hakim Agung, meliputi Pengadilan Banding, Pengadilan Tinggi, dan pengadilan-pengadilan bawahannya.
Gedung "Sarang Lebah" milik Pemerintah Selandia Baru dan Gedung Parlemen (kanan), di Wellington

Hampir semua pemilihan umum parlemen antara tahun 1853 sampai tahun 1996 diselenggarakan di bawah sistem pemungutan suara first past the post (pemegang suara terbanyak adalah yang menjadi pemenang). Pemilihan umum sejak tahun 1930 telah didominasi oleh dua partai politik, Partai Nasional dan Partai Buruh. Sejak tahun 1996, sebuah bentuk representasi proporsional yang disebut representasi proporsional campuran (MMP) telah digunakan. Di bawah sistem MMP setiap orang memiliki dua suara; satu untuk 70 kursi daerah pemilihan (termasuk 7 yang dicadangkan untuk Māori), dan satu lagi untuk partai. Lima puluh kursi sisanya ditetapkan sehingga perwakilan di parlemen mencerminkan suara partai, meskipun sebuah partai harus memenangi satu kursi daerah pemilihan atau 5 persen dari keseluruhan suara partai sebelum partai itu memenuhi syarat untuk mendapatkan kursi ini. Antara bulan Maret 2005, dan bulan Agustus 2006 Selandia Baru menjadi satu-satunya negara di dunia di mana semua jabatan tertingginya (Kepala Negara, Gubernur Jenderal, Perdana Menteri, Ketua DPR dan Ketua Mahkamah Agung) semuanya dipegang oleh perempuan.
Selandia Baru dikenal sebagai salah satu negara paling stabil, dan diperintah dengan sangat baik di dunia. Pada tahun 2011, negara ini menempati peringkat ke-5 dalam hal kekuatan lembaga-lembaga demokrasinya dan peringkat pertama dalam hal transparansi pemerintahan, dan paling tidak korup. Selandia Baru memiliki angka partisipasi warga negara yang tinggi, dengan 79% pemilik suara ikut serta dalam pemilihan umum terkini, dibanding rata-rata OECD sebesar 72%. Lebih jauh lagi, 67% warga Selandia Baru berkata bahwa mereka percaya akan lembaga-lembaga politiknya, jauh lebih tinggi daripada rata-rata OECD sebesar 56%.

4.2.1   Susunan Lembaga Pemerintahan
a.       Eksekutif
Selandia Baru mengakui Kerajaan Inggris sebagai kedaulatannya, atau sebagai kepala negara formal. Perwakilan kerajaan di Selandia Baru diwakili oleh seorang gurbernur jenderal. Secara resmi ditunjuk oleh kerajaan atas rekomendasi perdana menteri setiap lima tahun. Setelah pemilihan nasional, gurbernur jenderal menunjuk pemimpin dari partai terbesar dalam legislatif sebagai perdana menteri dan mengatur bentuk pemerintahan perdana menteri tersebut (kabinet). Gurbernur jenderal secara formal menunjuk menteri-menteri dengan rekomendasi perdana menteri. Gurbernur jenderal juga harus memberikan persetujuan atas pengumuman parlemen untuk menjadi hukum.
Perdana menteri mengepalai kabinet, yang merupakan tempat pembuatan kebijakan tertinggi dalam pemerintahan. Kabinet bertanggung jawab atas keseharian administrasi pemerintahan, dan para menteri bertanggung jawab untuk bidang kebijakan yang lebih spesifik. Para menteri juga bersidang dalam Dewan Eksekutif, sebuah badan yang bertugas memberikan nasehat kepada gurbernur jenderal. Konvensi konstitusional mengharuskan gurbernur jenderal untuk mengikuti rekomendasi dewan ini.
b.      Legislatif
Badan legislatif, atau parlemen, terdiri atas sistem satu kamar, yaitu Majelis Perwakilan. Parlemen diberikan kekuasaan untuk membuat undang-undang. Majelis Perwakilan terdiri atas 120 anggota, yang sejak tahun 1996 dipilih dengan menggunakan sistem yang dikenal dengan mixed member proportional (MMP). Dalam sistem ini, setengah dari anggota dipilih dari distrik pemilihan (termasuk enam kursi untuk perwakilan Maori) dan sisanya dipilih dari daftar partai yang didasarkan pada pembagian pemilihan partai dalam pemilihan nasional. Pemilihan legislatif harus diadakan setidaknya setiap tiga tahun.
Registrasi calon pemilih bersifat wajib di Selandia Baru, tapi partisipasinya dalam pemilihan merupakan sukarela. Pemilih yang diperbolehkan adalah yang berusia minimal 18 tahun, warga negara atau penduduk tetap yang telah tinggal selama satu tahun, dan penduduk dari distrik pemilihan yang telah tinggal setidaknya satu bulan. Warga keturunan Maori dapat memilih di distrik pemilihan biasa atau disalah satu dari distrik pemilihan Maori. Setiap pemilih, dalam sistem MMP, memiliki dua suara: satu untuk pemilihan perwakilan distrik, dan yang lainnya untuk partai politik.
c.       Yudikatif
Gurbernur jenderal Selandia Baru menunjuk seluruh hakim di Selandia Baru, tradisi ini dirancang untuk menggantikan kepentingan politik. Sitem judisial mencakup Mahkamah Distrik, Mahkamah Tinggi, Mahkamah Banding, dan Mahkamah Agung, yang menggantikan Dewan Umum yang berbasis di London sebagai badan judisial tertinggi di tahun 2004. Mahkamah ini berbentuk sebuah hirarki dalam proses banding. Mahkamah Tinggi menampung ajuan banding dari mahkamah yang lebih rendah dan pengadilan, sementara Mahkamah Banding menampung ajuan banding dari Mahkamah Tinggi dan dari pengadilan juri Mahkamah Distrik. Keputusan Mahkamah Banding bersifat final, kecuali kasus-kasus yang diajukan ke Mahkamah Agung.
d.      Partai Politik
Dua partai politik terbesar di Selandia Baru adalah Partai Nasional dan Partai Buruh. Kedua partai ini secara tradisi mendominasi perpolitikan negeri, masing-masing bersaing untuk mengendalikan legislatif. Dalam rangka mengurangi pengaruh sistem dua partai ini, masyarakat Selandia Baru mengadakan referendum untuk penerapan sistem MMP, yang berhasil di pemilihan tahun 1996. Sistem ini membantu partai-partai kecil memenangkan lebih banyak kursi legislatif, yang kemudian mengurangi kecenderungan kekuasaan partai tunggal. Partai-partai yang lebih kecil lebih sering masuk kedalam ajang koalisi dengan Partai Buruh dan Partai Nasional, yang kemudian berlanjut menjadi partai yang paling berpengaruh. Partai-partai penting lainnya adalah New Zealand First, ACT New Zealand, United Future, dan Green Party.
e.       Pemerintahan Lokal
Selandia Baru dibagi kedalam 12 kawasan dan 74 teritorial. Dewan Regional mengurus kawasan-kawasan, dan otoritas teritorial mengurus teritorial. Otoritas teritorial mencakup dewan distrik dan kota, yang bertanggung jawab pada hampir semua kepengurusan lokal. Setiap anggota dari badan pemerintahan lokal dipilih secara langsung.
f.       Pertahanan
Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Selandia Baru terkoordinir dibawah Menteri Pertahanan. Jumlah personil regular Angkatan Darat pada tahun 1999 adalah 4450 tentara. Total personel regular angkatan laut adalah 1.980, dan Angkatan Udara memiliku 2.800 personel regular. Angkatan Darat diutamakan untuk kepentingan operasi penjaga perdamaian internasional. Layanan militer bersifat sukarela, wajib militer tidak dipakai lagi sejak tahun 1950-an. Salah satu kebijakan luar negeri Selandia Baru adalah turut serta menjaga perdamaian dunia, oleh karena itu Selandia Baru selalu menurunkan militernya untuk tujuan tersebut. Dalam beberapa perang seperti Perang Dunia I, Perang Dunia II, Perang Korea, dan kasus Darurat Malaysia (konfrontasi Indonesia-Malaysia), Perang Vietnam, Perang Teluk, dan Perang Afganistan, militer Selandia Baru bergabung dengan pasukan sekutu terutama Inggris. Selandia Baru juga turut menurunkan angkatan daratnya dalam Perang Irak selama satu tahun guna membantu pembangunan infrastruktur Irak. Pada tahun 2007, militer Selandia Baru masih aktif disana.
g.      Organisasi Internasional
Selandia Baru merupakan anggota pendiri Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan anggota penuh Negara-Negara Persemakmuran, yang merupakan asosiasi sukarela negara-negara yang berhubungan dengan Kerajaan Inggris, selain itu negara ini juga aktif dalam beberapa organisasi geopolitik seperti APEC, East Asia Summit, dan OECD.

4.2.2   UUD (KONSITUSI)
Konstitusi new zealand dari kumpulan undang-undang(kisah parlemen). New zealand adalah monarki konstitusionaldengan sistem parlementer. Sistem ini sering dikenal dengan sistem westminster, meskipun istilah yang semakin tidak patut perkembangan konstitusional yang diberikan khas New zealand. Para kepala negara dan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif di new zealan adalah monarki, saat ini ratu elisabeth II . ratu diwakili dala realem new zealand oleh gubernur jendral .

4.2.3   Stabilitas Politik Selandia Baru
Konstitusi sebuah negara sangat penting karena didalamnya termuat prinsip-prinsip utama sistem negara. Lain daripada yang lain, sistem konstitusi Selandia Baru ini bukan merupakan kesatuan tunggal yang utuh dan rigid, tetapi merupakan konstitusi dengan dasar common law yang sangat fleksibel dan tidak tertulis (Nah & Stuart Jones, 1997-98). Di dalam konstitusi tersebut tercermin faktor-faktor historis maupun politik yang ada di Selandia Baru sejak zaman kolonial Inggris, dimana negara ini berbentuk monarki konstitusional dengan pola pemerintahan Westminster yang telah diadaptasikan dengan kondisi di Selandia baru dan sistem pemerintahan parlementer yang demokrasi. 
Dokumen-dokumen kunci dalam konstitusi Selandia Baru antara lain Perjanjian Waitangi yang mengatur hubungan antara suku Maori dan Kerajaan Inggris di Selandia Baru. Hingga kini, perjanjian  menimbulkan banyak kontroversi karena tuntutan Maori yang merasa Kerajaan Inggris tidak menepati janjinya (http://www.asiarooms.com). Tetapi, Perjanjian Waitangi tetap dipandang sebagai dasar terbentuknya Selandia Baru sebagai sebuah negara dan diterima secara luas menjadi dokumen konstitusional Selandia Baru; Constitution Act 1986 yang membagi institusi dan kekuasan negara kedalam tiga fungsi: eksekutif, legislatif dan yudikatif, serta mengesahkan kekuasaan The Sovereign atau Monarki Inggris; New Zealand Bill Of Rights Act 1990; Electoral Act 1993; dan juga konstitusi-konstitusi yang berasal dari Inggris. Selain undang-undang yang dimiliki Selandia Baru di atas, konstitusi juga mencakup konstitusi Inggris di dalamnya seperti Magna Carta, Habeas Corpus, dan sebagainya.
Struktur pemerintahan negara ini tidak jauh berbeda dengan negara persemakmuran Inggris lain yaitu kepala negaranya adalah Ratu Inggris, Elizabeth II, yang kekuasaannya diwakili oleh Gubernur Jenderal dengan tugas-tugas seremonial yang harus dijalankannya, kuasa yang dimilikinya meliputi penunjukan dan pemberhentian perdana menteri (PM) serta membubarkan parlemen. Sedangkan kepala pemerintahannya berada di bawah kuasa PM yang sejak November 2008 lalu dijabat oleh John Key dari partai Nasional. (www.cia.gov). Dalam mengambil keputusan, Gubernur Jenderal membutuhkan nasihat Dewan Eksekutif. Keputusan tersebut juga diterima dari PM yang didukung oleh mayoritas parlemen. Pemerintahan dibentuk juga didasari oleh saran PM. Kabinet dibentuk oleh Perdana Menteri, dimana anggota kabinet juga merupakan anggota Parlemen. Kabinet merupakan badan pembuatan kebijakan yang senior dan bertanggungjawab terhadap Parlemen.
Pada awalnya, parlemen Selandia Baru terdiri dari tiga bagian, yaitu House of Representatives (HoR), Gubernur Jenderal, dan Dewan Legislatif yang bertugas membentuk hukum, mengatur pemerintahan, dan merepresentasikan orang-orang Selandia Baru pada kurun waktu tahun 1854-1951. Setelah itu, bagian terakhir dihilangkan karena perannya semakin melemah (http://www.nzembassy.com). Saat ini, sistem MMP membuat kondisi parlemen diduduki oleh orang-orang yang merupakan perwakilan dari partai-partai yang berpartisipasi di Selandia Baru, walaupun mayoritas masih didominasi Partai Nasional dan Partai Buruh. Sistem ini membuat peran partai dan koalisi lebih berarti dan luas dalam pemerintahan. Sehingga kelompok kepentingan dan masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam parlemen melalui komite yang berhubungan langsung dengan anggota dewan.
Sistem parlemen Selandia Baru adalah unikameral, hal ini menyebabkan HoR menerima pertanggungjawaban dari Eksekutif, dimana anggota Eksekutif juga merupakan partai pemenang yang berasal dari HoR. HoR merupakan cerminan suara rakyat yang berarti memiliki pengaruh yang sangat besar bagi berlangsungnya kinerja Pemerintah. Meskipun Gubernur Jenderal dalam Konstitusi memiliki berbagai hak istimewa sebagai the Sovereign, ia juga tetap mendengarkan nasihat dan pertimbangan Kabinet. Bahkan penunjukan Gubernur Jenderal dilakukan atas saran dan persetujuan dari Perdana Menteri. HoR sendiri dibatasi oleh berbagai konstitusi dan juga kewenangan yang dimiliki Gubernur Jenderal untuk membubarkan Parlemen. Selain itu, konstitusi mengatur dengan sangat jelas kewenangan dan batas kekuasaan yang dimiliki oleh masing-masing cabang institusi. Jadi, disini terdapat distribusi kekuasaan yang baik dan juga pembatasan kekuasaan.
Sistem pemilu di Selandia Baru dulunya mirip dengan sistem yang digunakan oleh Amerika Serikat (AS), partai yang menang memiliki kuasa penuh dan tidak ada tempat bagi pihak yang kalah. Namun pada tahun 1993 terjadi perubahan dimana sistem yang digunakan beralih menjadi sistem proportional representation yang memungkinkan tersedianya kursi di pemerintahan bagi partai dengan persentase suara yang lebih rendah (www.cia.gov).  Partai peserta pemilu beberapa diantaranya adalah pemain lama namun setelah sistem MMP lahir, muncul partai-partai lain yang ikut berpartisipasi dalam politik Selandia Baru, antara lain: Green Party, Partai Maori, New Zealand First, dan ACT. Partai-partai yang muncul tersebut ada yang berfungsi sebagai pendukung partai-partai dominan. Sedangkan peran peran oposisi dalam dinamika politik Selandia Baru, lebih bersifat menekan atau menjatuhkan. Bukan sebagai partai penyeimbang atau kontrol terhadap pemerintahan yang didominasi oleh partai yang menang (www.parliament.nz).
Isu-isu yang sering disuarakan masing-masing partai relatif berbeda, namun untuk tujuan yang sama yaitu demi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Selandia Baru. Partai Buruh lebih memfokuskan pada komitmen atas kebijakan yang terkait dengan keadilan dan keamanan sosial serta kesetaraan atas kesempatan. Selain itu, partai Buruh juga sangat mementingkan perlunya sumberdaya manusia yang berkualitas, berkapabilitas dan penuh percaya diri untuk menghadapi berbagai tantangan di abad ke-21 ini (www.parliament.nz). Sedangkan partai Nasional menekankan akan pentingnya kebebasan, pilihan, ambisi dan kemandirian. Dalam menjalankan kegiatannya, seringkali Partai Nasional menggandeng partai lain seperti ACT, Partai Maori dan United Future agar dapat mencapai tujuan mereka.

4.3    Perbandingan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Indonesia dengan Negara Selandia Baru
Sistem pemerintahan negara republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sistem presidensial kabinet. Dengan sistem pemerintahan tersebut, baik para penyelenggara negara maupun rakyat dan bangsa Indonesia telah merasa sesuai. Sejalan dengan perkembangan dan dinamika politik masyarakat, penyelenggaraan negara dengan sistem presidensial kabinet telah mengalami perubahan dan penyempurnaan hingga sekarang ini.
Berikut ini akan dilihat bagaimana pelaksanaan sistem pemerintahan di negara Indonesia dan perbandingannya dengan negara-negara lain baik yang menerapkan sistem pemerintahan presidensial maupun parlementer.
No
Kategori
Indonesia
Selandia Baru
1
Bentuk Negara
Kesatuan dengan otonomi luas mempunyai 33 provinsi
25 wilayah
13 dewan kota, 53 dewan distrik
2
Bentuk Pemerintahan
Republik
Monarki Konstitusional
3
Sistem Pemerintahan
Presidensial untuk masa jabatan 5 tahun
Parlementer
4
Eksekutif
Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepla pemerintahan dipilih oleh rakyat secara langsung ( pemilu )
Ratu sebagai Kepala Negara, Gurbernur jenderal
5
Legislatif
Bikameral, yaitu DPR dan DPD. Anggota DPR dan DPD menjadi anggota MPR
Majelis Perwakilan
6
Yudikatif
MA dan badan peradilan di bawahnya dan MK
Mahkamah Distrik, Mahkamah Tinggi, Mahkamah Banding, dan Mahkamah Agung,


























BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan sistem pemerintahan Indonesia dan Selandia Baru penulis dapat menyimpulkan bahwa keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Dari Indonesia menjalankan sistem pemerintahan presidensial, sedangkan di Selandia Baru menjalankan sistem pemerintahan parlementer. Di Indonesia kepala negaranya adalahPresiden sedangkan di Selandia Baru kepala negara seorang Ratu/Raja. Bentuk pemerintahan di Indonesia adalah republik sedangkan di Selandia Baru adalah monarki konstitusonal.

5.2 Saran
Sebaiknya kita mempelajari sistem pemerintahan negara lain juga, karena dengan mempelajari sistem pemerintahan negara lain kita dapat mengetahui perbedaan sistem pemerintahan negara Indonesia dengan negara lain serta dapat membandingkannya.





















DAFTAR PUSTAKA



No comments:

Post a Comment

Novel Bahasa Jawa "Tresno Waranggono"

                                                                           Tresno Waranggono “ Theng-theng” swara bel muni, kang tandane w...