Friday, July 31, 2020

Esai "Menumbuhkan Semangat Nasionalisme Religius Pemuda Indonesia"

Menumbuhkan Semangat Nasionalisme Religius Pemuda Indonesia

Indonesia dianugerahi beragam kekayaan alam maupun kekayaan budaya. Begitu banyak budaya daerah yang tersebar di seluruh tanah air yang menjadi budaya nasional bangsa Indonesia. Perbedaan tersebut tidak lantas menjadi alasan untuk memecahbelah atau mengikis solidaritas di kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini menjadi kendala dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa. Tentunya bukanlah perkara mudah untuk dapat mempersatukan keberagaman tersebut. Kondisi masyarakat Indonesia yang bersifat pluralistis boleh jadi akan melahirkan berbagai wawasan lokal yang berkembang di berbagai daerah nusantara, yang digunakan dalam membangun wawasan nasional, sebagaimana dikenal dengan wawasan nusantara. Persoalan yang berkaitan dengan SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan), hendaknya dipandang secara positif, yaitu sebagai energi demokrasi atau kemajemukan masyarakat Indonesia dan bukan dikatakan sebagai sumber konflik.

Nasionalisme adalah cara yang tepat digunakan untuk menyatukan beberapa perbedaan, karena nasionalisme lebih mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan individu. Jika nasionalisme dapat tertanam pada setiap individu warga Indonesia, maka negara yang bersifat pluralistis ini, artinya negara yang didalamnya terdapat banyak keragaman dan perbedaan, akan menjadi negara yang damai tanpa ada konflik etnik dan konflik kefanatikan terhadap daerahnya masing-masing.

Nasionalisme merupakan suatu paham. Pada mulanya unsur-unsur pokok nasionalisme terdiri atas persaudaraan darah/ keturunan, suku bangsa, tempat tinggal, agama, bahasa dan budaya. Kemudian berubah dengan masuknya dua unsur yaitu persamaan hak bagisetiap orang untuk memegang persamaan dalam masyarakatnya serta adanya persamaan kepentingan dalam bidang ekonomi. Aspek mendasar timbulnya nasionalisme adalah aspek sejarah. Melalui aspek sejarah biasanya suatu bangsa memiliki rasa senasib sepenanggungan serta harapan untuk menggapai masa depan yang lebih baik. Dengan demikian nasionalisme adalah sikap politik dan sikap sosial suatu kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan budaya, wilayah, tujuan dan cita-cita.

Menyikapi kondisi aktual yang berkembang, bangsa ini dihadapkan pada dua tantangan. Pertama, menjaga kemurnian esensi dan hakikat nasionalisme, yang berarti juga menjaga kemurnian nilai-nilai kemanusiaan. Kedua, berupaya secara aktif mengantisipasi perkembangan situasi zaman khususnya arus globalisasi yang sedemikian hebat pengaruh implikasinya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada gilirannya, dalam mengawal reformasi yang terus bergulir, maka semangat nasionalisme pemuda perlu digugah kembali.

Dalam konteks ini, nasionalisme Indonesia dengan dasar Pancasila adalah nasionalisme religius, yakni nasionalisme yang tetap menjadikan agama sebagai dasar. Namun, agama yang dimaksud di sini bukanlah satu agama tertentu, melainkan seluruh agama yang diakui oleh negara.  Nasionalisme juga mendasarkan diri pada nilai-nilai kemanusiaan (perikemanusiaan) yang hakiki dan bersifat asasi. Tujuannya, mengangkat harkat, derajat, dan martabat kemanusiaan setiap bangsa untuk hidup bersama secara adil dan damai tanpa diskriminasi di dalam hubungan-hubungan sosial. Sebenarnya rasa nasionalisme itu sudah dianggap telah muncul manakala suatu bangsa memiliki cita-cita yang sama untuk mendirikan suatu negara kebangsaan. Sedangkan, ciri nasionalisme Indonesia yaitu nasionalisme religius seperti yang dicetuskan Bung Karno (Soekarno) adalah nasionalisme yang tumbuh dari budaya Indonesia.

Nasionalisme religius merupakan perpaduan antara semangat kebangsaan dan keberagamaan. Nasionalisme Indonesia bersumber kepada Pancasila, sedangkan semangat religius bersumber kepada ajaran Islam yang menjadi agama mayoritas masyarakat. Antara nilai-nilai Pancasila dan Islam dapat saling dikompromikan dan tidak berbenturan. Kedua unsur tersebut saling mengisi yang melahirkan semangat nasionalisme yang beragama dan semangat beragama yang nasionalis.

Karena konstruksi Indonesia adalah negara-bangsa berdasarkan Pancasila, maka seluruh regulasi dan kebijakan memang tidak mengatasnamakan agama tertentu. Namun, itu bukan berarti nilai-nilai agama tidak boleh masuk ke dalam regulasi-regulasi yang ada. Sebagai negara yang religius, regulasi-regulasi yang dibuat juga seharusnya selalu mempertimbangkan moralitas agama-agama yang diakui oleh negara.

Ini bisa menjadi jembatan penghubung antara para pengusung nasionalisme dan para pejuang Islamic-state (negara Islam). Agama Islam sebagai agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Indonesia, harus diperhatikan secara serius, tanpa bermaksud mereduksi peran agama lain yang juga diakui di negara Indonesia. Kebijakan negara harus berpijak pada nilai-nilai agama, dengan tetap terus memperhatikan rasa keber-agama-an masyarakatnya.

Dengan demikian, agama akan tetap berfungsi kontributif dalam memberikan rasa, bukan warna, kepada setiap pembuatan produk kebijakan politik kenegaraan. Ini sangat penting karena rasa bisa sama dalam warna yang berbeda. Artinya, sebuah aturan bisa dibuat sangat Islami, tanpa perlu memberikan label Islam. Sebuah undang-undang bisa sesuai syariah Islam, tanpa harus menamakannya Undang-Undang Syariah.

Sebaliknya, jangan pula terjadi, atas nama nasionalisme maka peran-peran agama, atau tuntutan-tuntutan kearahnya, kemudian direduksi sedemikian rupa atau kalau perlu dihilangkan sama sekali. Segala sesuatu yang berbau agama (dalam hal ini Islam) dianggap menjadi sebuah ancaman serius terhadap keberlangsungan negara. Islam dibatasi hanya pada ruang-ruang individu, dengan terus membatasi peran-perannya dalam bermasyarakat dan bernegara.

Sejumlah aktivis pemuda menilai prinsip nasionalisme dalam diri pemuda Indonesia umumnya telah mengalami degradasi lantaran terus menerus tergerus oleh nilai-nilai dari luar. Kondisi ini terlihat semakin parah karena belum adanya pembaharuan atas pemahaman dan prinsip nasionalisme dalam diri pemuda. Jika kondisi dilematis itu tetap dibiarkan, bukan tidak mustahil degradasi nasionalisme akan mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pemuda merupakan generasi yang mempunyai semangat religius dan sebagai pilar bagi kebangkitan bangsa Indonesia. Namun, jika melihat kondisi pemuda Indonesia sendiri yang banyak terlibat dalam aksi kekerasan dan pelanggaran hukum, tidak akan mungkin kebangkitan bangsa akan terwujud. Perlu adanya solusi bijak dalam menumbuhkan semangat nasionalisme religius itu. Semangat nasionalisme pemuda pada saat ini sangatlah lemah. Salah satu penyebabnya adalah pengaruh negatif globalisasi. Karena pengaruh negatif globalisasi lebih banyak dari pada pengaruh positifnya.

Globalisasi bisa menguntungkan apabila kita menyikapinya dengan benar. Letak dari masalah ini menunjukkan bahwa kurang kokohnya fondasi mental dari para pemuda kita yang tentunya berpangkal dari bagaimana mereka memperoleh pendidikan pertama dalam keluarga. Jika pemuda bangsa telah dibekali pendidikan mental maupun lahiriah yang kuat maka hal tersebut tidak akan terjadi. Sebab jika kita bandingkan bagaimana cara mendidik orang dulu jauh sebelum perkembangan teknologi mempengaruhi hidup mereka tampak berbeda dengan kondisi sekarang, dimana teknologi komunikasi dan informasi berkembang dengan pesatnya, dan segala sesuatu menjadi sangat mudah. Seakan tidak ada yang tidak mungkin terjadi.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bermunculan bagaikan jamur yang membela hak asasi manusia, Komisi Nasional (KOMNAS) HAM dan perlindungan anak yang hadir menuntut keras sekecil apapun kekerasan pada anak. Hasilya memang sebanding, bermunculan anak- anak dengan prestasi yang gemilang. Namun sedikit hambar, karena tidak dibarengi dengan fondasi keagamaan yang kokoh. Jika kita perhatikan, nampak ketidakseimbangan antara IQ (intelegensi Quetient), EQ (Emotional Quetient), dan SQ (Spiritual Quetient). Akibatnya, korupsi terjadi dimana- mana. Ironisnya, pelaku korupsi bukanlah orang yang tidak berpendidikan, melainkan seseorang dengan rentetan gelar di belakang namanya yang cukup menjadi bukti bahwa mereka adalah orang- orang dengan tingkat intelektual yang tinggi. Inikah hasil cetakan zaman modern? Mungkin berhasil secara materiil tapi nol besar untuk pendidikan mental.

Walau bagaimanapun bukanlah sikap yang bijak jika kita hanya bisa saling menyalahkan. Apalagi jika kita mengkambinghitamkan pemuda. Karena hal itu tidak akan mampu menyelesaikan segala permasalahan yang menimpa negeri kita tercinta. Alangkah jauh lebih baik jika kita menyatukan segenap kemampuan yang kita miliki demi kemajuan negeri ini. Pemerintah Indonesia seharusnya mengupayakan dengan serius lahirnya golongan pemuda yang nasionalis, namun tetap religius dan mampu mengembangkan teknologi. Generasi ini merupakan generasi terbaik untuk membangun negeri ini. Semangat nasionalisme pemuda, jika diimbangi dengan religiusitas yang kuat, akan melahirkan sebuah generasi dengan kekuatan perubah yang besar.

Pertanyaan paling penting adalah, bagaimana menumbuhkan semangat nasionalisme religius ini ditengah gempuran globalisasi yang demikian hebat?

Ada beberapa langkah alternatif yang bisa ditempuh untuk menumbuhkan kembali nasionalisme di kalangan pemuda, diantaranya: pertama, perlu adanya redefinisi atas pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai nasionalisme dalam diri pemuda Indonesia. Kegagalan meredefinisi nilai-nilai nasionalisme telah menyebabkan hingga kini belum lahir sosok pemuda Indonesia yang dapat menjadi teladan. Padahal tantangan pemuda saat ini berbeda dengan era tahun 1928 atau 1945. Jika dulu nasionalisme pemuda diarahkan untuk melawan penjajahan, kini nasionalisme diposisikan secara proporsional dalam menyikapi kepentingan pasar yang diusung kepentingan global, dan nasionalisme yang diusung untuk kepentingan negara. Dengan demikian peran orang tua masih sangat mendominasi segala sector kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kedua diharapkan pemerintah pusat dapat mempercepat distribusi pembangunan di semua daerah agar tidak tumbuh semangat etnonasionalisme dalam diri pemuda. Ketiga, Menempatkan semangat nasionalisme pada posisi yang benar. Nasionalisme tidak dapat diartikan secara sempit. Nasionalisme harus didefinisikan sebagai suatu upaya untuk membangun keunggulan kompetitif, dan tidak lagi didefinisikan sebagai upaya untuk menutup diri dari pihak asing seperti proteksi atau semangat anti semua yang berbau asing. Profesionalisme adalah salah satu kata kunci dalam upaya mendefinisikan makna nasionalisme saat ini. Dengan demikian, nasionalisme harus dilengkapi dengan sikap profesionalisme.

Langkah lain yang harus ditempuh adalah menumbuhkan semangat keberislaman para pemuda. Pemahaman yang utuh terhadap Islam, sejatinya akan melahirkan rasa cinta tanah air. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sa’id Hawwa didalam buku Al-Islam, bahwa “Islam adalah sistem yang syamil (menyeluruh), mencakup semua aspek kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan umat, moral dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan hukum, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran. Sebagaimana juga aqidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.”

Nasionalisme yang lahir sebagai buah dari pemahaman Islam yang utuh, akan menjadi nasionalisme religius yang kokoh, tidak mudah tergerus oleh globalisasi, dan mempunyai imunitas yang mumpuni terhadap paham-paham radikalisme. Ia adalah sebuah kekuatan yang besar, yang mampu mendorong bangsa beberapa tingkat lebih maju.

Dengan memfokuskan diri pada pembangunan nasionalisme religius dikalangan pemuda, pemerintah sesungguhnya telah menyelesaikan beberapa PR sekaligus. Pemuda sebagai tulang punggung bangsa menjadi lebih optimal dan berdaya, paham radikalisme yang merusak bisa diminimalisir bahkan dihilangkan, semangat nasionalisme bangsa bisa semakin ditumbuhkan, dan ideologi Pancasila bisa ditegakkan.

Saatnya membangun bangsa. Bukan saatnya lagi ada pertarungan sesama anak bangsa, apalagi pertarungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Saatnya Indonesia mampu berbicara lebih banyak dipentas dunia. Saatnya membangun bangsa, dengan menumbuhkan semangat nasionalisme religius dikalangan pemuda. Ke depannya, generasi muda sebagai generasi penerus berada dalam posisi revitalizing agents. Pemuda sebagai sumber kekuatan moral reformasi perlu tetap terbina agar selalu berlandaskan pada kebenaran yang bersumber pada hati nurani serta sikap moral yang luhur, berkepribadian nasional dan berjiwa patriotisme. Beberapa point di atas merupakan agenda penting yang harus kita lakukan untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri di era globalisasi. Karena walau bagaimanapun Kerusakan yang terjadi pada generasi muda, adalah sebuah isyarat, bagi kehancuran sebuah bangsa. Bagaimana tidak, pemuda hari ini, adalah orang tua yang akan datang. Bagaimana mungkin suatu bangsa bisa berjaya, jika generasi mudanya tidak punya jati diri.


No comments:

Post a Comment

Novel Bahasa Jawa "Tresno Waranggono"

                                                                           Tresno Waranggono “ Theng-theng” swara bel muni, kang tandane w...