TUGAS AGAMA
SIFAT-SIFAT TERCELA
A.
Sikap
Hasud
1. Pengertian Hasud
Kata hasud dalam bahasa Arab
berarti orang yang memilki sifat dengki. Dengki adalah satu sikap mental
seseorang tidak senang orang lain mendapat kenikmatan hidup dan berusaha untuk
melenyapkannya, sifat ini harus dihindari oleh seseorang dalam kehidupan
sehari-hari.
Perlu diketahui, bahwa seseorang yang dihasudi, tidak
akan pernah berkurang rejekinya karena adanya orang yang hasud kepadanya,
bahkan seorang yang hasud kepadanya tidak akan pernah mampu “mengambil sesuatu”
yang dimiliki oleh orang yang dihasudi tersebut. Oleh karena itu, keinginan
orang yang hasud akan hilangnya apa yang diberikan Allah Swt terhadap orang
yang dihasudinya itu merupakan perbuatan yang sangat zalim.
Selanjutnya, seorang yang hasud sebaiknya melihat
keadaan orang yang dihasudinya. Jika orang yang dihasudinya itu memperoleh
kenikmatan duniawi semata, maka sebaiknya dia menyayanginya, bukan bersikap
hasud kepadanya, karena apa yang diperolehnya memang sudah ditentukan baginya
bukan untuk orang yang hasud tersebut.
Ketahuilah, bahwa kenikmatan itu seringkali bercampur
dengan kesusahan. Kenikmatan mungkin hanya bisa dirasakan sebentar saja, tetapi
kesusahan yang mengiringinya mungkin akan dirasakan dalam waktu yang lama,
sehingga orang tersebut menginginkan agar kenikmatan itu segera sirna saja atau
dia bisa membebaskan diri dari kenikmatan tersebut. Yakinlah, bahwa sesuatu
yang membuat seseorang merasa iri terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain
belum tentu dirasakan oleh orang tersebut seperti yang dibayangkan oleh orang
yang hasud tersebut. Banyak orang yang menyangka bahwa para pejabat itu
bergelimang dengan kenikmatan. Mereka tidak memahami bahwa jika
seseorang sangat menginginkan sesuatu, kemudian dia berhasil memperolehnya,
maka sesuatu itu akan terasa biasa-biasa saja baginya, dan dia akan terus
mengejar sesuatu yang dianggapnya lebih tinggi dari itu. Sementara, orang yang
hasud hanya memandang semua itu dengan pandangan yang penuh harap dan penuh
ambisi.Seorang yang hasud hendaknya mengetahui konsekuensi penderitaan yang
mungkin saja dialami oleh orang yang dihasudinya di balik kenikmatan yang semu
yang dirasakannya.
2. Hukum dasar hasud:
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا
فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا
اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ
فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا (32)
Artinya
:
"Dan janagnlah kalian
mengangan-anagnkan apa yang Allah lebihkan sebagian kalian atas sebagian yang
lain. Bagi laki-laki ada
bagian sesuai dengan usaha mereka, dan bagi perempuan juga ada bagian sesuai
dengan usaha mereka. Dan mintalah karunia kepada Allah, sesungguhnya Allah itu
mMaha Mengetahui atas segala sesuatu.”
3.
Bahaya
Perbuatan Hasud
Sifat hasud sangant membahayakan kehidupan
manusia antara lain:
a. Menyebabkan
hati tidak tenang karena selalu akan memikirkan bagaimana keadaan itu dapat
hilang dari seseorang.
b. Menghancurkan
persatuan dan kesatuan, karena biasanya orang yang hasud akan mengadu domba dan
suka menfitnah
c. Menghancurkan
kebaikan yang ada padanya.
4.
Cara
Menghindari Hasud
Cara menghindari hasud antara lain
sebagai berikut:
a. Meningkatkan
iman dan takwa kepada Allah SWT
b. Menyadari
bahwa pemberiya’n dari Allah kepada manusia tidaklah sama, sesuai dengan kehendaknya
c. Menyadari bahwa hasud dapat menghapuskan kebaikan.
B.
SIFAT
RIYA
1.
Pengertian
Riya
Arriya’ (الرياء) berasal dari kata
kerja raâ ( راءى) yang bermakna
memperlihatkan. Sedangkan yang dimaksud dengan riya’ adalah memperlihatkan
(memperbagus) suatu amalan ibadah tertentu seperti shalat, puasa, atau lainnya
dengan tujuan agar mendapat perhatian dan pujian manusia.Semakna dengan riya’
adalah Sum’ah yaitu memperdengarkan suatu amalan ibadah tertentu yang sama
tujuannya dengan riya’ yaitu supaya mendapat perhatian dan pujian manusia.
Riya’ merupakan suatu jenis
penyakit hati yang sangat berbahaya karena bersifat lembut (samar-samar) tapi
berdampak luar biasa.Bersifat lembut karena masuk dalam hati secara halus
sehingga kebanyakan orang tak merasa kalau telah terserang penyakit ini. Dan
berdampak luar biasa, karena bila suatu amalan dijangkiti penyakit riya’ maka
amalan itu tidak diterima oleh Allah subhanahu wata’ala dan pelakunya mendapat
ancaman keras dari Allah subhanahu wata’ala. Oleh karena itu Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam sangat khawatir bila penyakit ini menimpa umatnya.
Tanda riya yang paling jelas
adalah, dia merasa senang jika ada orang yang melihat ketaatannya.Kemudian
merasa malas beribadah jika sendirian, tetapi semangat sekali beribadah jika
orang banyak disekelilingnya.Berapa banyak orang yang ikhlas mengerjakan amal
secara ikhlas dan tidak bermaksud riya' dan bahkan membencinya.Dengan begitu
amalnya menjadi sempurna.Tapi jika ada orang-orang yang melihat dia merasa
senang dan bahkan mendorong semangatnya, maka kesenangan ini dinamakan riya'
yang tersembunyi.Andaikan orang-orang tidak melihatnya, maka dia tidak merasa
senang.
Dari sini bisa diketahui bahwa
riya' itu tersembunyi di dalam hati, seperti api yang tersembunyi di dalam batu.
Jika orang-orang melihatnya, maka bisa menimbulkan kesenangannya. Kesenangan
ini tidak membawanya kepada hal-hal yang dimakruhkan, tapi ia bergerak dengan
gerakan yang sangat halus, lalu membangkitkannya untuk menampakkan amalnya,
secara tidak langsung maupun secara langsung.
Orang-orang yang ikhlas senantiasa
merasa takut terhadap riya' yang tersembunyi, yang berusaha mengecoh
orang-orang dengan amalnya yang shalih, menjaga apa yang disembunyikannya
dengan cara yang lebih ketat daripada orang-orang yang menyembunyikan perbuatan
kejinya. Semua itu mereka lakukan karena mengharap agar diberi pahala oleh
Allah pada Hari Kiamat.
Perlu
diketahui bahwa segala amalan itu tergantung pada niatnya. Bila suatu amalan
itu diniatkan ikhlas karena Allah subhanahu wata’ala maka amalan itu akan
diterima oleh Allah subhanahu wata’ala. Begitu juga sebaliknya, bila amalan itu
diniatkan agar mendapat perhatian, pujian, atau ingin meraih sesuatu dari
urusan duniawi, maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala.
Bentuk-bentuk riya’ beraneka ragam warnanya dan
coraknya.Bisa berupa perbuatan, perkataan, atau pun penampilan yang diniatkan
sekedar mencari popularitas dan sanjungan orang lain, maka ini semua tergolong
dari bentuk-bentuk perbuatan riya’ yang dilarang dalam agama Islam.
2.
Dasar Hukum Riya’
Riya’ merupakan dosa
besar.Karena riya’ termasuk perbuatan syirik kecil. Allah berfirman dalam surat Al-Maun
أَرَءَيۡتَ ٱلَّذِى
يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ (١) فَذَٲلِكَ ٱلَّذِى يَدُعُّ ٱلۡيَتِيمَ (٢) وَلَا يَحُضُّ
عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينِ (٣)
فَوَيۡلٌ۬ لِّلۡمُصَلِّينَ
(٤)ٱلَّذِينَ هُمۡ عَن صَلَاتِہِمۡ سَاهُونَ (٥) ٱلَّذِينَ هُمۡ يُرَآءُونَ
(٦) وَيَمۡنَعُونَ ٱلۡمَاعُونَ (٧)
Adakah
engkau lihat orang yang mendustakan ad-din ? (1) Itulah orang yang mengherdik /
menindas anak yatim (2); Dan tidak menggalakkan memberi makan kepada orang
miskin (3); Kecelakaan bagi orang-orang yang melakukan solat (4). Yang lalai
dari solat mereka (5); Juga orang-orang yang riya' (6). Dan orang-orang yang enggan memberi
pertolongan (7)
3.
Bahaya Riya’
Penyakit
riya’ merupakan penyakit yang sangat berbahaya, karena memilki dampak negatif
yang luar biasa.
Allah
subhanahu wata’ala berfirman (artinya): “Hai orang-orang yang beriman janganlah
kalian menghilangkan pahala sedekahmu dengan selalu menyebut-nyebut dan dengan
menyakiti perasaan si penerima, seperti orang-orang yang menafkahkan hartanya
karena riya’ kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari akhir”. (Al
Baqarah: 264)
Dalam
konteks ayat di atas, Allah subhanahu wata’ala memberitakan akibat amalan
sedekah yang selalu disebut-sebut atau menyakiti perasaan si penerima maka akan
berakibat sebagaimana akibat dari perbuatan riya’ yaitu amalan itu tiada
berarti karena tertolak di sisi Allah subhanahu wata’ala.
Bahkan
dalam ayat yang lain, Allah subhanahu wata’ala mengancam bahwa kesudahan yang
akan dialami orang-orang yang berbuat riya’ adalah kecelakaan (kebinasaan) di
akhirat kelak. Sebagaimana firman-Nya:
Perlu diketahui, bahwa riya’ yang dapat membatalkan sebuah
amalan adalah bila riya’ itu menjadi asal (dasar) suatu niatan.Bila riya’ itu
muncul secara tiba-tiba tanpa disangka dan tidak terus menerus, maka hal ini
tidak membatalkan sebuah amalan.
4.
Cara Menghindari Riya’
Di antara cara untuk mencegah perbuatan riya’ adalah:
1.
Mengetahui
dan memahami keagungan Allah subhanahu wata’ala, yang memiliki nama-nama dan
sifat-sifat yang tinggi dan sempurna.
2. Selalu
mengingat akan kematian.
3. Banyak
berdo’a dan merasa takut dari perbuatan riya’.
4. Terus
memperbanyak mengerjakan amalan shalih.
C.
SIFAT
ANIAYA
1.
Pengertian
Aniaya
Aniaya adalah perbuatan bengis seperti penyiksaan
atau penindasan terhadap orang lain di luar batas kemanusiaan. Menganiaya
berarti menyiksa, menyakiti dan berbagai bentuk ketidak sewengan seperti
menindas, mengambil hak orang lain dengan paksa dan lain-lainnya. Aniaya
termasuk perbuatan tercela yang dibenci Allah SWT bahkan sesama manusia.
Berbuat Aniaya berarti berbuat dosa.Oleh karena itu, aniaya akan mendatangkan
akibat-akibat buruk yang akan diterima oleh pelakunya..
2. Dasar Hukum Aniaya :
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah
mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan
bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian
itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka
beroleh siksaan yang besar, (QS: Al-Maidah
Ayat: 33)
1. Dari
ayat tersebut, dinyatakan bahwa hukuman bagi penganiaya diberlakukan sesuai
dengan jenis perbuatan yang dilakukannya, yaitu sebagai berikut.
Jika menganiaya dan membunuh korban serta mengambil hartanya, penganiaya
dihukum dibunuh dan disalib.
2. Jika
ia hanya mengambil harta tanpa membunuh korbannya maka hukumannya dihukum
potong tangan dan kakinya dengan cara silang.
3. Jika
ia tidak mengambil harta dan membunuh karena tertangkap sebelum sempat
melakukan sesuatu atau hanya menakui-nakuti saja maka hukumannya adalah
dipenjara.
Ada tiga macam
bentuk kezaliman, yaitu:
1. Zalim
terhadap Allah swt, yaitu ingkar (kufur) terhadap Allah. Misalnya mengaku beriman
tetapi munafik atau murtad.
2. Zalim
terhadap diri sendiri, yaitu berbuat kedurhakaan atau melakukan perbuatan
maksiat dan dosa pada diri sendiri.Contohnya berzina, minum minuman yang
memabukkan, meninggalkan salat, malas belajar, serta tidak menyukuri segala
nikmat Allah swt.
3. Zalim
terhadap sesama makhluk, seperti menyelakai orang lain, merusak tumbuh-tumbuhan
(lingkungan hidup), dan menyiksa hewan
3.
Bahaya sifat zalim:
a. Akan
merugikan kehidupan sendiri baik di dunia maupun di akhirat
b. Akan
memperoleh azab/laknat dan Allah (QS. Al Maidah: 78-80).
c. Akan
memperoleh siksaan Allah di akhirat (QS. Al Maidah: 33)
d. Amal
perbuatannya menjadi sia-sia (QS. Al Kahfi: 103-105)
4.
Cara Menghindari Perilaku Aniaya:
a. Membiasakan berbuat adil terhadap
diri sendiri dan orang lain
b. Banyak membaca Al-Qur’an dan
buku-buku agar kita tahu tentang nilai-nilai kebenaran
c. Memerhatikan baik-baik hak orang
lain dan tidak mengganggu hak orang lain karena itu perbuatan dosa kepada
Allah.
D.
DISKRIMINASI
1. Pengertian Diskriminasi
Secara bahasa diskriminasi berasal
dari bahasa inggris “Discriminate” yang berarti membedakan. Dan dalam bahasa
Arab istilah Diskriminasi di kenal dengan Al-Muhabbah ( المحا با ة ) yang
artinya membedakan kasih antara satu dengan yang lain atau pilih kasih. Kosa
kata Discriminate ini kemudian diadopsi menjadi kosa kata bahasa Indonesia
“Diskriminasi” yaitu suatu sikap yang membeda-bedakan orang lain berdasarkan
suku, agama, ras, dan lain sebagainya.
Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Sesungguhnya Allah tidak pernah melihat kepada tubuh-mu, atau parasmu , akan
tetapi Dia melihat kepada hatidan kelakuanmu.”
Diskriminasi merujuk kepada
pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini
dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut.
Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat
manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan
yang lain. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik
suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliranpolitik,
kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan
diskriminasi.
Diskriminasi dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Diskriminasi langsung. Terjadi saat
hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu,
seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang
sama.
b. Diskriminasi tidak langsung. Terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan
2.
Bahaya
Diskriminasi
Sikap driskiminasi sangat
bertentangan dengan ajaran islam, karena sikap Diskriminasi menunjukkan
martabat yang rendah bagi pelakunya dan akan memicu munculnya perilaku buruk
lainnya yang dilarang, akibat buruk dari sikap diskriminasi diantaranya adalah
:
a. Memicu munculnya sektarianisme,
agama islam melarang umatnya hanya mementingkan kesukuan atau kelompoknya.
b. Memunculkan permusuhan antar
kelompok, perasaan melebihkan kelompok sendiri, dan merendahkan kelompok yang
lain menjadi pemicu perseturuan antar kelompok.
c. Mengundang masalah social yang baru,
karena secara social seseorang tidak disikapi secara wajar, maka sikap
diskriminasi dapat memancing munculnya masalah social yang bertentangan dengan
ajaran islam.
d. Menciptakan penindasan dan
otoritarianisme dalam kehidupan, karena adanya perasaan lebih dan sentimen
terhadap kelompok, sehingga hak-hak kelompok lain diabaikan.
e. Menghambat kesejahteraan kehidupan,
sikap diskriminasi lebih menonjolkan sikap egoisme pribadi ataupun kelompok.
f. Menghalangi tegaknya keadilan, jika
sikap diskriminasi dominan, maka keadilan sulit ditegakkan, karena dalam
mengambil keputusan suatu masalah, selalu didasarkan pada pertimbangan
subyektif diri atau kelompok yang dibelanya.
g. Menjadi pintu kehancuran masyarakat,
jika dibiarkan sikap diskriminasi akan dapat menghancurkan sendi-sendi
kehidupan social.
h. Mempersulit penyelesaian masalah,
persoalan yang dihadapi mestinya segera diselesaikan secara baik, namun karena
adanya sikap diskriminasi menjadi berlarut-larut.
3.
Cara
Menghindari Diskriminasi
Untuk
menghindari sikap diskriminasi, maka setiap muslim harus mengedepankan sikap
musawah. Sikap ini cukup urgen dalam kehidupan modern, sikap ini bertujuan
untuk menciptakan rasa kesejajaran, persamaan, dan kebersamaan serta
penghargaan setiap manusia sebagai makluk Allah SWT. Pengakuan terhadap
persamaan harkat, martabat, derajat kemanusiaan merupakan perwujudan keimanan
(tauhid) seseorang dan akan membawa pada tingkat ketaqwaan yang tinggi.
4.
Dasar Hukum
Diskriminasi:
Pengelompokan dan solidaritas
dipandang Al-Qur’an sebagai fitrah, sunatullah yang tidak akan berubah. Firman
Allah SWT :
لهم
البشرى في الحياة الدنيا وفي الآخرة لا تبديل لكلمات الله ذلك هو الفوز العظيم
الْعَظِيمُ الْفَوْزُ هُوَ ذَلِكَ اللّهِلِكَلِمَاتِيلَ بْدِتَلاَالآخِرَةِ فِيوَالدُّنْيَا الْحَياةِ فِيالْبُشْرَى لَهُمُ
“Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di
dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat.Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat
(janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.”(QS Yunus:
64)
Demikian pula di tegaskan Allah SWT,
dalam Al-Qur’an :
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa,
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya Allah yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal. ( Q.S.
Al-Hujarat/49 :13 )”
Di samping persamaan, untuk
menghindari sikap diskriminasi, maka harus di tonjolkan persaudaraan sesame
orang beriman dan bahkan kepada sesame manusia. Sejarah telah mencatat dengan
tinta emas betapa indah dan tulusnya persaudaraan antara kaum pendatang dari
mekah dengan kaum penolong dari madinah. Mereka mau berbagu apa saja untuk
saudaranya seiman. Demikianlah persaudaraan Islam betul-betul merupakan nikmat
Allah yang perlu disyukuri dan dipelihara, sebagaimana firman Allah SWT :
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ
بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ
تَهْتَدُونَ. {ال عمران: 103}
Dan berpeganglah kalian
semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai-berai. Dan ingatlah
akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu jadilah kalian
karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. Dan kalian telah berada di tepi
jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk. (Ali
Imran: 103)
Supaya Persaudaraan yang dijalin
dapat tegak dengan kokoh, maka diperlukan empat tiang penyangga utamanya :
a.
Ta’aruf adalah saling kenal mengenal
dan tidak hanya bersifat fisik atau biodata ringkas saja, tapi lebih jauh lagi
menyangkut latar belakang pendidikan, ide-ide, cita-cita, serta problematika
kehidupan yang dihadapi.
b.
Tafahum adalah saling memahami
kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan masing-masing.
c.
Ta’awun adalah saling
tolong-menolong, dimana yang kuat menolongyang lebih, dan yang memiliki
kelebihan menolong yang kekurangan.
d.
Takaful adalah saling memberikan
jaminan, sehingga menimbulkan rasa aman, tidak ada rasa kekhawatiran dan
kecemasan menghadapi hidup ini.
Daftar Pustaka
Lks Aqidah Aklak kelas X, semester 2
Lks Pendidikan Agama Islam kelas X,
Semester 2
http://putriasaske.blogspot.com/2012/08/makalah-aqidah-aklaq
tentang.html
Sumber :http://www.al-shia.org/quran/id/tarjoome/005/01.html
http://baitulilmi99.blogspot.com/2013/05/pengertian-hasud-riya-aniaya-dan.html
http://mkitasolo.blogspot.com/2011/12/tafsir-surat-nisa-4-ayat-31-32.html
No comments:
Post a Comment