BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setiap negara mempunyai identitas masing-masing yang telah disepakati
bersama. Adanya sebuah negara pasti ada suatu tujuan yang akan dicapai bersama
dan dinikmati semuanya. Setiap negara pasti ada sebuah sistem pemerintah yang
beda dengan negara lain, jika ada yang dipastikan jalannya pemerintahan pasti
berbeda antara negara satu negara yang lainnya. Sistem pemerintahan dibuat demi
terselenggaranya pemerintahan negara yang mampu mewujudkan tujuan sebuah
negaranya, yaitu masyarakat yang makmur, sejahtera, dan tentram. Untuk
itulah sebuah negara harus ada pemerintahan yang bertugas mengatur dan
mengarahkan semua jalannya negara dengan cara menegakkan hukum yang harus
dijalani dengan baik. Serta upaya-upaya lain demi terwujudnya kesejahateraan
rakyat.
Setiap negara dalam menjalankan pemerintahnnya, memiliki sistem yang
berbeda-beda sesuai dengan kondisi sosial budaya dan politik yang berkembang di
negara yang bersangkutan. Baik sistem presidensial maupun sistem parlementer,
sesungguhnya berakar dari nilai-nilai yang sama yaitu “Demokarasi”. Demokrasi
sebagai sistem pemerintahan mengandung nilai-nilai tertentu yang berbeda dengan
sistem pemerintahan lain (otoriter, diktator, dan lain-lain).
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sistem pemerintahan presidensial dan
parlementer merupakan dua model sistem pemerintahan yang dijadikan acuan oleh
banyak negara. Amerika Serikat dan Inggris-lah yang masing-masing dianggap
sebagai pelopornya. Meskipun sama-sama menggunakan sistem presidensial atau
parlementer, bukan berarti suatu negara dalam melaksanaan pemerintahannya itu
sama, terdapat variasi yang disesuaikan dengan perkembangan ketatanegaraan
negara.
Tanpa adanya sistem pemerintahan negara – negara di dunia ini akan hancur,
tidak mempunyai tujuan, banyak perilaku yang menyimpang atau bahkan banyak
peperangan yang terjadi karena tidak mempunnyai landasan yang kuat. Sesungguhnya,
sistem pemerinthan itu mempunyai tujuan untuk menjaga kestabilan suatu negara
dan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum minoritas dan mayoritas dan menjaga
sistem politik, keamanan, pertahanan, ekonomi sehingga dapat dijadikan sistem
pemerintahan yang kontinu dari generasi ke generasi. Suatu sistem pemerintahan yang diselenggarakan oleh satu negara yang sudah
mapan, dapat menjadi model bagi pemerintahan di negara lain. Model tersebut
dapat dilakukan melalui suatu proses sejarah panjang yang dialami oleh
masyarakat, bangsa dan negara tersebut baik melaui kajian-kajian akademis
maupun dipaksakan melalui penjajahan.
Sistem pemerintahan suatu negara berguna bagi negara lain. Salah satu
keguanaan penting sistem pemerintahan suatu negara adalah menjadi bahan
perbandingan bagi negara lain. Jadi, negara-negara lainpun dapat mencari dan
menemukan beberapa persamaan dan perbedaan antara sistem pemerintahannya. Hal
yang perlu kita sadari bahwa apapun sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh
suatu negara, tidaklah sempurna seperti yang diharapkan oleh masyarakatnya.
Setiap sistem pemerintahan baik presidensial maupun parlementer, memiliki sisi-sisi
kelemahan dan kelebihan.
Oleh sebab itu, sebuah bangsa dengan masyarakatnya yang bijak dan terdidik
akan terus berupaya mengurangi sisi-sisi kelemahan dan meningkatkan seoptimal
mungkin peluang-peluang untuk mencapai tingkat kesempurnaan dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara baik pada sistem pemerintahan presidensial maupun sistem
parlementer. Oleh karena itu, penulis memilih tema tentang sistem pemerintahan suatu
negara yang berjudul “Perbandingan Sistem Pemerintahan di Indonesia dengan Sistem Pemerintahan
di Selandia Baru”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka
dapat ditentukan rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah sistem pemerintahan di Indonesia ?
2.
Bagaimanakah sistem pemerintahan di Selandia Baru ?
3.
Bagaimanakah perbandingan sistem pemerintahan di Indonesia
dengan sistem pemerintahan di Selandia Baru ?
1.3 Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut, maka dapat ditentukan beberapa
tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Menjelaskan
tentang sistem pemerintahan di Indonesia.
2. Menjelaskan
tentang sistem pemerintahan di Selandia Baru.
3. Menjelaskan
tentang perbandingan sistem pemerintahan di Indonesia dengan sistem
pemerintahan di Selandia Baru.
1.4 Manfaat
Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut maka dapat diambil
beberapa manfaatnya diantaranya :
a.
Bagi Siswa
1.
Dapat menjelaskan
tentang sistem pemerintahan di Indonesia.
2.
Dapat menjelaskan
tentang sistem pemerintahan di Selandia
Baru.
3.
Dapat menjelaskan
tentang perbandingan
sistem pemerintahan di Indonesia dengan sistem pemerintahan di Selandia Baru.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Sistem Pemerintahan
2.1.1
Definisi Sistem
Asal kata sistem berasal
dari bahasa Latin systema dan bahasa Yunani sustema. Kata sistem merupakan terjemahan dari kata system ( bahasa inggris ) yang
berarti susunan, tatanan, jaringan atau cara. Dalam KBBI kata sistem mempunyai tiga pengertian antara lain :
1.
Seperangkat unsur
yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.
2.
Susunan pandangan,
teori, asas yang teratur
3.
Metode
Berikut ini pengertian sistem menurut beberapa ahli.
a)
Rusadi Kantaprawira
Sistem adalah suatu kesatuan yang
terbentuk dari beberapa unsur/elemen. Unsur, komponen, atau bagian yang banyak
tersebut tersebut berada dalam keterikatan yang kait-mengait dan fungsional.
b)
Jogianto
Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang
berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. sistem ini menggambarkan
suatu kejadian-kejadian dan kesatuan yang nyata adalah suatu objek nyata,
seperti tempat, benda, dan orang-orang yang betul-betul ada dan terjadi.
c)
Prajudi
Sistem adalah suatu jaringan
prosedur-prosedur yang berhubungan satu sama lain menurut skema/pola yang bulat
untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama dari suatu usaha/urutan.
d) Sumantri
Sistem adalah sekelompok bagian—bagian yang bekerja bersama-sama untuk
melakukan suat maksud. Apabila salah satu bagian rusak atau tidak dapat
menjalankan tugasnya, maka maksud yang hendak dicapai tidak terpenuhi, atau
setidak-tidaknya sistem yang telah terwujud akan mendapat gangguan.
e) W.J.S.
Poerwadarminta
Sistem adalah sekelompok bagian—bagian (alat dan
sebagainya) yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suat maksud.
f)
Pamudji
Sistem adalah
suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisasi, suatu
himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu
kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan utuh.
g)
Jerry Futz Gerald
Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur
yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan
atau untuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu.
Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang
kompleks dan terorganisasi, suatu himpunan atau perpaduan hal – hal atau bagian
– bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan
utuh. Didalam suatu sistem terdapat komponen – komponen yang mempunyai fungsi
masing – masing, saling berhubungan satu dengan yang lain menurut pola, tata
atau norma tertentu dalam rangka mencapai tujuan.
Dalam sistem terkandung unsur-unsur, antara lain sebagai berikut.
a.
Seperangkat elemen, komponen, dan
bagian.
b.
Saling berkaitan dan tergantung.
c.
Kesatuan yang terintegrasi
(terkait dan menyatu).
d.
Memiliki peranan dan tujuan
tertentu.
Adapun
ciri-ciri umum sistem adalah sebagai berikut.
1.
Cenderung ke arah entropi, yaitu
lamban, menua, mati.
2.
Hadir dalam ruang dan waktu yang
tidak bisa dihentikan.
3.
Mempunyai batas-batas yang dapat
berubah.
4.
Mmpunyai lingkungan proksimal,
yaitu lingkungan yang disadari oleh sistem, dan lingkungan distal, yaitu
lingkungan yang berada di luar sistem.
5.
Mempunyai variabel (faktor-faktor
dalam sistem) dan parameter (faktor-faktor di luar sistem).
6.
Mempunyai subsistem.
7.
Mempunyai suprasistem.
2.1.2
Definisi
Pemerintahan
Pemerintahan berasal dari kata perintah atau pemerintah.
Dalam KBBI, kata perintah , pemerintah dan pemerintahan dapat dijelaskan
sebagai berikut.
1.
Perintah adalah
perkataan yang bermakna menyuruh untuk melakukan sesuatu.
2.
Pemerintah adalah
kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah atau negara.
3.
Pemerintahan adalah
perbuatan, cara, hal, urusan dalam pemerintahan.
Selain pengertian diatas, pemerintahan dapat berarti
secara luas dan sempit. Berikut penjelasnnya :
a.
Pemerintahan dalam
arti luas adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan legislatif,
eksekutif dan yudikatif di sutu negara dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan negara.
b.
Pemerintahan dalam
arti sempit adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif
beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujun penyelenggaraan negara.
Berikut pengertian pemerintahan menurut beberapa ahli :
a.
Utrecht
Utrecht mengartikan pemerintahan sebagai berikut.
·
Pemerintahan sebagai gabungan
dari semua badan kenegaraan yang berkuasa memerintah. Jadi, yang termasuk
badan-badan kenegaraan di sini bertugas menyelenggarakan kesejahteraan umum,
misalnya badan legislatif, badan eksekutif, dan badan yudikatif.
·
Pemerintahan sebagai gabungan
badan-badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa memerintah di wilayah satu
negara, misalnya raja, presiden, atau Yang Dipertuan Agung (Malaysia).
·
Pemerintahan dalam arti kepala
negara (presiden) bersama dengan kabinetnya.
b.
Kooiman
Pemerintahan adalah proses
interaksi antara berbagai aktor dalam pemerintahan dan kelompok sasaran atau
berbagai individu masyarakat. Oleh sebab itu, pola penyelenggaraan pemerintahan
dalam masyarakat dewasa ini pada intinya merupakan proses koordinasi
(Coordinating), pengendalian (steering), pemengaaruhan (balancing) setiap
hubungan interaksi tersebut.
c.
Austin Ranney
Pemerintahan adalah proses
kegiatan pemerintah, yaitu proses membuat dan menegakkan hukum dalam suatu
negara.
d.
Offe
Pemerintahan merupakan hasil dari
tindakan administratif dalam berbagai bidang dan bukan merupakan hasil dari
pelaksanaan tugas pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan sebelumnya, melainkan lebih
merupakan hasil dari kegiatan produksi bersama (corproduction) antara lembaga
pemerintahan dan klien masing-masing.
2.1.3
Pengertian Sistem
Pemerintahan
Istilah sistem pemerintahan merupakan gabungan dari
dua kata, “sistem” dan “pemerintahan”. “Sistem” adalah suatu
keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional,
baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya,
sehingga, hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian
yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik, maka akan
mempengaruhi keseluruhannya itu. (Carl
J. Friedrich).
Menurut doktrin hukum tata negara, pengertian sistem pemerintahan negara
dapat dibagi ke dalam tiga pengertian, yaitu sebagai berikut :
a.
Sistem Pemerintahan Negara dalam
Arti Paling Luas
Tatanan yang berupa struktur dari suatu negara dengan menitikberatkan pada
hubungan antara negara dan rakyat. Pengertian seperti ini akan menimbulkan
model pemerintahan monarki, aristokrasi, dan demokrasi.
b.
Sistem Pemerintahan Negara dalam
Arti Luas
Suatu tatanan atau struktur pemerintahan negara yang bertitik tolak dari
hubungan antar semua organ negara, termasuk hubungan antara pemerintah pusat (central government) dan bagian-bagian
yang terdapat di dalam negara di tingkat lokal (local government).
Kajian sistem pemerintahan negara dalam arti luas meliputi:
·
Bangunan negara kesatuan, yaitu
pemerintah pusat memegang otoritas penuh (berkedudukan lebih tinggi) dibanding
dengan pemerintah lokal,
·
Bangunan negara serikat
(federal), yaitu pemerintah pusat dan negara bagian mempunyai kedudukan yang
sama, dan
·
Bangunan negara konfederasi,
yaitu pemerintah lokal (kantor atau wilayah) mempunyai kedudukan yang lebih
tinggi dari pemerintah pusat.
c.
Sistem Pemerintahan Negara dalam
Arti Sempit
Suatu tatanan atau struktur pemerintahan yang bertitik tolak dari
hubungan sebagian organ negara di
tingkat pusat, khususnya antara eksekutif dan legislatif. Struktur atau tatanan
pemerintahan negara seperti ini akan menimbulkan model sebagai berikut.
1) Sistem parlementer, yaitu parlemen (legislatif) mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi dari pada eksekutif. Contoh negara yang menerapkan sistem ini
antara lain : Prancis, Belgia, Inggris, Jepang, India, Belanda, New Zealand,
Sudan, Portugal, dan Italia.
2) Sistem pemisahan kekuasaan (presidensial), yaitu parlemen (legislatif) dan
pemerintah (eksekutif) mempunyai kedudukan yang sama dan saling melakukan
kontrol (check and balances). Contohnya : Amerika Serikat, Indonesia, Paraguay,
Brunei Darrussalam, Peru, dan Swedia.
3) Sitem pemerintahan dengan pengawasan langsung oleh rakyat, yaitu pemerintah
(eksekutif), pada hakikatnya adalah badan pekerja dari parlemen (legislatif),
dengan kata lain eksekutif merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
legislatif. Oleh karena itu, parlemen tidak diberi kewenangan untuk melakukan
pengawasan kepada eksekutif sehingga yang berhak mengawasi parlemen dan
eksekutif adalah rakyat secara langsung, contohnya adalah negara Swiss.
Dari beberapa
pengertian di atas, sistem pemerintahan dapat didefinisikan sebagai suatu
tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekrja
saling bergantung dan mempengaruhi falam mencapai tujuan dan fungsi
pemerintahan.
2.1.4
Klasifikasi Sistem
Pemerintahan
1.
Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem parlementer adalah sebuah sistem permerintahan
di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini
parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun
dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi
tidak percaya. Berbeda dengan sistem presidensil, di mana sistem parlemen dapat
memiliki seorang presiden presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang
terhadap jalannya pemerintahan. Dalam presidensil, presiden berwenang terhadap
jalannya pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi
simbol kepala negara saja.
Sistem parlementer, terlahir dari adanya pertanggung
jawaban menteri. Seperti halnya yang terjadi di Inggris, di mana seorang raja
tak dapat diganggu gugat (the king can do no wrong), maka jika terjadi
perselisihan antara raja dengan rakyat, menterilah yang bertanggung jawab
terhadap segala tindakan raja. Sebagai contoh, Thomas Wentworth salah seorang
menteri pada masa Raja Karel I dituduh melakukan tindak pidana oleh majelis
rendah. Kemudian karena terbukti, menteri tersebut dijatuhi hukuman mati oleh
majelis tinggi.
Dari pertanggung jawaban pidana ini, kemudian lahir
pertanggung jawaban politik, di mana para menteri harus bertanggung jawab atas
seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen. Sistem parlemen telah
terjadi sejak permulaan abad ke-18 di Inggris. Dari sejarah ketatanegaraan,
dapatlah dikatakan, bahwa sistem parlementer ini adalah kelanjutan dari bentuk
negara Monarchi Konstitusionil, di mana kekuasaan raja dibatasi oleh
konstitusi. Karena itu dalam sistem parlementer, raja atau ratu dan presiden,
kedudukannya adalah sebagai kepala negara. Contoh kedudukan ratu di Inggris,
raja di Muangthai dan presiden di India.
Selanjutnya yang disebut eksekutif dalam sistem
parlementer adalah kabinet itu sendiri. Kabinet yang terdiri dari perdana
menteri dan menteri-menteri, bertanggung jawab sendiri satau bersama-sama
kepada parlemen. Kesalahan yang dilakukan oleh kabinet tidak dapat melibatkan
kepala negara. Karena itulah di Inggris dikenal istilah “the king can do no
wrong”. Pertanggung jawaban menteri kepada parlemen tersebut dapat
berakibat kabinet meletakkan jabatan dan mengembalikan mandat kepada kepala
negara manakala parlemen tidak lagi mempercayai kabinet.
Sebagai catatan, bahwa dalam pemerintahan
kabinet parlementer, perlu dicapai adanya keseimbangan melalui mayoritas
partai untuk membentuk kabinet atas kekuatan sendiri. Kalau tidak, maka
dibentuk suatu kabinet koalisi berdasarkan kerjasama antara beberapa partai
yang bersama-sama mencapai mayoritas dalam badan legislatif. Beberapa negara,
seperti Negera Belanda dan
negara-negara Skandinavia, pada
umumnya berhasil mencapai suatu keseimbangan, sekalipun tidak dapat dielakkan
suatu “dualisme antara pemerintah dan dewan perwakilan rakyat”.
a.
Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Parlementer
Beberapa ciri dari
sistem pemerintahan parlementer, adalah sebagai berikut :
1.
Raja/ratu
atau presiden adalah sebagai kepala negara. Kepala negara ini tak bertanggung
jawab atas segala kebijaksanaan yang diambil oleh kabinet.
2.
Kepala
negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah
perdana menteri. Kepala negara tak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya
berperan sebagai simbol kedaulatan dan keutuhan negara.
3.
Badan
legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih
lansung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar
sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.
4.
Eksekutif
bertanggung jawab kepada legislatif. Dan yang disebut sebagai eksekutif di sini
adalah kabinet. Kabinet harus meletakkan atau mengembalikan mandatnya kepada
kepala negara, manakala parlemen mengeluarkan mosi tidak percaya kepada menteri
tertentu atau seluruh menteri.
5.
Dalam
sistem dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk kabinet dan sekaligus
sebagai perdana menteri adalah ketua partai politik yang memenangkan pemilu.
Sedangkan partai politik yang kalah akan berlaku sebagai pihak oposisi.
6.
Dalam
sistem banyak partai, formatur kabinet harus membentuk kabinet secara koalisi,
karena kabinet harus mendapat dukungan kepercayaan dari parlemen.
7.
Apabila
terjadi perselisihan antara kabinet dan parlemen dan kepala negara beranggapan
kabinet berada dalam pihak yang benar, maka kepala negara akan membubarkan
parlemen. Dan menjadi tanggung jawab kabinet untuk melaksanakan pemilu dalam
tempo 30 hari setelah pembubaran itu. Sebagai akibatnya, apabila partai politik
yang menguasai parlemen menang dalam pemilu tersebut, maka kabinet akan terus
memerintah. Sebaliknya, apabila partai oposisi yang memenangkan pemilu, maka
dengan sendirinya kabinet mengembalikan mandatnya dan partai politik yang
menang akan membentuk kabinet baru.
Dalam hal terjadinya suatu krisis kabinet karena kabinet tidak lagi
memperoleh dukungan dari mayorits badan legislatif, kadang-kadang dialami
kesukaran untuk membentuk suatu kabinet baru, oleh karena pandangan
masing-masing partai tidak dapat dipertemukan. Dalam keadaan semacam ini
terpaksa dibentuk suatu kabinet ekstra-parlementer, yaitu suatu kabinet
yang dibentuk tanpa formateur kabinet merasa terikat pada konstelasi kekuatan
politik dalam badan legislatif.
Dengan demikian bagi formateur kabinet cukup peluang untuk menunjuki
menteri berdasarkan keahlian yang diperlukan tanpa menghiraukan apakah dia
mempunyai dukungan partai. Kalaupun ada menteri yang merupakan anggota pertai,
maka secara formil dia tidak mewakili partainya. Biasanya suatu kabinet ekstra-parlementer
mempunyai program kerja yang terbatas dan mengikat diri untuk menangguhkan
pemecahan masalah-masalah yang bersifat fundamental.
b.
Kelebihan dan kekurangan Sistem Pemerintahan
Parlementer
Sistem Pemerintahan Parlementer
|
|
Kelebihan
|
Kekurangan
|
Pembuatan kebijakan dapat ditangani secara cepat
karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif.
Hal ini karena kekuasaan legislatif dan eksekutif berada pada satu partai
atau koalisi partai.
Garis
tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas
Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap
kabinet sehingga kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
|
Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung
pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat
dijatuhkan oleh parlementer
Kelangsungan
kedudukan badan eksekutif atau kabinet tak bisa ditentikan berakhir sesuai
dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar
Kabinet
dapat mengendalikan parlemen. Hal ini terjadi bila para anggota kabinet
adalah anggota parlemen dan berasal darin partai mayoritas. Karena pengaruh
mereka yang besar di parlemen dan partai, anggota kabinet pun dapat menguasai
parlemen
Parlemen
menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka
menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan menjadi bekal penting untuk menjadi
menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
|
2.
Sistem Pemerintahan Presidensial
Dalam sistem pemerintahan presidensial, kedudukan
eksekutif tak tergantung pada badan perwakilan rakyat. Adapun dasar hukum dari
kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan rakyat. Sebagai kepala
eksekutif, seorang presiden menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin
departemennya masing-masing dan mereka itu hanya bertanggung jawab kepada
presiden. Karena pembentukan kabinet itu tak tergantung dari badan perwakilan
rakyat atau tidak memerlukan dukungan kepercayaan dari badan perwakilan rakyat,
maka menteri-pun tak bisa diberhentikan olehnya.
Sistem ini terdapat di Amerika Serikat yang
mempertahankan ajaran Montesquieu, di mana kedudukan tiga kekuasaan negara
yaitu legislatif, eksekutif dan legislatif, terpisah satu sama lain
secara tajam dan saling menguji serta saling mengadakan perimbangan (check
and balance). Kekuasaan membuat undang-undang ada di tangan congress,
sedangkan presiden mempunyai hak veto terhadap undang-undang yang sudah dibuat
itu. Kekuasaan eksekutif ada pada presiden dan pemimpin-pemimpin departemen,
yaitu para menteri yang tidak bertanggung jawab pada parlemen. Karena presiden
dipilih oleh rakyat, maka sebagai kepala eksekutif ia hanya bertanggung jawab
kepada rakyat.
Pelaksanaan
kekuasaan kehakiman menjadi tanggung jawab Supreme Court (Mahkamah
Agung), dan kekuasaan legislatif berada di tangan DPR atau Konggres (Senat dan
Parlemen di Amerika). Dalam Praktiknya, sistem presidensial menerapkan teori Trias Politika Montesqueu secara murni
melalui pemisahan kekuasaaan (Separation of Power ). Contohnya adalah
Amerika dengan Chek and Balance. Sedangkan yang diterapkan di Indonesia
adalah pembagian kekuasaan (Distribution of Power).
a. Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Presidensial
1.
Penyelenggara
negara berada di tangan presiden. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus
kepala pemerintahan. Presiden tak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung
oleh rakyat atau suatu dewan/majelis
2.
Kabinet
(dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertanggung jawab kepada
presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen/legislatif
3.
Presiden
tidak bertanggung jawab kepada parlemen karena ia tidak dipilih oleh parlemen
4.
Presiden
tak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem
parlementer
5.
Parlemen
memiliki kekuasaan legislatif dan menjabat sebagai lembaga perwakilan.
Anggotanya pun dipilih oleh rakyat
6.
Presiden
tidak berada di bawah pengawasan langsung parlemen
b. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan
Presidensial
Sistem Pemerintahan Presidensial
|
|
Kelebihan
|
Kekurangan
|
Badan
eksekutif lebih stabil kedudu-kannya karena tidak tergantung pada parlemen
Masa
jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya,
masa jabatan presiden Amerika Serikat adalah 4 tahun dan presiden Indonesia
selama 5 tahun
Penyusunan
program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya
Legislatif bukan
tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen
sendiri.
|
Kekuasaan
eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan
kekuasaan mutlak
Sistem
pertanggung jawabannya kurang jelas
Pembuatan
keputusan/kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif
dengan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan
waktu yang lama.
|
Menyadari adanya kelemahan dari masing-masing sistem
pemerintahan, negara-negara pun berusaha memperbaharui dan berupaya
mengkombinasikan dalam sistem pemerintahannya Hal ini dimaksudkan agar
kelemahan tersebut dapat dicegah atau dikendalikan. Misalnya, di Amerika
Serikat yang menggunakan sistem presidensial, maka untuk mencegah kekuasaan
presiden yang besar, diadakanlah mekanisme cheks and balance, terutama
antara eksekutif dan legislatif.
Menurut Rod Hague, pada sistem pemerintahan
presidensial terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu :
a.
Presiden
yang dipilih rakyat, menjalankan pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat
pemerintahan yang terkait.
b.
Masa
jabatan yang tetap bagi presiden dan dewan perwakilan, keduanya tidak bisa
saling menjatuhkan (menggunakan kekuasaan secara sewenang-wenang).
c.
Tidak
ada keanggotaan yang tumpang tindih antara eksekutif dan legislatif
3.
Sistem Pemerintahan Referendum
Sebagai variasi dari kedua sistem pemerintahan
parlementer dan presidensial adalah sistem pemerintahan referendum. Di negara
Swiss, di mana tugas pembuat Undang-undang berada di bawah pengawasan rakyat
yang mempunyai hak pilih. Pengawasan itu dilakukan dalam bentuk referendum yang
terdiri dari referendum obligatoir, referandum fakultatif, dan referandum konsultatif.
a.
Referandum
Obligatoir, adalah referandum yang harus terlebih dahulu mendapat persetujuan
langsung dari rakyat sebelum suatu undang-undang tertentu diberlakukan.
Persetujuan dari rakyat mutlak harus diberikan dalam pembuatan suatu
undang-undang yang mengikat seluruh rakyat, karena dianggap sangat penting.
Contoh, adalah persetujuan yang diberikan oleh rakyat terhadap pembuatan
undang-undang dasar.
b.
Referendum
Fakultatif, adalah referandum yang dilaksanakan apabila dalam waktu tertentu
sesudah suatu undang-undang diumumkan dan dilaksanakan, sejumlah orang tertentu
yang punya hak suara menginginkan diadakannya referandum. Dalam hal ini apabila
referandum menghendaki undang-undang tersebut dilaskanakan, maka undang-undang
itu terus berlaku. Tetapi apabila undang-undang itu ditolak dalam referandum
tersebut, maka undang-undang itu tidak berlaku lagi.
c.
Referandum
Konsultatif, adalah referandum yang menyangkut soal-soal teknis. Biasanya
rakyat sendiri kurang paham tentang materi undang-undang yang dimintakan
persertujuaannya. Pada pemerintahan dengan sistem referandum, pertentangan yang
terjadi antara eksekutif (bundesrat) dan legislatif (keputusan daripada
rakyat) jarang terjadi. Anggota-anggota dari bundesrat ini dipilih oleh bundesversammlung
untuk waktu 3 tahun lamanya dan bisa dipilih kembali.
Keuntungan dari sistem referendum adalah, bahwa pada
setiap masalah negara rakyat langsung ikut serta menanggulanginya. Akan tetapi
kelemahannya adalah tidak setiap masalah rakyat mampu menyelesaikannya karena
untuk mengatasinya perlu pengetahuan yang cukup harus dimiliki oleh rakyat itu
sendiri. Sistem ini tak bisa dilaksanakan jika banyak terdapat perbedaan paham
antara rakyat dan eksekutif yang menyangkut kebijaksanaan politik. Keuntungan
yang lain ialah, bahwa kedudukan pemerintah itu stabil sehingga membawa akibat
pemerintah akan memperoleh pengalaman yang baik dalam menyelenggarakan
kepentingan rakyatnya.
4.
Sistem Parlemen Satu Kamar dan Dua Kamar
a.
Sistem
Parlemen Satu Kamar
Timbulnya pemikiran terhadap parelemen sistem satu
kamar, didasarkan pada pemikiran bahwa apabila majelis tingginya demokratis,
hal itu semata-mata mencerminkan majelis rendah yang juga demokratis dan
karenanya hanya merupakan duplikasi saja. Teori yang mendukung pandangan ini
berpendapat bahwa fungsi kamar kedua, misalnya meninjau atau merevisi
undang-undang, dapat dilakukan oleh komisi parlementer, sementara upaya menjaga
konstitusi selanjutnya dapat dilakukan melalui konstitusi yang tertulis.
Banyak negara yang kini mempunyai parlemen dengan
sistem satu kamar dulunya menganut sistem dua kamar dan belakangan menghapuskan
majelis tingginya. Salah satu alasannya ialah karena majelis tinggi yang
dipilih hanya bertumpang tindih dengan majelis rendah dan menghalangi
disetujuinya undang-undang. Contohnya adalah kasus Landsting di Denmark
(dihapuskan tahun1953). Alasan lainnya adalah karena majelis yang diangkat terbukti
tidak efektif. Contohnya adalah kasus Dewan Legislatif di Selandia Baru
(dihapuskan tahun 1951).
Beberapa hal terkait dengan parlemen sistem satu kamar
adalah sebagai berikut :
·
Para pendukung, menyatakan bahwa sistem satu kamar mencatat perlunya
pengendalian atas pengeluaran pemerintahan dan dihapuskannya pekerjaan yang
berganda yang dilakukan oleh kedua kamar.
·
Para pengkritik, bahwa sistem satu kamar menunjukkkan adanya
pemeriksaan dan pengimbangan ganda yang diberikan oleh sistem dua kamar dan
dapat menambah tingkat konsensus dalam masalah legislatif.
·
Kelemahan sistem satu kamar, ialah bahwa
wilayah-wilayah urban yang memiliki penduduk yang lebih besar akan mempunyai
pengaruh yang lebih besar daripada wilayah-wilayah pedesaan yang penduduknya
lebih sedikit. Satu-satunya cara untuk membuat wilayah yang penduduknya lebih
sedikit terwakili dalam pemerintahan kesatuan adalah menerapkan sistem dua
kamar, seperti misalnya pada periode awal Amerika Serikat.
Beberapa pemerintahan sub-nasional yang menggunakan
sistem legislatif satu kamar antara lain adalah negara bagian Nebraska di
Amerika Srikat, Queensland di Australia, semua provinsi dan atau wilayah di
Kanada dan Bundesländer Jerman (Bavaria menghapuskan Senatnya pada tahun 1999).
Adapun di Britania Raya, Parlemen Skotlandia, Dewan Nasional Wales dan Dewan
Irlandia Utara yang telah meramping juga menganut sistem satu kamar.
Semua dewan legislatif kota praktis juga satu kamar
dalam pengertian bahwa dewan perwakilan rakyat daerah tidak dibagi menjadi dua
kamar. Hingga awal abad ke-20, dewan-dewan kota yang dua kamar lazim ditemukan
di Amerika Serikat.
b.
Sistem
Parlemen Dua Kamar
Sistem parelmen dua kamar, adalah praktek pemerintahan
yang menggunakan dua kamar legislatif atau parlemen. Jadi, parlemen dua kamar
(bikameral) adalah parlemen atau lembaga legislatif yang terdiri atas dua
kamar. Di Britania Raya, sistem dua kamar ini dipraktekkan dengan menggunakan
Majelis Tinggi (House of Lords) dan Mejelis Rendah (House of Commons).
Dan di Amerika Serikat sistem ini diterapkan melalui kehadiran Senat dan Dewan
Perwakilan.
Indonesia juga menggunakan sistem yang agak mendekati
sistem dua kamar melalui kehadiran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), meskipun dalam prakteknya sistem ini tidak
sepenuhnya diberlakukan karena persidangan MPR tidak berlangsung sesering
persidangan DPR.
Adapun bentuk Parlemen dengan Sistem Dua Kamar, dapat
dibedakan menjadi berikut :
1. Federalisme
Beberapa negara seperti Australia, Amerika Serikat,
India, Brazil, Swiss dan Jerman, mengaitkan sistem dua kamar mereka dengan
struktur politik federal mereka. Di Amerika Serikat, Australia dan Brazil
misalnya, masing-masing negara bagian mendapatkan jumlah kursi yang sama di
majelis tinggi badan legislatif, dengan tidak mempedulikan perbedaan jumlah
penduduk antara masing-masing negara bagian. Hal ini dirancang untuk memastikan
bahwa negara-negara bagian yang lebih kecil tidak dibayang-bayangi oleh
negara-negara bagian yang penduduknya lebih banyak. Dan kesepakatan yang
menjamin pengaturan ini di Amerika Serikat dikenal sebagai Kompromi Connecticut.
Di majelis rendah dari masing-masing negara tadi,
pengaturan ini tidak diterapkan dan kursi dimenangkan semata-mata berdasarkan
jumlah penduduk. Karena itu, sistem dua kamar adalah sebuah metode yang
menggabungkan prinsip kesetaraan demokratis dengan prinsip federalisme. Semua
setara di majelis rendah, sementara semua negara bagian setara di majelis
tinggi.
Dalam sistem India dan Jerman, majelis tinggi
(masing-masing dikenal sebagai Rajya Sabha dan Bundesrat), bahkan
lebih erat terkait sistem federal, karena para anggotanya dipilih langsung oleh
pemerintah dari masing-masing negara bagian India atau Bundesland Jerman.
Hal ini pun terjadi di AS sebelum amandemen ke-17.
2.
Sistem Dua Kamar Kebangsawanan
Di beberapa negara, sistem dua kamar dilakukan dengan
menyejajarkan unsur-unsur demokratis dan kebangsawanan. Contohnya adalah
Majelis Tinggi (House of Lords) Britania Raya, yang terdiri dari
sejumlah anggota hereditary peers. Majelis Tinggi ini merupakan
sisa-sisa sistem kebangsawanan yang dulu penah mendominasi politik Britania
Raya, sementara majelis lainnya, Majelis Rendah (House of Commons),
anggotanya sepenuhnya dipilih.
Sejak beberapa tahun lalu telah muncul usul-usul untuk
memperbaharui Majelis Tinggi dan sebagian telah berhasil. Misalnya, jumlah hereditary
peers (berbeda dengan life peers) telah dikurangi dari sekitar 700
orang menjadi 92 orang dan kekuasaan Majelis Tinggi untuk menghadang
undang-undang telah dikurangi. Contoh lain dari sistem dua kamar kebangsawanan
ini adalah House of Peers Jepang, yang dihapuskan setelah Perang Dunia
II.
1. Kelebihan
Sistem Pemerintahan Referendum
Rakyat
bisa langsung terlibat dalam setiap masalah yang dialami negara.
Kondisi
Pemerintahan akan stabil.
2.
Kekurangan Sistem
Pemerintahan Referendum
Tidak
setiap masalah bisa diselesaikan oleh rakyat.
Tidak
dapat diterapkan jika di antara rakyat banyak perbedaan paham atau pendapat.
3.
Contoh negara yang
menerapkan sistem seperti ini antara lain :
Negara
Swiss.
2.2
Bentuk Pemerintahan
2.2.1
Bentuk Pemerintahan Klasik
Teori-teori tentang bentuk
pemerintahan klasik pada umumnya masih menggabungkan bentuk negara dan bentuk
pemerintahan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mac Iver dan Leon Duguit yang menyatakan bahwa bentuk negara sama
dengan bentuk pemerintahan. Prof. Padmo Wahyono, SH juga berpendapat bahwa bentuk
negara aristokrasi dan demokrasi adalah bentuk pemerintahan klasik, sedangkan
monarki dan republik adalah bentuk pemerintahan modern.
Dalam teori klasik, bentuk pemerintahan dapat di bedakan atas jumlah orang
yang memerintah dan sifat pemerintahannya.
1.
Ajaran Plato (429 - 347SM)
Plato mengemukakan lima bentuk
pemerintahan negara. Kelima bentuk itu menurut Plato harus sesuai dengan
sifat-sifat tertentu manusia. Adapun kelima bentuk itu sebagai berikut.
1.
Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh kaum cendikiawan yang
dilaksanakan sesuai dengan pikiran
keadilan.
2.
Timokrasi, yaitu bentuk pemerintah yang di pegang oleh orang-orang yang ingin
mencapai kemasyuran dan kehormatan.
3.
Oligarki, yaitu bentuk
pemerintahan yang di pegang oleh golongan hartawan
4.
Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat jelata, dan
5.
Tirani, yaitu bentuk
pemerintahan yang di pegang oleh seorang
tiran ( sewenang-wenang) sehingga jauhdari cita-cita keadilan.
2.
Ajaran Aristoteles (384 - 322 SM)
Aristoteles membedakan bentuk pemerintahan
berdasarkan dua kriteria pokok, yaitu jumlah orang yang memegang pucuk
pemerintahan dan kualitas pemerintahannya. Berdasarkan dua kriteria tersebut,
perbedaan bentuk pemerintahan adalah sebagai berikut.
1. Monarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh satu orang demi kepentingan
umum, sifat pemerintahan ini baik dan ideal.
2. Tirani, yaitu bentuk pemerintah yang dipegang oleh seseorang demi kepentingan
pribadi. Bentuk pemerintahan ini buruk dan merupakan kemerosotan.
3. Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendikiawan demi
kepentingan umum. Bentuk pemerintahan ini baik dan ideal.
4. Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendikiawan demi
kepentingan kelompoknya. Bentuk pemerintahan ini merupakan pemerosotan dan
buruk.
5. Pliteia, yaitu bentuk pemerintahan yang
dipegang oleh seluruh rakyat demi kepentingan umum. Bentuk pemerintahan ini
baik dan ideal.
6. Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh orang-orang tertentu demi
kepentingan sebagian orang. Bentuk pemerintahan ini kurang baik dan merupakan
pemrosotan.
3.
Ajaran Polybios (204-122 SM)
Ajaran Polybios yang dikenal dengan Cyclus
Theory sebenarnya merupakan
pengembangna lebih lanjut dari ajaran aristoteles dengan sedikit perubahan,
yaitu dengan mengganti bentuk pemerintahan ideal pliteia dengan demokrasi.
Monarki adalah bentuk pemerintahan yang pada mulanya mendirikan kekuasaan atas rakyat
dengan baik dan dapat di percaya. Namun
pada perkembangannya, para penguasa dalam hal ini adalah raja tidak lagi
menjalankan pemerintahan untuk kepentingan umum, bahkan cenderung
sewenang-wenang dan menindas rakyat. Bentuk pemerintahan monarki bergeser
menjadi tirani.
Dalam situasi
pemerintahan tirani yang sewenang-wenang, muncullah kaum bangsawan yang
bersekongkol untuk melawan. Mereka bersatu untuk mengadakan pemberontakan
sehingga kekuasaan beralih pada mereka. Pemerintahan selanjutnya di pegang oleh
beberapa orang dan memperhatikan kepentingan umum., serta sifat baik,.
Pemerintahan pun berubah dari tirani menjadi aristokrasi.
Aristokrasi
yang semula baik dan memperhatikan kepentingan umum, pada perkembangannya tidak
lagi menjalankan keadilan dan hanya mementingkan diri sendiri. Keadaan itu
mengakibatkan pemerintahan aristokrasi bergeser ke oligarki.
Dalam
pemerintahan oligarki yang tidak ada keadilanm rakyat berontak mengambil
alih kekuasaan umtuk memperbaiki nasib. Rakyat menjalankan kekuasaan negara
demi kepentingan rakyat. Akibatnya, pemerintahan bergeser menjadi demokrasi.
Namun, pemerintahan demokrasi yang awalnya baik lama keamaan banyak
diwarnai kekacauan, kebrobokan, dan korupsi sehingga hokum sulit di tegakkan.
Dari pemerintahan okhlorasi ini kemudian muncul seorang yang kuat dan berani
yang dengan kekerasan dapat memegang pemerintahan. Dengan demikian,
pemerintahan kembali di pegang oleh satu tangan lagi dalam bentuk monarki.
Perjalanan
siklus pemerintahan di atas mamperlihatkan pada kita akan adanya hubungan
kausal (sebab akibat) antara bentuk pemerintahan yang satu dengan yang lain.
Itulah sebabnya Polybios
beranggapan bahwa lahirnya pemerintahan yang satu dengan yang lain sebagai
akibat dari pemerintahan yang sebelumnya telah ada.
2.2.2
Bentuk Pemerintahan Monarkhi (Kerajaan)
Leon Duguit dalam bukunya Traite de Droit Constitutional membedakan pemerintahan
dalam bentuk monarki dan republik. Perbedaan antara pemerintahan
bentuk “monarki” dan “republik” menurut Leon Duguit, adalah ada pada kepala
negaranya. Jika ditunjuk berdasarkan hak turun-temurun, maka kita berhadapan
dengan monarki. Kalau kepala
negaranya ditunjuk tidak berdasarkan turun-temurun tetapi dipilih, maka kita
berhadapan dengan republik.
Dalam praktik-praktik
ketatanegaraan, bentuk pemerintahan monarki dan republik dapat dibedakan atas:
1)
Monarki Absolut
Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang
dikepalai oleh seorang (raja, ratu, syah, atau kaisar) yang kekuasaan dan
wewenangnya tidak terbatas. Perintah raja merupakan undang-undang yang harus
dipatuhi oleh rakyatnya. Pada diri raja terdapat kekuasaan eksekutif,
legislatif, dan yudikatif yang menyatu dalam ucapan dan perbuatannya. Contoh:
Perancis semasa Louis XIV dengan semboyannya yang terkenal L’etat C’est Moi (negara
adalah saya).
2) Monarki Konstitusional
Monarki konstitusional adalah
bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja yang
kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang dasar (konstitusi). Proses monarki
konstitusional adalah sebagai berikut :
·
Adakalanya
proses monarki konstitusional itu datang dari raja itu sendiri karena ia takut
dikudeta. Contoh: negara Jepang dengan hak octrooi.
·
Adakalanya
proses monarki konstitusional itu terjadi karena adanya revolusi rakyat
terhadap raja. Contoh: Inggris yang melahirkan Bill of RightsI tahun 1689, Yordania,
Denmark, Arab Saudi, dan Brunei Darussalam.
3) Monarki Parlementer
Monarki parlementer adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang
dikepalai oleh seorang raja dengan menempatkan parlemen (DPR) sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi. Dalam monarki parlementer, kekuasaan eksekutif dipegang
oleh kabinet (perdana menteri) dan bertanggung jawab kepada parlemen. Fungsi
raja hanya sebagai kepala negara (simbol kekuasaan) yang kedudukannya tidak
dapat diganggu gugat. Bentuk monarki parlementer sampai sekarang masih tetap
dilaksanakan di Inggris, Belanda, dan Malaysia.
2.2.3
Bentuk Pemerintahan Republik
Dalam
pelaksaannya bentuk pemerintahan republik dapat dibedakan menjadi republik
absolut, republik konstitusional, dan republik parlementer.
1) Republik Absolut
Dalam sistem republik absolut, pemerintahan bersifat diktator tanpa ada
pembatasan kekuasaan. Penguasa mengabaikan konstitusi dan untuk melegitimasi
kekuasaannya digunakanlah partai politik. Dalam pemerintahan ini, parlemen
memang ada, namun tidka berfungsi.
2) Republik
Konstitusional
Dalam sistem republik konstitusional, presiden memegang kekuasaan kepala
negara dan kepala pemerintahan. Namun, kekuasaan presiden dibatasi oleh
konstitusi. Di samping itu, pengawasan yang efektif dilakukan oleh parlemen.
3) Republik Parlementer
Dalam sistem republik parlementer, presiden hanya sebagai kepala negara.
Namun, presiden tidak dapat diganggu-gugat. Sedangkan kepala pemerintahan
berada di tangan perdana menteri yang bertanggungjawab kepada parlementer. Alam
sistem ini, kekuasaan legislatif lebih tinggi daripada kekuasaan eksekutif.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian
Penulisan karya ilmiah remaja yang berjudul “Perbandingan Sistem Pemerintahan di Indonesia dengan Sistem Pemerintahan
di Selandia Baru” bertujuan unuk mecari
gambaran secara umum tentang perbedaan sistem pemerintahan kedua negara yang
bersangkutan. Penulisan ini baik yang menyangkut pengumpulan data maupun
pembahasan menggunakan metode study pustaka. Pada paksananaan pengumpulan data
digunakan teknik observasi secara tidak langsung dan study pustaka.
Metode observasi adalah pengumpulan data dengan cara
pengamatan yang dilakukan oleh observer, yaitu mencatat segala sesuatu yang
berhubungan dengan sistm pemerintahan di Indonesia dan Selandia Baru yang diperoleh
dari berbagai sumber. Karena observer tidak mengamati dan mengikuti secara
langsung sistem pemerintahan di Selandia Baru, jadi observer menggunakan data
yang diperoleh dari berbagai sumber yang akurat.
Metode study pustaka adalah pengumpulan data yang
dilakukan oleh observer degan cara mencari data dari referensi atau buku – buku
di perpustakaan yang berhubungan dengan sistem pemerintahan Indonesia dan
Selandia Baru. Selain itu penulis juga mencari informasi dari situs ( web page ) di internet untuk melengkapi
data yang diperlukan.
3.2
Waktu dan Tempat
Penelitian
Waktu
Penelitian
·
Hari : Sabtu
·
Tanggal : 27 Aguustus 2016
Tempat
penelitian : SMA Negeri
1 Jakenan
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Sistem
Pemerintahan di Indonesia
4.1.1
Sistem Pemerinthan
Presidensial yang Dijalankan di Indonesia
Nama
Negara
|
Indonsia
|
Ibukota
|
Jakarta
|
Bentuk
Negara
|
Kesatuan
|
Bentuk
Pemerintahan
|
Republik
|
Sistem
Pemerintahan
|
Presidensial
|
Pemimpin
Negara
|
Presiden
|
Bahasa
|
Indonesia
|
Nama
Bendera
|
Merah
Putih
|
Semboyan
|
Bhineka
Tunggal Ika
|
Lambang
Negara
|
Garuda
Pancasila
|
a.
Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Menurut
UUD 1945
Menurut UUD 1945, bahwa sistem pemerintahan Negara
Republik Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan atau separation of power (Trias Politica)
murni sebagaimana yang diajarkan Montesquieu, akan tetapi menganut sistem
pembagian kekuasaan (distribution of
power). Hal-hal yang mendukung argumentasi tersebut, karena Undang-Undang
Dasar 1945 :
·
Tidak
membatasi secara tajam, bahwa tiap kekuasaan itu harus dilakukan oleh suatu
organisasi/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
·
Tidak
membatasi kekuasaan itu dibagi atas 3 bagian saja dan juga tidak membatasi
kekuasaan dilakukan oleh 3 organ saja
·
Tidak
membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan MPR, pasal 1 ayat 2, kepada
lembaga-lembaga negara lainnya.
b.
Pokok-pokok Sistem Pemerintahan Republik Indonesia
1.
Bentuk
negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah negara terbagi dalam
beberapa provinsi. Provinsi tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Bali,
Banten, Bengkulu, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Gorontalo, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau,
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
Lampung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua,
Papua Barat, Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Sumatra
Selatan.
2.
Bentuk
pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan adalah
presidensial.
3.
Pemegang
kekuasaan eksekutif adalah Presiden
yang merangkap sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden dan
wakilnya dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan 5 tahun. Namun pada
pemilu tahun 2004, Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh
rakyat dalam satu paket untuk masa jabatan 2004 – 2009.
4.
Kabinet
atau menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden, serta bertanggung jawab
kepada presiden.
5.
Parlemen
terdiri atas 2 bagian (bikameral),
yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para
anggota DPR dan DPD merupakan anggota MPR. DPR terdiri atas para wakil rakyat
yang dipilih melalui pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Anggota DPD
adalah para wakil dari masing-masing provinsi yang berjumlah 4 orang dari tiap
provinsi. Anggota DPD dipilih oleh rakyat melalui pemilu dengan sistem distrik
perwakilan banyak. Selain lembaga DPR dan DPD, terdapat DPRD provinsi dan DPRD
kabupaten/kota yang anggotanya juga dipilih melaui pemilu. DPR memiliki
kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6.
Kekuasaan
yudikatif dijalankan oleh Mahkamah
Agung dan badan peradilan di bawahnya, yaitu pengadilan tinggi dan pengadilan
negeri serta sebuah Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.
7.
Sistem
pemerintahan negara Indonesia setelah amandemen UUD 1945, masih tetap menganut
Sistem Pemerintahan Presidensial, karena Presiden tetap sebagai kepala negara
dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar pengawasan
langsung DPR dan tidak bertanggung jawab pada parlemen. Namun sistem
pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem parlementer dan
melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam
sistem presidensial.
c.
Beberapa variasi dari Sistem Pemerintahan
Presidensial RI
1.
Presiden
sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR. Jadi, DPR tetap
memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
2.
Presiden
dalam mengangkat pejabat negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
Contohnya dalam pengangkatan Duta untuk negara asing, Gubernur Bank Indonesia,
Panglima TNI dan kepala kepolisian.
3.
Presiden
dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan
DPR. Contohnya pembuatan perjanjian internasional, pemberian gelar, tanda jasa,
tanda kehormatan, pemberian amnesti dan abolisi.
4.
Parlemen
diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget
(anggaran).
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dapat
difahami bahwa dalam perkembangan sistem pemerintahan presidensial di negara
Indonesia (terutama setelah amandemen UUD 1945) terdapat perubahan-perubahan
sesuai dengan dinamika politik bangsa Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam
memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut antara lain,
adanya pemilihan presiden langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and
balance dan pemberian kekuasaan yang lebih besar pada parlemen untuk melakukan
pengawasan dan fungsi anggaran.
Secara umum dengan dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada
era reformasi, telah banyak membawa perubahan yang mendasar baik terhadap
ketatanegaraan (kedudukan lembaga-lembaga negara), sistem politik, hukum, hak
asasi manusia, pertahanan keamanan dan sebagainya. Berikut ini dapat dilihat
perbandingan model sistem pemerintahan negara republik Indonesia sebelum dan
setelah dilaksanakan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 :
Masa Orde Baru
(Sebelum amandemen UUD 1945)
|
Masa Reformasi
(Setelah Amandemen UUD 1945)
|
Di dalam Penjelasan UUD 1945, dicantumkan pokok-pokok Sistem
Pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagai berikut :
a. Indonesia adalah negara hukum (rechtssaat)
Negara
Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas
kekua-saan belaka (machtsaat). Ini mengandung arti bahwa negara,
termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain, dalam
melaksanakan tugasnya/ tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan
secara hukum.
|
Undang-Undang Dasar 1945
berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.
Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat dilihat di dalam
pasal-pasal sebagai berikut :
1) Negara Indonesia
adalah negara Hukum.
Tercantum di dalam Pasal 1 ayat
(3), tanpa ada penjelasan.
|
2) Sistem
Konstitusional
Pemerintahan
berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Sistem ini memberikan
ketegasan cara pengendalian pemerintahan negara yang dibatasi oleh ketentuan
konstitusi, dengan sendirinya juga ketentuan dalam hukum lain yang merupakan
produk konstitusional, seperti Ketetapan-Ketetapan MPR, Undang-undang,
Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.
|
b. Sistem Konstitusional
Secara eksplisit tidak
tertulis, namun secara substantif dapat dilihat pada pasal-pasal sebagai
berikut :
- Pasal 2 ayat (1)
- Pasal 3 ayat (3)
- Pasal 4 ayat (1)
- Pasal 5 ayat (1) dan
(2)
- Dan lain-lain
|
c. Kekuasaan negara tertinggi di
tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Kedaulatan
rakyat dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh
rakyat Indonesia Tugas Majelis adalah:
1) Menetapkan Undang-Undang Dasar,
2) Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara,
3) Mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara (wakil
presiden).
Majelis
inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedang Presiden harus
menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan
oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan
bertanggungjawab kepada Majelis. Presiden adalah “manda-taris” dari Majelis
yang berkewajiban menjalankan ketetapan-ketetapan Majelis.
|
c. Kekuasaan
negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sesuai
dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang dan
tugas sebagai berikut :
- Mengubah dan menetapkan Undang-Undang
Dasar.
- Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
- Dapat memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.
|
d. Presiden ialah penyelenggara peme-rintah Negara yang tertinggi menurut
UUD.
Dalam
menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, tanggung jawab penuh ada di tangan
Presiden. Hal itu karena Presiden bukan saja dilantik oleh Majelis, tetapi
juga dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang
berupa Garis-garis Besar Haluan Negara ataupun ketetapan MPR lainnya.
|
d. Presiden ialah penyelenggara peme-rintah Negara yang tertinggi menurut
UUD.
Masih
relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).
|
e. Presiden
tidak bertanggungjawab ke-pada Dewan Perwakilan Rakyat.
Kedudukan
Presiden dengan DPR adalah neben atau sejajar. Dalam hal pembentukan
undang-undang dan menetapkan APBN, Presiden harus mendapat persetujuan dari
DPR. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan DPR. Presiden tidak
bertanggungjawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung
dari Dewan. Presiden tidak dapat membu-barkan DPR seperti dalam kabinet
parlementer, dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden.
|
e. Presiden tidak bertanggung
jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan memperhatikan
pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4
s.d. 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan
bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih relevan. Sistem
pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menerapkan sistem
presidensial.
|
f. Menteri negara ialah pembantu
Presiden, menteri negara tidak ber-tanggungjawab kepada Dewan Perwa-kilan
Rakyat.
Presiden
memilih, mengangkat dan memberhentikan mentri-mentri negara. Menteri-mentri
itu tidak bertanggungjawab kapada DPR dan kedudukannya tidak tergantung dari
Dewan., tetapi tergantung pada Presiden. Menteri-menteri merupakan pembantu
presiden.
|
f. Menteri
negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak ber-tanggungjawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden
dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan
diberhentikan oleh presiden yang pembentukan, pengubahan dan pembubarannya
diatur dalam undang-undang Pasal 17).
|
g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Meskipun
kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi bukan berarti ia
“diktator” atau tidak terbatas. Presiden, selain harus bertanggung jawab
kepada MPR, juga harus memperhatikan sungguh-sungguh suara-suara dari DPR
karena DPR berhak mengadakan pengawasan terhadap Presiden (DPR adalah anggota
MPR). DPR juga mempunyai wewenang mengajukan usul kepada MPR untuk mengadakan
sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden, apabila dianggap
sungguh-sungguh melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tarcela.
|
h. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Presiden sebagai kepala negara, kekua-saannya dibatasi oleh
undang-undang. MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya
(Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak
angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan
usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).
|
4.1.2
Struktur
Ketatanegaraan Negara Republik Indonesia
Perubahan yang terjadi pada
sistem pemerintahan negara republik Indonesia sebagai akibat dari dilukannya
amandemen Undang-Undang Dasar 1945, secara yuridis konstitusional berpengaruh
pula pada iklim politik dan struktur ketatanegararaan. Perubahan iklim politik,
antara lain ditandai dengan adanya keberanian anggota dewan dalam mengkritisi
kebijakan pemerintah dan semakin produktif dalam menghasilkan peraturan
perundang-undangan yang pada masa orde baru hal ini tidak terjadi.
Demikian juga MPR dan lembaga-lembaga
negara lain yang sudah mampu menunjukkan keberadaannya. Dominasi eksekutif
(Lembaga Kepresidenan), sudah diminimalisir dengan salah satu amandemen UUD
1945 Pasal 7 tentang jabatan Presiden yang maksimal 2 periode (10) tahun.
Keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat.
Dalam struktur ketatanegaraan,
terjadi penambahan nama lembaga negara dan sekaligus penghapusan suatu lembaga
negara. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat bagan atau struktur kelembagaan
negara (ketatanegaraan) berikut ini.
a. Struktur Ketatanegaraan (sebelum amandemen UUD 1945).
Berdasarkan Ketetapan MPRS
No.XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Hukum Republik
Indonsia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia, yang
kemudian dikukuhkan kembali dengan Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan
MPR No.IX/MPR/MPR/1978, Struktur Kekuasaan di dalam Negara Republik Indonesia
adalah sebagai berikut.
b. Struktur Ketatanegaraan (Setelah Amandemen UUD 1945)
Pelaksanaan amandemen terhadap
UUD 1945 telah dilakukan selama 4 (empat) kali, yakni : pertama mencakup 9
pasal (disahkan tanggal 19 Oktober 1999), kedua mencakup 25 pasal (disahkan
tanggal 18 Agustus 2000), ketiga mencakup 32 pasal (disahkan 9 November 2001),
dan keempat mencakup 13 pasal (disahkan tanggal 10 Agusutus 2002).
4.1.3
Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan
Negara R.I.
Berdasarkan landasan yuridis konstitusional, sistem pemerintahan
presidensial yang diterapkan di negara republik Indonesia baik pada masa orde
lama (1959 – 1966), orde baru (1966 – 1998) dan era reformasi (1998 s.d.
sekarang) secara substantif tidak
mengalami perubahan. Perbedaan pelaksanaan
terletak pada cara pandang dan pemahaman rezim yang berkuasa serta
kebijakan-kebijakan politik dan produk-produk hukumnya.
Untuk dapat melihat secara komprehensif kelebihan dan kelemahan pelaksanaan
sistem pemeriantahan negara republik Indonesia, dapat dilihat pada berikut ini.
Sistem
Pemerintahan Presidensial Negara R.I.
|
||
No
|
Kelebihan
|
Kelemahan
|
1.
|
Adanya pernyataan bahwa Indonesia adalah
negara berdasar atas hukum dan sistem konstitusional. Hal ini telah
memberikan kepastian hukum dan supremasi hukum dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara.
|
Produk hukum belum banyak
memihak kepentingan rakyat demikian juga aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa
dan Hakim) masih ada oknum yang belum bekerja secara profesional sehingga
dapat diajak berkolusi.
|
2.
|
Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang terdiri dari anggota DPR,
Utusan Daerah dan Utusan golongan (sekarang DPR dan DPD), berwenang mengubah
UUD dan memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut
UUD. Hal ini pernah dilakukan karena Presiden dinilai telah melanggar haluan
negara atau UUD 1945. Contoh :
Presiden Soekarno (1967), Presiden B.J. Habibie (1999), dan Presiden K.H.
Abdurachman Wahid (2002).
|
Majelis Permusyawaratan Rakyat
yang anggota-anggotanya terdiri anggota
DPR, Utusan Daerah dan Utusan golongan (sekarang DPR dan DPD), merupakan
lembaga negara yang sarat dengan muatan politis sehingga keputusan maupun
ketetapan-ketetapannya sangat bergantung kepada konstelasi politik rezim yang
berkuasa pada saat itu. Contoh pada masa orde baru, wewenang MPR untuk
mengubah UUD tidak pernah dilakukan, meskipun banyak suara-suara rakyat yang
menghendaki amandemen. Keputusan politik masa itu, dikeluarkannya Ketetapan
MPR No.IV/MPR/1983 tentang Referandum bila ingin merubah UUD 1945.
|
4.2
Sistem Pemerintahan
Selandia Baru
Nama
Negara
|
Selandia Baru
|
Ibukota
|
|
Bentuk
Pemerintahan
|
|
Sistem
Pemerintahan
|
Palementer
|
Pimpinan
Negara
|
Ratu
|
Bahasa
|
|
Lambang
Negara
|
Burung Kiwi
|
Selandia
Baru adalah sebuah dominion (negara berpemerintahan sendiri) di dalam
Commonwealth of Nations. Seorang gubernur jenderal yang mewakili kerajaan
Inggris ditunjuk atas saran dari pemerintah Selandia Baru. Dewan Perwakilan
Rakyat, satu-satunya rumah di cabang legislatif dari pemerintah, adalah badan
pembuatan undang-undang. Lima anggotanya adalah orang Maori, yang dipilih oleh
pemilih Maori.
Setiap warga
negara yang berusia 18 tahun atau lebih dapat memilih. Perempuan memiliki hak
untuk memilih sejak tahun 1893. Pemilihan umum diadakan setidaknya setiap tiga
tahun sekali. Pemimpin partai yang memenangkan mayoritas kursi dalam pemilihan
menjadi perdana menteri. Perdana menteri dan kabinet melaksanakan fungsi
eksekutif pemerintah. Pengadilan Tinggi adalah pengadilan tertinggi di cabang
yudisial dari pemerintah. Hakim diangkat oleh Gubernur Jenderal.
Selandia
Baru merupakan negara berbentuk pemerintahan Monarki Konstitusional dengan
sistem parlemen. Setelah kedaulatan Inggris di wilayah ini dijalankan pada
tahun 1840, Undang-Undang tahun 1852 kemudian menciptakan sistem pemerintahan
pertama, termasuk sistem legislatif bikameral (dua kamar) dan dewan provinsi.
Legislasi tambahan seperti eliminasi majelis tinggi kemudian memodifikasi
kebanyakan provinsi. Seperti halnya Kerajaan Inggris, Selandia Baru tidak
memiliki Undang-Undang Dasar khusus. Legislasi konstitusional merupakan
akumulasi dari undang-undang dan hukum-hukum tambahan. Selama seratus tahun
pertama, kebijakan politik Selandia Baru selalu mengikuti arah kebijakan Inggris.
Dalam pernyataan perang dengan Jerman di tahun 1939, Perdana Menteri Michael
Savage menyatakan “Where she goes, we go; where she stands, we stand”.
Pasca
perang, Amerika Serikat mulai meningkatkan pengaruhnya terhadap kebudayaan
Selandia Baru yang kemudian memperkaya kasanah identitas nasional negara ini.
Selandia Baru bergabung dengan Australia dan Amerika Serikat dalam perjanjian
keamanan ANZUS pada tahun 1951, dan kemudian ikut membantu AS dalam Perang
Korea dan Perang Vietnam. Hal kontras terjadi dalam hubungannya dengan Inggris,
karena Inggris kemudian meningkatkan fokusnya dalam Kriss Suez, dan Selandia
Baru juga terpaksa harus membangun pola pasar baru karena Inggris bergabung
dalam Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC).
New Zealand
Memiliki perjanjian konstitusi tidak tertulis yaitu Constitutional Monarchy
yang tunduk kepada Ratu Inggris. Pemerintahannya sendiri merupakan parliamentary
democracy dengan pemerintahan tertinggi dipimpin oleh Prime Minister.
Pemilu diadakan setiap 3 tahun sekali, terakhir adalah bulan nov 2011. Ibukota
New Zealand terletak di Wellington.
Ratu dan perwakilannya, Gubernur Jenderal
Selandia
Baru adalah monarki konstitusional dengan demokrasi parlementer, meskipun konstitusinya tidaklah tertulis. Ratu Elizabeth II adalah kepala negara yang diberi
gelar Ratu Selandia Baru. Ratu
diwakili oleh Gubernur Jenderal, yang
ditunjuk oleh Ratu atas nasihat Perdana Menteri. Gubernur Jenderal dapat
menjalankan hak prerogatif mahkota
(seperti meninjau kasus-kasus ketidakadilan, dan mengangkat Dewan Menteri
(kabinet), duta besar, dan pejabat publik penting lainnya) dan dalam situasi
yang langka, kekuasaan cadangan (kekuasaan
untuk memberhentikan Perdana Menteri, membubarkan Parlemen, atau menolak Persetujuan Kerajaan atas sebuah
rancangan undang-undang menjadi
undang-undang). Kekuasaan Ratu, dan Gubernur Jenderal dibatasi oleh kekakuan
konstitusional, dan mereka biasanya tidak dapat dijalankan tanpa nasihat dari Kabinet.
Parlemen Selandia Baru memegang kekuasaan legislatif dan terdiri
dari Yang Berdaulat (diwakili oleh Gubernur Jenderal) dan Dewan Perwakilan Rakyat. Parlemen
juga pernah meliputi sebuah majelis tinggi, Dewan Legislatif, hingga
dewan ini dihapuskan pada tahun 1950. Kedudukan tertinggi Parlemen berada pada
Yang Berdaulat, dan berada di Inggris menurut Bill of Rights 1689 dan telah
diratifikasi sebagai undang-undang di Selandia Baru. Dewan Perwakilan Rakyat
dipilih secara demokratis, dan Pemerintah dibentuk dari partai atau koalisi yang menguasai mayoritas kursi di
dewan. Jika tidak
ada mayoritas yang terbentuk, maka sebuah pemerintahan minoritas dapat
dibentuk jika dukungan dari partai-partai lain pada saat pemungutan suara kepercayaan dan kesediaan terjamin.
Gubernur
Jenderal menunjuk menteri-menteri di bawah saran dari Perdana Menteri, yang
berdasarkan konvensi merupakan pemimpin parlemen koalisi
atau partai yang memerintah. Kabinet, yang terdiri dari para menteri, dan
dipimpin oleh Perdana Menteri, adalah badan pembuat kebijakan tertinggi di
dalam pemerintahan, dan bertanggung jawab untuk menentukan tindakan-tindakan
pemerintah yang signifikan. Berdasarkan konvensi, para anggota
kabinet terikat oleh tanggung jawab kolektif atas semua
keputusan yang dibuat oleh kabinet.
Para hakim,
dan pejabat peradilan diangkat secara non-politis, dan di bawah aturan yang
ketat menyangkut masa jabatan untuk
membantu memelihara independensi-konstitusionalnya dari pemerintah. Secara
teoretis, keadaan ini memungkinkan peradilan menafsirkan undang-undang hanya
berdasarkan legislasi yang diberlakukan Parlemen tanpa pengaruh-pengaruh lain
pada saat membuat keputusan. Dewan Penasihat di London
merupakan pengadilan banding puncak negara ini sampai tahun 2004, ketika ia
digantikan oleh Mahkamah Agung Selandia Baru. Peradilan,
dikepalai oleh Hakim Agung, meliputi Pengadilan Banding, Pengadilan Tinggi, dan
pengadilan-pengadilan bawahannya.
Hampir semua pemilihan umum parlemen antara
tahun 1853 sampai tahun 1996 diselenggarakan di bawah sistem pemungutan suara first past the post (pemegang
suara terbanyak adalah yang menjadi pemenang). Pemilihan umum sejak tahun 1930
telah didominasi oleh dua partai politik, Partai Nasional dan Partai Buruh. Sejak tahun 1996, sebuah bentuk representasi proporsional yang
disebut representasi proporsional campuran (MMP) telah
digunakan. Di bawah sistem MMP setiap orang memiliki dua suara; satu untuk 70
kursi daerah pemilihan (termasuk 7 yang dicadangkan untuk Māori), dan satu lagi
untuk partai. Lima puluh kursi sisanya ditetapkan sehingga perwakilan di
parlemen mencerminkan suara partai, meskipun sebuah partai harus memenangi satu
kursi daerah pemilihan atau 5 persen dari keseluruhan suara partai sebelum
partai itu memenuhi syarat untuk mendapatkan kursi ini. Antara bulan Maret
2005, dan bulan Agustus 2006 Selandia Baru menjadi satu-satunya negara di dunia
di mana semua jabatan tertingginya (Kepala Negara, Gubernur Jenderal, Perdana
Menteri, Ketua DPR dan Ketua
Mahkamah Agung) semuanya dipegang oleh perempuan.
Selandia Baru dikenal sebagai salah satu negara paling
stabil, dan diperintah dengan sangat baik di dunia. Pada tahun 2011, negara ini
menempati peringkat ke-5 dalam hal kekuatan lembaga-lembaga demokrasinya dan
peringkat pertama dalam hal transparansi pemerintahan, dan paling tidak korup.
Selandia Baru memiliki angka partisipasi warga negara yang tinggi, dengan 79%
pemilik suara ikut serta dalam pemilihan umum terkini, dibanding rata-rata OECD
sebesar 72%. Lebih jauh lagi, 67% warga Selandia Baru berkata bahwa mereka
percaya akan lembaga-lembaga politiknya, jauh lebih tinggi daripada rata-rata
OECD sebesar 56%.
4.2.1
Susunan Lembaga
Pemerintahan
a.
Eksekutif
Selandia Baru
mengakui Kerajaan Inggris sebagai kedaulatannya, atau sebagai kepala negara
formal. Perwakilan kerajaan di Selandia Baru diwakili oleh seorang gurbernur
jenderal. Secara resmi ditunjuk oleh kerajaan atas rekomendasi perdana menteri
setiap lima tahun. Setelah pemilihan nasional, gurbernur jenderal menunjuk
pemimpin dari partai terbesar dalam legislatif sebagai perdana menteri dan
mengatur bentuk pemerintahan perdana menteri tersebut (kabinet). Gurbernur
jenderal secara formal menunjuk menteri-menteri dengan rekomendasi perdana
menteri. Gurbernur jenderal juga harus memberikan persetujuan atas pengumuman
parlemen untuk menjadi hukum.
Perdana
menteri mengepalai kabinet, yang merupakan tempat pembuatan kebijakan tertinggi
dalam pemerintahan. Kabinet bertanggung jawab atas keseharian administrasi
pemerintahan, dan para menteri bertanggung jawab untuk bidang kebijakan yang
lebih spesifik. Para menteri juga bersidang dalam Dewan Eksekutif, sebuah badan
yang bertugas memberikan nasehat kepada gurbernur jenderal. Konvensi
konstitusional mengharuskan gurbernur jenderal untuk mengikuti rekomendasi
dewan ini.
b.
Legislatif
Badan
legislatif, atau parlemen, terdiri atas sistem satu kamar, yaitu Majelis
Perwakilan. Parlemen diberikan kekuasaan untuk membuat undang-undang. Majelis
Perwakilan terdiri atas 120 anggota, yang sejak tahun 1996 dipilih dengan
menggunakan sistem yang dikenal dengan mixed member proportional (MMP).
Dalam sistem ini, setengah dari anggota dipilih dari distrik pemilihan
(termasuk enam kursi untuk perwakilan Maori) dan sisanya dipilih dari daftar
partai yang didasarkan pada pembagian pemilihan partai dalam pemilihan
nasional. Pemilihan legislatif harus diadakan setidaknya setiap tiga tahun.
Registrasi
calon pemilih bersifat wajib di Selandia Baru, tapi partisipasinya dalam
pemilihan merupakan sukarela. Pemilih yang diperbolehkan adalah yang berusia
minimal 18 tahun, warga negara atau penduduk tetap yang telah tinggal selama
satu tahun, dan penduduk dari distrik pemilihan yang telah tinggal setidaknya
satu bulan. Warga keturunan Maori dapat memilih di distrik pemilihan biasa atau
disalah satu dari distrik pemilihan Maori. Setiap pemilih, dalam sistem MMP,
memiliki dua suara: satu untuk pemilihan perwakilan distrik, dan yang lainnya
untuk partai politik.
c.
Yudikatif
Gurbernur
jenderal Selandia Baru menunjuk seluruh hakim di Selandia Baru, tradisi ini
dirancang untuk menggantikan kepentingan politik. Sitem judisial mencakup
Mahkamah Distrik, Mahkamah Tinggi, Mahkamah Banding, dan Mahkamah Agung, yang
menggantikan Dewan Umum yang berbasis di London sebagai badan judisial
tertinggi di tahun 2004. Mahkamah ini berbentuk sebuah hirarki dalam proses
banding. Mahkamah Tinggi menampung ajuan banding dari mahkamah yang lebih
rendah dan pengadilan, sementara Mahkamah Banding menampung ajuan banding dari
Mahkamah Tinggi dan dari pengadilan juri Mahkamah Distrik. Keputusan Mahkamah
Banding bersifat final, kecuali kasus-kasus yang diajukan ke Mahkamah Agung.
d.
Partai
Politik
Dua partai
politik terbesar di Selandia Baru adalah Partai Nasional dan Partai Buruh.
Kedua partai ini secara tradisi mendominasi perpolitikan negeri, masing-masing
bersaing untuk mengendalikan legislatif. Dalam rangka mengurangi pengaruh
sistem dua partai ini, masyarakat Selandia Baru mengadakan referendum untuk
penerapan sistem MMP, yang berhasil di pemilihan tahun 1996. Sistem ini
membantu partai-partai kecil memenangkan lebih banyak kursi legislatif, yang
kemudian mengurangi kecenderungan kekuasaan partai tunggal. Partai-partai yang
lebih kecil lebih sering masuk kedalam ajang koalisi dengan Partai Buruh dan
Partai Nasional, yang kemudian berlanjut menjadi partai yang paling
berpengaruh. Partai-partai penting lainnya adalah New Zealand First, ACT New
Zealand, United Future, dan Green Party.
e.
Pemerintahan
Lokal
Selandia
Baru dibagi kedalam 12 kawasan dan 74 teritorial. Dewan Regional mengurus
kawasan-kawasan, dan otoritas teritorial mengurus teritorial. Otoritas
teritorial mencakup dewan distrik dan kota, yang bertanggung jawab pada hampir
semua kepengurusan lokal. Setiap anggota dari badan pemerintahan lokal dipilih
secara langsung.
f.
Pertahanan
Angkatan
Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Selandia Baru terkoordinir dibawah
Menteri Pertahanan. Jumlah personil regular Angkatan Darat pada tahun 1999
adalah 4450 tentara. Total personel regular angkatan laut adalah 1.980, dan
Angkatan Udara memiliku 2.800 personel regular. Angkatan Darat diutamakan untuk
kepentingan operasi penjaga perdamaian internasional. Layanan militer bersifat
sukarela, wajib militer tidak dipakai lagi sejak tahun 1950-an. Salah satu
kebijakan luar negeri Selandia Baru adalah turut serta menjaga perdamaian
dunia, oleh karena itu Selandia Baru selalu menurunkan militernya untuk tujuan
tersebut. Dalam beberapa perang seperti Perang Dunia I, Perang Dunia II, Perang
Korea, dan kasus Darurat Malaysia (konfrontasi Indonesia-Malaysia), Perang
Vietnam, Perang Teluk, dan Perang Afganistan, militer Selandia Baru bergabung
dengan pasukan sekutu terutama Inggris. Selandia Baru juga turut menurunkan
angkatan daratnya dalam Perang Irak selama satu tahun guna membantu pembangunan
infrastruktur Irak. Pada tahun 2007, militer Selandia Baru masih aktif disana.
g.
Organisasi
Internasional
Selandia
Baru merupakan anggota pendiri Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan anggota
penuh Negara-Negara Persemakmuran, yang merupakan asosiasi sukarela negara-negara
yang berhubungan dengan Kerajaan Inggris, selain itu negara ini juga aktif
dalam beberapa organisasi geopolitik seperti APEC, East Asia Summit, dan OECD.
4.2.2
UUD (KONSITUSI)
Konstitusi
new zealand dari kumpulan undang-undang(kisah parlemen). New zealand adalah monarki konstitusionaldengan sistem
parlementer. Sistem ini sering dikenal dengan sistem westminster, meskipun
istilah yang semakin tidak patut perkembangan konstitusional yang diberikan
khas New zealand. Para kepala negara dan kekuasaan eksekutif,
legislatif, dan yudikatif di new zealan adalah monarki, saat ini ratu elisabeth
II . ratu diwakili dala realem new zealand oleh gubernur jendral .
4.2.3
Stabilitas
Politik Selandia
Baru
Konstitusi sebuah negara sangat penting karena didalamnya termuat prinsip-prinsip
utama sistem negara. Lain daripada yang lain, sistem konstitusi Selandia Baru
ini bukan merupakan kesatuan tunggal yang utuh dan rigid, tetapi merupakan
konstitusi dengan dasar common law
yang sangat fleksibel dan tidak tertulis (Nah &
Stuart Jones, 1997-98). Di dalam konstitusi tersebut
tercermin faktor-faktor historis maupun politik yang ada di Selandia Baru sejak
zaman kolonial Inggris, dimana negara ini berbentuk monarki konstitusional
dengan pola pemerintahan Westminster yang telah diadaptasikan dengan kondisi di
Selandia baru dan sistem pemerintahan parlementer yang demokrasi.
Dokumen-dokumen
kunci dalam konstitusi Selandia Baru antara lain Perjanjian Waitangi yang
mengatur hubungan antara suku Maori dan Kerajaan Inggris di Selandia Baru.
Hingga kini, perjanjian menimbulkan
banyak kontroversi karena tuntutan Maori yang merasa Kerajaan Inggris tidak
menepati janjinya (http://www.asiarooms.com). Tetapi,
Perjanjian Waitangi tetap dipandang sebagai dasar terbentuknya Selandia Baru
sebagai sebuah negara dan diterima secara luas menjadi dokumen konstitusional
Selandia Baru; Constitution Act 1986 yang membagi institusi dan kekuasan negara
kedalam tiga fungsi: eksekutif, legislatif dan yudikatif, serta mengesahkan
kekuasaan The Sovereign atau Monarki Inggris; New Zealand Bill Of Rights Act
1990; Electoral Act 1993; dan juga konstitusi-konstitusi yang berasal dari
Inggris. Selain undang-undang yang dimiliki Selandia Baru di atas, konstitusi
juga mencakup konstitusi Inggris di dalamnya seperti Magna Carta, Habeas
Corpus, dan sebagainya.
Struktur
pemerintahan negara ini tidak jauh berbeda dengan negara persemakmuran Inggris
lain yaitu kepala negaranya adalah Ratu
Inggris, Elizabeth II, yang kekuasaannya diwakili oleh Gubernur Jenderal dengan
tugas-tugas seremonial yang harus dijalankannya, kuasa yang dimilikinya
meliputi penunjukan dan pemberhentian perdana menteri (PM) serta
membubarkan parlemen. Sedangkan kepala pemerintahannya berada di bawah
kuasa PM yang sejak November 2008 lalu dijabat oleh John Key dari partai
Nasional. (www.cia.gov). Dalam mengambil keputusan, Gubernur
Jenderal membutuhkan nasihat Dewan Eksekutif. Keputusan tersebut juga diterima
dari PM yang didukung oleh mayoritas parlemen. Pemerintahan dibentuk juga
didasari oleh saran PM. Kabinet dibentuk oleh Perdana Menteri, dimana anggota
kabinet juga merupakan anggota Parlemen. Kabinet merupakan badan pembuatan kebijakan yang
senior dan bertanggungjawab terhadap Parlemen.
Pada
awalnya, parlemen Selandia Baru terdiri dari tiga bagian, yaitu House of
Representatives (HoR), Gubernur Jenderal, dan Dewan Legislatif yang bertugas
membentuk hukum, mengatur pemerintahan, dan merepresentasikan orang-orang
Selandia Baru pada kurun waktu tahun 1854-1951. Setelah itu, bagian terakhir
dihilangkan karena perannya semakin melemah (http://www.nzembassy.com). Saat ini, sistem MMP membuat
kondisi parlemen diduduki oleh orang-orang yang merupakan perwakilan dari
partai-partai yang berpartisipasi di Selandia Baru, walaupun mayoritas masih
didominasi Partai Nasional dan Partai Buruh. Sistem ini membuat peran partai
dan koalisi lebih berarti dan luas dalam pemerintahan. Sehingga kelompok
kepentingan dan masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam parlemen melalui
komite yang berhubungan langsung dengan anggota dewan.
Sistem
parlemen Selandia Baru adalah unikameral, hal ini menyebabkan HoR menerima
pertanggungjawaban dari Eksekutif, dimana anggota Eksekutif juga merupakan
partai pemenang yang berasal dari HoR. HoR merupakan cerminan suara rakyat yang
berarti memiliki pengaruh yang sangat besar bagi berlangsungnya kinerja
Pemerintah. Meskipun Gubernur Jenderal dalam Konstitusi memiliki berbagai hak
istimewa sebagai the Sovereign, ia juga tetap mendengarkan nasihat dan
pertimbangan Kabinet. Bahkan penunjukan Gubernur Jenderal dilakukan atas saran
dan persetujuan dari Perdana Menteri. HoR sendiri dibatasi oleh berbagai
konstitusi dan juga kewenangan yang dimiliki Gubernur Jenderal untuk
membubarkan Parlemen. Selain itu, konstitusi mengatur dengan sangat jelas
kewenangan dan batas kekuasaan yang dimiliki oleh masing-masing cabang
institusi. Jadi, disini terdapat distribusi kekuasaan yang baik dan juga
pembatasan kekuasaan.
Sistem
pemilu di Selandia Baru dulunya mirip dengan sistem yang digunakan oleh Amerika
Serikat (AS), partai yang menang memiliki kuasa penuh dan tidak ada tempat bagi
pihak yang kalah. Namun pada tahun 1993 terjadi perubahan dimana sistem yang
digunakan beralih menjadi sistem proportional
representation yang memungkinkan tersedianya kursi di pemerintahan bagi
partai dengan persentase suara yang lebih rendah (www.cia.gov). Partai peserta pemilu
beberapa diantaranya adalah pemain lama namun setelah sistem MMP lahir, muncul partai-partai lain yang ikut berpartisipasi
dalam politik Selandia Baru, antara lain: Green
Party, Partai Maori, New Zealand First, dan ACT. Partai-partai yang muncul tersebut ada yang
berfungsi sebagai pendukung partai-partai dominan. Sedangkan peran peran oposisi dalam dinamika politik Selandia Baru, lebih
bersifat menekan atau menjatuhkan. Bukan sebagai partai penyeimbang atau
kontrol terhadap pemerintahan yang didominasi oleh partai yang menang (www.parliament.nz).
Isu-isu yang
sering disuarakan masing-masing partai relatif berbeda, namun untuk tujuan yang
sama yaitu demi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Selandia Baru. Partai
Buruh lebih memfokuskan pada komitmen atas kebijakan yang terkait dengan
keadilan dan keamanan sosial serta kesetaraan atas kesempatan. Selain itu,
partai Buruh juga sangat mementingkan perlunya sumberdaya manusia yang
berkualitas, berkapabilitas dan penuh percaya diri untuk menghadapi berbagai
tantangan di abad ke-21 ini (www.parliament.nz). Sedangkan partai Nasional
menekankan akan pentingnya kebebasan, pilihan, ambisi dan kemandirian. Dalam
menjalankan kegiatannya, seringkali Partai Nasional menggandeng partai lain
seperti ACT, Partai Maori dan United
Future agar dapat mencapai tujuan mereka.
4.3 Perbandingan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara
Indonesia dengan Negara Selandia Baru
Sistem pemerintahan negara republik Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sistem presidensial kabinet. Dengan
sistem pemerintahan tersebut, baik para penyelenggara negara maupun rakyat dan
bangsa Indonesia telah merasa sesuai. Sejalan dengan perkembangan dan dinamika
politik masyarakat, penyelenggaraan negara dengan sistem presidensial kabinet
telah mengalami perubahan dan penyempurnaan hingga sekarang ini.
Berikut ini akan dilihat bagaimana pelaksanaan sistem
pemerintahan di negara Indonesia dan perbandingannya dengan negara-negara lain
baik yang menerapkan sistem pemerintahan presidensial maupun parlementer.
No
|
Kategori
|
Indonesia
|
Selandia Baru
|
1
|
Bentuk Negara
|
Kesatuan dengan otonomi luas
mempunyai 33 provinsi
|
25 wilayah
13 dewan kota, 53 dewan distrik
|
2
|
Bentuk Pemerintahan
|
Republik
|
Monarki
Konstitusional
|
3
|
Sistem Pemerintahan
|
Presidensial untuk masa jabatan 5
tahun
|
Parlementer
|
4
|
Eksekutif
|
Presiden sebagai kepala negara
sekaligus kepla pemerintahan dipilih oleh rakyat secara langsung ( pemilu )
|
Ratu sebagai
Kepala Negara, Gurbernur jenderal
|
5
|
Legislatif
|
Bikameral, yaitu DPR dan DPD.
Anggota DPR dan DPD menjadi anggota MPR
|
Majelis Perwakilan
|
6
|
Yudikatif
|
MA dan badan peradilan di bawahnya
dan MK
|
Mahkamah Distrik, Mahkamah Tinggi,
Mahkamah Banding, dan Mahkamah Agung,
|
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan
sistem pemerintahan Indonesia dan Selandia
Baru penulis dapat menyimpulkan bahwa
keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Dari Indonesia menjalankan
sistem pemerintahan presidensial, sedangkan di Selandia Baru menjalankan sistem pemerintahan
parlementer. Di Indonesia kepala negaranya
adalahPresiden sedangkan di Selandia Baru kepala negara seorang Ratu/Raja.
Bentuk pemerintahan di Indonesia adalah republik
sedangkan di Selandia Baru adalah monarki konstitusonal.
5.2 Saran
Sebaiknya kita mempelajari sistem
pemerintahan negara lain juga, karena dengan mempelajari sistem pemerintahan
negara lain kita dapat mengetahui perbedaan sistem pemerintahan negara
Indonesia dengan negara lain serta dapat membandingkannya.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment